Koalisi dan Badan Keahlian DPR RI Bahas Enam Isu Kejahatan Terorganisir di Asia Pasifik
Nukila yang juga ahli hukum internasional mengatkan, kunci untuk memerangi kejahatan terorganisir adalah kerja multipihak.
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Dampak globalisasi ekonomi dan kemajuan pembangunan dunia turut serta membawa pengaruh pada perkembangan modus-modus kejahatan lintas negara yang bekerja secara terorganisir.
Hal ini menimbulkan bentuk ancaman baru yang berkembang dari waktu ke waktu seperti terorisme, perompakan, penyelundupan manusia, perdagangan gelap, narkoba, penyelundupan senjata, pencucian uang, kejahatan dunia maya (cyber crime).
Pun kejahatan lain sebagaimana yang telah disebutkan dalam dokumen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai beberapa kategori kejahatan transnasional terorganisasi.
Kawasan Asia Pasifik, dimana Indonesia termasuk di dalamnya, menjadi pangsa utama baik sebagai sumber, transit maupun tujuan akhir dari kejahatan yang terkategori pelanggaran berat HAM tersebut.
Pada medio tahun lalu di Labuan Bajo, Indonesia, KTT ASEAN membahas mengenai masalah-masalah kejahatan lintas batas negara.
Namun, komitmen pada top level stakeholders negara itu, belum sebanding dengan tataran implementasi di lapangan. Berbagai kejahatan yang menyerang harkat dan martabat kemanusiaan itu belum juga terselesaikan.
Menyikapi fakta tersebut, pada Senin 26 Agustus 2024 di ruang rapat Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat (BK DPR RI), Senayan, Jakarta Selatan, Coalition Against Organized Crime (Koalisi) bersama Badan Keahlian DPR RI menggelar diskusi strategis terbatas.
Hadir dalam acara tersebut Kepala BK DPR RI, Dr. Inosentius, S.H.M.H. yang didampingi beberapa jajaran eselon II seperti Kepala Pusbangkom SDM Legislatif, Achmad Sani Alhusain, S.E.,M.A., dan Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang, Dr. Lidya Suryani Widayati, S.H., M.H serta staf pelaksana lainnya.
Sementara dari Koalisi hadir Chairwoman, Nukila Evanty, Board Advisory, Gabriel Goa dan Koordinator pelaksana, Greg Retas Daeng.
Dalam paparan awal Nukila menyampaikan bahwa ada enam isu kejahatan di tingkat Asia Pasifik yang saat ini menjadi konsern Koalisi, yakni: human trafficking & people smuggling, money loundry & coruption, environmental crime, cyber crime, drug trafficking, dan exotic wildlife smuggling.
“Jadi enam isu ini menjadi fokus kerja kami, karena tantangan kejahatan serius yang harus diperangi. Dan ini sejalan dengan visi kerja kami di Koalisi,” kata Nukila.
Nukila yang juga ahli hukum internasional mengatkan, kunci untuk memerangi kejahatan terorganisir adalah kerja multipihak. Sebab dengan lapis jaringan yang kuat, maka berbagai sindikat kejahatan yang mengancam kemanusiaan itu bisa diberangus.
“Kunci untuk melawan sindikat kejahatan lintas batas ini adalah kolaborasi multipihak. Posisi Badan Keahlian DPR RI, merupakan institusi yang strategis dan perlu terlibat dalam gerakan melawan kejahatan ini. Dan tentunya untuk melihat peluang kedepan dalam hal kajian-kajian akademik untuk memperkuat substansi materi dari setiap Undang-Undang yang diusulkan,” kata Nukila.
Senada dengan Nukila, Gabriel Goa, menuturkan perihal tantangan dari proses penegakan hukum yang belum cukup optimal dilakukan.
Ia mencontohkan pada penindakan kejahatan TPPO yang pelaksana hariannya diambil alih langsung oleh Polri, namun tidak signifikan hal proses hukumnya.
“Pasca KTT ASEAN di Labuan Bajo, 2023 lalu. Presiden telah menunjuk Polri sebagai leading sektor untuk penanganan dan penindakan kasus TPPO, Namun, dari 700-an sekian penangkapan yang dilakukan, kelanjutan proses hukumnya juga tidak jelas. Ini jadi masalah serius dalam hal transparansi dan akuntabilitas penegakan hukum,” papar Gabriel.
Gabriel mengharapkan agar penguatan tata kelola Gugus Tugas dan Penyediaan Balai Latihan Kerja perlu diprioritaskan oleh Pemerintah bersama seluruh jejaringan yang ada, sehingga dapat menjegah dari jebakan serta tipu daya kejahatan terorganisir yang hampir pasti setiap saat ada.
