Renungan Harian Kristen
Renungan Harian Kristen Jumat 23 Agustus 2024, "Mewujudkan Keadilan Bagi Kaum Lemah"
Asas hukumnya berbunyi “biar langit runtuh tetapi untuk keadilan harus tetap ditegakkan”. Keadilan ditegakkan tanpa memandang bulu
Renungan Harian Kristen Jumat 23 Agustus 2024
MEWUJUDKAN KEADILAN BAGI KAUM LEMAH (AMOS 5:7-13)
Pdt. Frans Nahak, M.Th. (Penulis Pendeta di Jemaat Paulus Taebone, Klasis Amanuban Timur)
Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Dasar 1945 berbunyi: “Negara Indonesia adalah Negara Hukum.” Pada pasal 28 D ayat 1 yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.
Asas hukumnya berbunyi “biar langit runtuh tetapi untuk keadilan harus tetap ditegakkan”. Keadilan ditegakkan tanpa memandang bulu. Namun kenyataannya, kita mendengar istilah hukum “tumpul ke atas tajam ke bawah”? yang dikenakan kepada penegakan hukum, khususnya di Indonesia. Maksud dari istilah ini menunjukkan sebuah realita bahwa hukum di Indonesia lebih tajam menghukum masyarakat kelas bawah dari pada pejabat tinggi.
Aksi demo yang dilakukan oleh mahasiswa dan masyarakat kepada pemerintah dan DPR tentang rencana revisi Undang-undang Pilkada yang telah diputuskan Mahkama Konstitusi merupakan kritik terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh penguasa. Dengan adanya revisi UU, maka hak-hak politik masyarakat kecil hendak diamputasi oleh kekuasaan.
Hal yang demikian identik dengan bacaan dalam konteks kitab Amos.
Amos merupakan seorang nabi yang profesional, tetapi ia bukanlah seorang nabi yang benar- benar dilatih. Ia hannyalah seorang peternak domba dari Tekoa dan pemungut buah ara hutan yang kemudian dipakai Tuhan untuk bernubuat terhadap umat Allah yang ada di Israel.
Tekoa berada kira-kira dua kilometer di Selatan Yerusalem, namun Amos dipakai Tuhan untuk bernubuat di Kerajaan Utara. Pada waktu itu, pemerkosaan keadilan terjadi di mana-mana dan bisa terjadi pada siapa saja yang tidak berdaya dan dianggap ada pada strata bawah.
Pada masa itu, Kerajaan Utara sedang menikmati masa-masa kejayaannya, paling utama di bidang ekonomi. Begitu juga di bidang politik serta militer. Israel menggapai kemajuan yang pesat. Namun terdapat satu perihal yang dibiarkan, ialah keadilan sosial.
Amos melancarkan perlawanan terhadap peradilan yang korup (bobrok). Sebab hakim-hakim bersekongkol dengan orang-orang kaya dan orang-orang terkemuka, sehingga orang-orang kecil, yang miskin dan lemah itu, tidak ada keadilan dan tidak mendapatkan perlindungan.
Perlawanan Amos terhadap ketidakadilan disampaikan dengan begitu berani. Apa yang membuat Amos sangat berani untuk menyampaikan perilaku tidak adil yang dilakukan oleh orang-orang kaya dan petinggi-petinggi itu? Padahal situasi pada saat itu sangat memungkinkan bagi orang-orang kaya untuk memberikan uang tutup mulut kepada Amos. Ia merasa empati.
Empati lahir dari panggilannya sebagai seorang nabi yang harus menyatakan keadilan dan membela hak-hak orang kecil. Allah memanggil dia adalah Allah yang adil dan berpihak kepada orang-orang kecil.
Amos secara terang-terangan mengatakan kepada para pemimpin dan konglomerat bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak melakukan keadilan dan kebenaran (Amos 5:7). Mereka juga tidak suka akan teguran dari orang yang berkata tulus ikhlas (Amos 5:10). Mereka menginjak-injak orang lemah dan mengambil pajak gandum yang berlebihan (Amos 5:11), dan menjadikan orang benar terjepit. Mereka menerima uang suap, dan mengesampingkan orang miskin, bahkan masih banyak lagi perbuatan jahat yang mereka lakukan (Amos 5:12).
Dari bacaan kita dapat membaginya dalam dua pokok besar:
Pertama, ayat 7,10-12, ejekan Amos terhadap orang-orang yang melakukan ketidakadilan.
