Berita NTT
Oknum Polisi di NTT Dijatuhi Sanksi Etik Profesi, Buntut OTT di Tempat Karaoke Saat Jam Dinas
Dia juga menuturkan, Komisi Kode Etik mempertimbangkan hal yang meringankan dan memberatkan dalam pemberian sanksi.
Penulis: Rosalia Andrela | Editor: Oby Lewanmeru
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Rosalia Andrela
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Oknum Polisi, IPDA Rudi Soik yang kini bertugas sementara sebagai anggota Yanma Polda NTT dijatuhi sanksi Kode Etik Profesi (KEP) terkait pelanggaran disiplin.
Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol. Ariasandy, S.I.K., didampingi oleh beberapa pejabat dari Bidpropam Polda NTT menuturkan kronologi terkait sanksi kode etik tersebut.
Pada Selasa, 25 Juni 2024, sekitar pukul 14.30 Wita, Subbid Paminal Bidpropam Polda NTT melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di tempat hiburan Masterpiece Karaoke, di Kota Kupang.
Pada OTT tersebut temukan dua anggota polisi pria (Polki) dan dua anggota polisi wanita (Polwan) berada di dalam ruangan VIP saat jam dinas berlangsung.
Dalam pemeriksaan, Ipda Rudi Soik mengaku berada di tempat karaoke untuk melakukan analisis evaluasi (Anev) terkait penyelidikan penyalahgunaan BBM bersubsidi jenis solar.
Namun, tiga terduga pelanggar lainnya menyatakan tidak mengetahui adanya kegiatan anev tersebut. Kasus ini telah disidangkan, dan Ipda Rudi Soik diberikan sanksi berdasarkan pelanggaran kode etik.
"Ipda Rudi Soik telah diproses melalui Sidang Kode Etik Polri pada tanggal 21-28 Agustus 2024. Ia dijatuhi sanksi etika berupa pernyataan perilaku melanggar sebagai perbuatan tercela, permintaan maaf secara lisan kepada institusi Polri dan pihak yang dirugikan, serta sanksi administratif berupa penempatan di tempat khusus selama 14 hari dan mutasi demosi keluar Polda NTT selama tiga tahun," ungkap Ariasandy di Lobi Humas Polda NTT Senin, 2 Agustus 2024.
Terkait mutasi demosi, Ariasandy menegaskan dirinya tidak pernah mengeluarkan statement bahwa yang bersangkutan akan dipindahkan ke Papua seperti yang ramai beredar di media.
“Terkait mutasi dan mutasinya kemana itu adalah kewenangan Mabes Polri. Tugas kami, maka kami menyampaikan fakta dan informasi sesuai dengan pertanyaan publik. Saya sampaikan bahwa pertanyaannya keputusan kode etik itu, adalah karena Ipda Rudi Soik masuk ke tempat karaoke bersama istri orang, dan ini bukan kasus perselingkuhan. Ini perlu kami tegaskan agar tidak membias,” tegasnya.
Dia juga menuturkan, Komisi Kode Etik mempertimbangkan hal yang meringankan dan memberatkan dalam pemberian sanksi.
"Hal yang meringankan adalah masa pengabdian Ipda Rudi Soik selama 19 tahun. Sedangkan hal-hal yang memberatkan meliputi sikap berbelit-belit dalam memberikan keterangan, kesadaran akan norma larangan yang ada pada kode etik Polri, serta rekam jejak pelanggaran disiplin sebelumnya,” tuturnya.
Baca juga: Polda NTT Gelar Pasukan Pengamanan Pilkada 2024
Ipda Rudi Soik juga sedang menjalani pemeriksaan pelanggaran disiplin dan pelanggaran kode etik profesi Polri terkait beberapa kasus lainnya, seperti pencemaran nama baik anggota Polri, meninggalkan tempat tugas tanpa izin, dan ketidakprofesionalan dalam penyelidikan BBM bersubsidi.
Selain itu, berdasarkan laporan informasi khusus dari Subbidpaminal Polda NTT, Ipda Rudi Soik diduga melakukan pemasangan garis polisi (Police Line) pada drum dan jerigen kosong di dua lokasi berbeda.
Subbidwabprof Bidpropam Polda NTT kemudian melakukan audit investigasi. Hasil audit mengungkapkan adanya ketidakprofesionalan dalam penyelidikan yang dilakukan oleh Ipda Rudi Soik dan anggota lainnya, yang tidak melibatkan unit terkait dan tidak memenuhi standar prosedur operasional.
"Polri diberikan kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait pelanggaran dan tindak pidana. Namun, anggota Polri juga tunduk pada peraturan disiplin dan kode etik profesi, sehingga mereka harus menjalankan tugas sesuai aturan tanpa melakukan pelanggaran atau penyalahgunaan kewenangan," ucap Ariasandy. (cr19)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.