Tambang Ilegal
Polisi Tutup Tambang Emas Ilegal di Kabupaten Solok Sumatera Barat
”Setelah kejadian ini, lokasi tambang tradisional tersebut ditutup,” kata Kepala Bidang Humas Polda Sumbar Komisaris Besar Dwi Sulistyawan, Minggu.
Data BPBD Kabupaten Solok dan Kantor SAR Kelas A Padang menyebutkan, jumlah korban dalam longsor tambang emas ilegal di Nagari Sungai Abu sebanyak 25 orang. Rinciannya, 13 meninggal dan 12 lainnya luka-luka.
Satu meninggal terakhir berhasil dievakuasi tim SAR gabungan pada Minggu pagi. Dengan temuan korban terakhir itu, Kantor SAR Kelas A Padang pun menutup operasi SAR.
”Kami menutup operasi SAR karena sampai 29 September ini tidak ada lagi laporan korban hilang atau perlu dicari,” kata Kepala Kantor SAR Kelas A Padang Abdul Malik, Minggu sore.
Meskipun operasi SAR ditutup, kata Malik, posko pengaduan masyarakat tetap dibuka di Kantor Wali Nagari Sungai Abu jika ada korban yang belum ditemukan. Kantor SAR akan membuka kembali operasi SAR gabungan jika ada laporan.
Gunakan alat berat
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Walhi Sumbar Wengki Purwanto mengatakan, dari informasi yang Walhi himpun, lokasi tambang emas ilegal di Nagari Sungai Abu tersebut berada di kawasan hutan lindung.
Selain itu, aktivitas tambang diduga menggunakan alat berat. ”Di lokasi longsor terdapat alat berat. Bahkan, proses evakuasi pada awalnya dibantu oleh alat berat,” kata Wengki.
Informasi tersebut, kata Wengki, jelas bertentangan dengan narasi di publik yang menyudutkan masyarakat kecil. Disebutkan, para korban merupakan pekerja tambang ilegal yang melanjutkan tambang yang telah lama ditinggalkan para penambang alat berat.
Padahal, belakangan, katanya, beredar informasi, di lokasi ada alat berat bekerja. Informasi ini sangat penting. Kata Wengki, pihak-pihak terkait harus segera menindaklanjuti dan mendalaminya agar tindakan lebih terukur dan berorientasi pada akar masalah.
”Siapa dan kenapa pengusaha tambang ilegal disembunyikan? Kenapa, masyarakat korban yang disudutkan?” ujar Wengki.
Pengunaan alat berat untuk aktivitas tambang ilegal di Nagari Sungai Abu, kata Wengki, telah berlangsung lama dan terus berlanjut. Setidaknya, sejak 2015-2016 masyarakat telah aktif mendesak Polda Sumbar untuk mengusut kejahatan lingkungan ini.
Tidak adil
Akan tetapi, fakta lapangan, lanjut Wengki, aktivitas terus berlangsung dan alat berat tetap bekerja. Hingga akhirnya, masyarakat kecil menjadi korban, sedangkan pelaku utama dan penikmat untung besar tetap beruntung.
”Kenapa masyarakat korban disudutkan, sementara pengusaha dan aktor intektual di samarkan ke publik? Ini jelas tidak adil bagi masyarakat dan lingkungan,” kata Wengki.
Walhi Sumbar pun mendesak Kapolri harus turun tangan mengatasi kejahatan tambang ilegal di Sumbar. ”Pecat saja setiap pejabat Polri di Sumbar yang terbukti terlibat secara aktif dan atau mencoba melindungi aktor-aktor intelektual kejahatan tambang ilegal,” ujarnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.