Pilgub NTT
Pilgub NTT, Fenomena KIM di Pilkada, Ahmad Atang: Seolah Bisa Menang
Maka kembali ke pribadi masing-masing. Kita punya kecerdasan yang bagus, maka harus dibarengi dengan spiritual
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Rosalina Woso
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Pengamat politik Universitas Muhamadiyah Kupang, Dr Ahmad Atang menanggapi keberadaan Koalisi Indonesia Maju atau KIM dalam kontestasi politik lokal seperti Pilkada NTT.
Ahmad Atang mengatakan, fenomena KIM memberi dampak ke kekuatan lokal. Sebab, itu sejalan dengan pola yang dilakukan di tingkat pusat. Fenomena itu terjadi dari tingkat Provinsi hingga kabupaten/kota.
"Ini bagaimana menggunakan isu KIM untuk mendapatkan bonus elektoral. Seolah dengan bonus KIM itu bisa menang," kata dia dalam diskusi akhir pekan bertajuk "Pengaruh Elit dalam Pilkada Lembata 2024", yang diselenggarakan Kaya Tene, Sabtu 5 Oktober 2024 di Celebes Resto.
Pengajar politik di Universitas Muhamadiyah Kupang itu mengatakan, pola dari Pemilu sangat berbeda dengan Pilkada. Demokrasi Pilkada sangat tergantung pada persepsi publik terhadap publik.
Baca juga: Johni Asadoma Ajak Semua Paslon Pilgub NTT Berkompetisi Sehat - Sportif
Dia menyebut politik klaim yang di selama ini terus disampaikan harusnya digerus. Sisi lain, jumlah partai politik tidak bisa menjamin bahwa kemenangan itu bisa didapatkan.
Ahmad Atang juga mengomentari mengenai keberadaan dan peran tokoh agama. Posisi tokoh agama bukan menjadi aktor politik. Dia harus menjadi dan memberikan pesan politik yang menyejukkan. Ahmad Atang lalu mengulas sejarah mengenai Pilgub NTT.
Ada sebuah agenda politik, yang memberi pernyataan kepada seorang bakal calon yang dinilai menjadi aktif. Padahal, orang yang didatangi itu merupakan tokoh agama.
"Saya kira aktor agama, kalau mental spiritual kuat dia tidak akan goyang. Tapi kalau tidak kuat akan tergoyang juga," kata Ahmad Atang dalam kegiatan yang dimoderatori Bang Ben, aktivis asal Lembata.
Ahmad Atang juga menjelaskan mengenai keterwakilan kepemimpinan perempuan di level legislatif hingga Pilkada Lembata. Dia bilang, hampir setiap kali kontestasi Pilkada sangat jarang.
Banyak politisi perempuan yang tidak lahir dari dari partai politik. Namun, kebanyakan perempuan justru datang dari panggung lain, selain partai politik.
"Ini soal kesadaran politik perempuan," kata dia.
Dia menyebut bahwa masalah perempuan harusnya diselesaikan perempuan. Disamping itu, keputusan yang diambil jika mayoritas laki-laki maka justru kebijakan itu maskulin dan bukan gender.
Oleh karena itu, kata dia, perempuan harus berani untuk menerobos sekat itu. Di Kabupaten Belu, menurut dia, belasan legislator justru datang dari kelompok perempuan. Berbeda dengan daerah lainnya yang justru sangat minim.
"Ini juga soal mindset publik. Suatu saat Lembata (harus) punya perwakilan perempuan," kata dia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.