Dalam ayat 7, ia mengatakan bahwa keadilan dijadikan ipuh dan kebenaran dihempaskan di tanah. Ipuh adalah tanaman yang pahit rasanya, maka dijadikan kiasan dari kepahitan (Amos 5:4) dan derita (Yes.23:15). Semacam tanaman yang getahnya sangat beracun dan mematikan. Ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang memiliki tanggung jawab untuk menegakkan keadilan tetapi tidak melakukannya. Sepertinya ini ditujukan kepada hakim-hakim dan para tua-tua.
Mereka seharusnya yang menegakkan keadilan, mengadili orang-orang yang berlaku tidak adil dan membela orang-orang yang diperlakukan tidak adil. Tetapi yang terjadi sangat berbanding terbalik. Bukannya menegakkan keadilan dengan tidak pandang bulu, tetapi justru mereka turut terlibat dalam melakukan ketidakadilan. Keadilan yang sesungguhnya menghidupkan malah diubah menjadi mematikan. Dengan kata lain: mereka “menghempaskan kebenaran ke tanah,” yaitu mencampakkan kebenaran ke tanah, lalu menginjak-injaknya sebagai sesuatu yang tidak ada harganya.
Betapa menderitanya orang-orang yang tidak mempunyai uang pada saat itu. Mereka sangat membutuhkan keadilan tetapi tidak ada yang dapat membela mereka. Para hakim yang sangat mereka harapkan mampu untuk menolong mereka, ternyata tidak dapat diandalkan.
Jika para hakim harus diberikan uang suap terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan, maka yang sangat diuntungkan adalah para orang kaya. Mereka dapat dengan mudah untuk membayar para hakim agar dapat membenarkan perilaku jahat mereka. Hakim-hakim tidak berani menentang orang-orang yang berkuasa itu, malahan mereka mengubah keadilan itu.
Baca juga: Renungan Harian Kristen, Menderita: Siapa Takut? I PETRUS 4:12-19
Amos mengetahui bagaimana banyak kejahatan mereka. Kamu menginjak-injak orang yang benar dan menerima suap dan kamu enggan membenarkan orang miskin di pintu gerbang (Amos 5:12). Mereka membebankan pajak yang berlebihan membuat hidup mereka berkelimpahan. Mereka dapat membangun rumah mewah dari batu pahat, hidup dengan penuh kemewahan, dan membuat kebun anggur yang indah. Sedangkan orang miskin sangat menderita karena kehilangan harta benda mereka dan terpaksa menjadi budak untuk orang-orang kaya, serta tidak ada tempat untuk mencari perlindungan.
Kedua, ayat 8-9, 13, kemahakuasaan Tuhan dalam menegakkan keadilan
Ayat 8 dan 9 merupakan puji-pujian kekuasaan Tuhan. Puji-pujian tersebut merupakan penggubahan dari ayat 7, di mana “kamu mengubah keadilan menjadi ipuh….” Tetapi Tuhan itulah “yang mengubah kekelaman menjadi pagi” dan kebalikannya: mengubah siang menjadi malam!). Ayat 8, teringat kepada air bah, yaitu pemberitaan hukuman yang diucapkan oleh Amos. Ia mengutip ucapan familier, menyatakan kekuasaan Allah yang ia bicarakan atas ciptaan, dan karena itu melebihi kekuasaan hidup dan mati. Dia yang telah membuat bintang kartika dan bintang belantik, ayat ini mirip dengan Ayub 9:9 dan 38:31 (baca).
Tuhan juga berkuasa untuk memanggil air laut dan mencurahkannya ke atas permukaan bumi (Ay. 8). Bukan hanya itu, Tuhan juga memiliki kuasa untuk mendatangkan kebinasaan atas yang kuat, sehingga kebinasaan datang atas tempat yang berkubu. Mengapa Tuhan akan mendatangkan kebinasaan atas yang kuat?
Maksud dari ayat ini bukanlah semua orang yang memiliki kuasa akan dibinasakan. Tetapi ayat ini tertuju bagi orang-orang yang memiliki kuasa atau jabatan namun tidak melakukannya dengan benar dan adil. Jika orang-orang kuat sudah tidak mampu menolong orang-orang lemah dan bahkan sudah membuat suatu kubu untuk menindas, maka kebinasaan akan terjadi di atas mereka.
Amos mengatakan bahwa Tuhan adalah pencipta yang penuh kuasa dan tidak ada yang tidak mampu untuk dilakukan-Nya. Ia memiliki kuasa untuk menciptakan dan Ia juga memiliki kuasa untuk membinasakan.