“Penguatan kapasitas multipihak dan penyediaan balai latihan kerja, dapat berkontribusi pada pencegahan kejahatan itu (TPPO) terjadi. Oleh karena itu, komitmen setiap level pemerintahan, harus menjadi prioritas utama agar, misi memberangus kejahatan yang terkategori luar biasa itu bisa terwujud,” imbuh Gabriel.
Bersama BK DPR RI, Koalisi mendorong untuk perlu dilakukan tiga kerja sama penting, yakni mendorong proses Legislasi yang partisipatif, kolaborasi riset untuk memperkuat basis data serta suplai informasi penting untuk pengambilan keputusan di level pemerintahan, dan pelibatan dalam proses diskusi serta seminar tematik sebagai kanal edukasi kepada publik.
Hal ini disampaikan Koordinator Pelaksana Koalisi, Greg Retas Daeng, dalam responsnya guna memperkuat proses kolaborasi strategis akan dibangun antara kedua lembaga ini.
“Saya kira penting bersama dengan BK DPR RI, kita terlibat bersama untuk beberapa agenda seperti, inisiatif proses legislasi yang partisipatif, kolaborasi riset tematik, dan kampanye anti kejahatan terorganisir melalui forum FGD ataupun seminar,” kata Greg.
Greg yang berlatar belakang advokat HAM itu, mengharapkan agar perlu diperhatikan secara serius penyelesaian konflik kewenangan berbagai lembaga negara, yang menjadi aktor kunci menangani kejahatan terorganisir.
“Konflik kewenangan antar lembaga negara, seperti halnya dalam kasus ABK, yang terjadi antara Kemenaker, Kemenhub, dan Kemenlu dapat menghambat proses-proses penindakan terhadap pelaku kejahatan. Oleh karena itu, penguatan serta penegasan distribusi kewenangan dalam regulasi yang ada, sangatlah penting untuk mencegah tumpang tindih otoritas yang berkepanjangan,” kata Greg.
Menanggapi inisiasi kolaborasi oleh Koalisi, Kepala BK DPR RI, Dr. Inosentius Samsul, S.H., M.H. menyambut baik dan memberikan apresiasi atas kerja-kerja advokasi yang selama ini telah dilakukan oleh Koalisi.
“Kami dari BK DPR RI, tentu berterima kasih dan menyambut baik atas inisiasi kolaborasi ini. Dan apa yang sudah dilakukan oleh Koalisi selama ini merupakan satu kontribusi penting untuk menyelamatkan bangsa dari ancaman-acaman kejahatan yang cukup serius itu,” ujar doktor hukum dari Universitas Indonesia itu.
Pakar hukum tata negara ini pun menambahkan sesuai kewenangan yang dipunyai, BK DPR RI dapat terlibat bersama Koalisi untuk kerja sama yang strategis, baik itu jangka pendek, menengah dan panjang.
“Kami di BK DPR RI, dengan kewenangan yang kami punyai, tentuk mengharapkan adanya kelanjutan dari diskusi kita hari ini, baik itu melalui forum-forum tematik ilmiah kedepannya. Serta perumusan kerja bersam yang bisa dicanangkan dalam agenda jangka pendek, menengah maupun jangka panjang,” tandasnya.
Diskusi yang berlangsung 1,5 jam itu ditutup dengan beberapa catatan penting yang akan ditindaklanjuti pada bulan September 2024.
Koalisi akan terus membangun lapis jaringan kerja baik dengan level pemerintahan, penegak hukum, akademisi serta lintas organisasi masyarakat sipil lainnya untuk memperkuat kerja advokasi untuk memerangi masalah kejahatan terorganisir di Indonesia dan Asia Pasifik. (*)
Greg R Daeng
Gabriel Goa
kejahatan lintas negara
Asia Pasifik
Badan Keahlian DPR RI
kejahatan terorganisir
terorisme
Pelanggaran HAM
Buntut Kematian Prada Lucky Namo, YKBH Justitia NTT Sebut Pelanggaran HAM Berat |
![]() |
---|
Opini: Mengobati Luka Menata Harapan, Perdagangan Orang dalam Geliat Pembangunan NTT |
![]() |
---|
Pertamina dan BNPT Pulihkan Harapan Warga Terdampak Radikalisme di Dompu |
![]() |
---|
Kolaborasi BRIMOB Polda NTT dan PLN NTT Gelar Simulasi Penanggulangan Ancaman Terorisme |
![]() |
---|
Jelang Rakernas ke XII, FKPT NTT Gelar Rapat Perdana di Undana Kupang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.