Opini
Pendekatan Integratif, Bimbingan Konseling dan Pembelajaran Bahasa Inggris di U-Genius Kefamenanu
Mulai tahun ajaran 2024/2025 kebijakan berubah. Bahasa Inggris kembali dikategorikan sebagai mata pelajaran wajib di tingkat sekolah dasar.
Dalam pembelajaran Bahasa Inggris, tantangan yang dihadapi siswa tentu saja bervariasi, mulai dari kesulitan dalam pengucapan kata (pronunciation), pemahaman kosakata (vocabulary), tata bahasa (basic grammar), hingga kecemasan berbicara dalam bahasa asing (language performance).
Oleh karena itu, menggunakan pendekatan integratif dalam pembelajaran Bahasa Inggris memungkinkan pembimbing atau guru menyesuaikan strategi yang digunakan, baik itu dari pendekatan behavioral, kognitif, humanistik, maupun pendekatan lain, sesuai dengan kebutuhan spesifik siswa bersangkutan.
Dalam implementasinya di Bimbingan dan Konsultasi Belajar U-Genius Kefamenanu, pendekatan integratif memadukan beberapa teknik yang berasal dari berbagai teori konseling.
Pertama, pendekatan behavioristik. Siswa SD biasanya merespons dengan baik pada penguatan yang positif, seperti pujian atau hadiah kecil, ketika mereka berhasil menggunakan kata-kata Bahasa Inggris dengan benar. Mereka mengingat kata-kata pujian dan alasan di balik pujian itu mereka dapatkan. Bagi mereka itu adalah sebuah penghargaan yang terdalam yang kemudian membangkitkan sikap mental mereka untuk melangkah dan bersemangat ke materi belajar selanjutnya.
Selain itu pembimbing bisa menggunakan sistem "token reward"(Skinner:1938) untuk mendorong penggunaan Bahasa Inggris dalam kegiatan sehari-hari di kelas. Sistem "token reward" adalah salah satu strategi yang efektif di mana siswa diberikan token atau poin setiap kali mereka menggunakan Bahasa Inggris dengan benar dan sesuai konteks.
Token ini bisa berbentuk fisik seperti kartu, bintang, atau benda kecil lainnya yang dapat dikumpulkan oleh siswa. Setiap kali siswa menggunakan Bahasa Inggris dalam kegiatan sehari-hari, seperti bertanya kepada tentor, berbicara dengan teman, atau menjawab pertanyaan dalam Bahasa Inggris, mereka akan diberikan token.
Token-token yang sudah dikumpulkan dapat ditukarkan dengan hadiah atau keistimewaan tertentu di kelas. Misalnya, siswa yang mengumpulkan sejumlah token bisa mendapatkan hak istimewa seperti memilih aktivitas pembelajaran, mendapatkan waktu bermain ekstra, atau hadiah kecil lainnya.
Dengan adanya insentif, siswa akan lebih termotivasi untuk menggunakan Bahasa Inggris dalam kegiatan sehari-hari. Ini mendorong mereka untuk berlatih lebih banyak dan meningkatkan keterampilan bahasa mereka secara alami.
Sistem ini juga mendukung pembelajaran yang positif, karena siswa dihargai atas usaha mereka, bukan hanya hasil akhirnya. Ini menciptakan lingkungan belajar yang lebih menyenangkan dan mendukung.
Dengan sistem "token reward", penggunaan Bahasa Inggris di kelas tidak hanya menjadi kewajiban, tetapi juga sesuatu yang menyenangkan dan ditunggu-tunggu oleh siswa.
Sikap seperti itu dilakukan secara berulang-ulang lalu menjadi pembiasaan.
Kedua, Pendekatan Kognitif. Mengingat bahwa siswa pada usia SD mulai berpikir secara logis, teknik dari pendekatan kognitif dapat diterapkan untuk membantu siswa mengidentifikasi dan mengatasi pikiran-pikiran negatif yang mungkin muncul, seperti rasa putus asa ketika tidak adaptasi dengan sumber belajar atau Lembar Belajar Bahasa Inggris bahkan keadaan batin siswa karena tidak mampu atau takut gagal dalam belajar Bahasa Inggris.
Untuk memitigasi hal itu terjadi, maka dilakukan upaya pertama, Self-Talk Positif (Ellis : 1961). Ini adalah teknik di mana siswa diajarkan untuk menggantikan pikiran negatif atau meragukan diri sendiri dengan afirmasi atau pernyataan positif. Misalnya, daripada berpikir "Saya pasti akan membuat kesalahan," siswa didorong untuk berpikir "Saya akan mencoba yang terbaik dan belajar dari kesalahan saya." Self-talk positif membantu siswa mengubah pola pikir mereka menjadi lebih optimis dan percaya diri, yang pada gilirannya dapat mengurangi rasa takut mereka terhadap kegagalan.
Ketiga, Teknik Re-Framing ( Bandler dan Grinder:1981). Teknik ini melibatkan pengubahan cara pandang siswa terhadap situasi atau tantangan yang mereka hadapi. Misalnya, jika siswa merasa takut karena menganggap kesalahan dalam berbahasa Inggris sebagai kegagalan, guru dapat membantu mereka melihat kesalahan tersebut sebagai bagian dari proses belajar yang normal dan penting. Dengan re-framing, siswa dapat memandang kegagalan bukan sebagai akhir, tetapi sebagai peluang untuk belajar dan berkembang.
Teknik kedua dan ketiga ini bekerja sama dalam membangun ketahanan mental siswa, meningkatkan kepercayaan diri mereka, dan mengurangi ketakutan mereka terhadap kegagalan saat belajar atau menggunakan bahasa Inggris. Pada gilirannya siswa dapat didorong untuk melihat pembelajaran Bahasa Inggris sebagai tantangan yang dapat diatasi. Itu dilatih secara berulang-ulang.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.