Aya, 13, mengapa harus berdiam diri? Berdiam diri terhadap apa? Dan mengapa disebutkan bahwa waktu itu adalah waktu yang jahat? Sedangkan Amos adalah tipe orang yang akan tetap berjuang demi keadilan dan dia tidak akan berdiam diri begitu saja. Pasti dia akan mengambil sebuah tindakan yang sangat berani untuk menentang mereka yang suka melakukan ketidakadilan.
Tetapi apakah ayat ini ditujukan untuk konteks pada saat itu atau menunjuk kepada Hari Tuhan menurut Amos 5:18-20? B. J Boland berpendapat bahwa ayat ini menunjuk pada hukuman Allah. Hukuman yang sangat mengerikan dan menakutkan. Jika hukuman itu datang, maka orang-orang tidak akan dapat berbuat apa-apa. Mereka wajib untuk berdiam diri seperti yang terjadi dalam Amos 6:10 dan Mikha 2:3 (baca). Penghukuman Tuhan yang akan datang menimpa mereka yang melakukan kejahatan adalah sangat dahsyat sehingga membuat orang-orang pada saat itu tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya bisa diam. Ini merupakan penghukuman Tuhan atas perilaku jahat mereka.
POKOK-POKOK RENUNGAN
Pertama, berani bersuara dan mengkritisi perlakuan ketidakadilan yang kita temui dalam kehidupan bergereja, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Amos merupakan seorang nabi yang berani menyuarakan keadilan. Mengapa Amos berani? Bukan hanya empati karena kemanusiaan, melainkan panggilan Allah. Allah yang mengasihi orang-orang kecil.
Panggung politik Indonesia “dikejutkan” dengan putusan MK tentang perubahan UU Pilkada, yang membuka ruangan bagi setiap partai yang memiliki kesempatan untuk mencalonkan orang-orang yang dianggap mampu memimpin. Akhirnya masyarakat memiliki banyak referensi pilihan kepada calon pemimpin yang diusung oleh partai. Pada umumnya masyarakat menyambut dengan gembira putusan ini. Akan tetapi, para politikus “bersekongkol’ untuk merevisinya.
Entah untuk apa? Dan untuk kepentingan siapa? Padahal pendaftaran di KPU tinggal menghitung minggu. Mahasiswa dan masyarakat melakukan aksi demo, para pengamat serta praktisi hukum mengkritisi aksi dari anggota dewan di senayan bahwa keputusan MK final dan mengikat. Akhirnya revisi UU dibatalkan. Mengapa aksi protes dilakukan? Karena ada rasa ketidakadilan. Pada saat putusan MK tentang batasan umur calon wakil presiden dan calon presiden pemerintah dan legislatif menyetujui, namun putusan MK tentang Pilkada, DPR secepatnya melakukan revisi UU Pilkada.
Ketidakadilan tidak hanya di tingkat nasional namun dalam masyarakat. Misalnya, pembagian BLT, bantuan-bantuan dari pemerintah setempat kepada masyarakat di daerah-daerah. Perhatikan, bagaimana “para elit” hanya memperhatikan orang terdekat, tim sukses dan keluarga, namun si janda, anak yatim piatu tidak diperhatikan.
Dari Firman Tuhan saat ini kita belajar bahwa sebagai warga gereja berani bersuara dalam mengkritisi ketidakadilan. Gereja dipanggil untuk melaksanakan misi Allah, yakni memihak kepada orang-orang yang tidak memperoleh haknya. Orang Kristen menjadi garda terdepan untuk menyuarakan keadilan. Kita belajar dari Sang Kepala Gereja, yakni Yesus. Ia tidak anti kepada penguasa.
Hal ini bisa terlihat kepada penjelasan-Nya kepada orang Farisi, “berikan kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Mat. 22:21b). Namun dipihak lain, kitab-kitab Injil mencatat dengan sikap yang kuat Yesus mengkritisi kekuasaan. Misalnya julukan diberikan kepada Herodes: “serigala” (Luk. 13:32) dan juga kepada Pilatus (Yoh. 19:21).
Kedua, gereja tidak hanya berani mengkritis, tetapi harus “memiliki nyali” untuk berjuang bersama mereka jika mereka tidak mendapatkan keadilan. Artinya tidak hanya mengkritis dari mimbar namun berani bertindak. Hal ini bisa dilakukan oleh gereja apabila gereja tidak terus menerus “tada tangan” kepada penguasa. Nabi Amos berani karena dia tidak “mengikat” dirinya kepada penguasa, melainkan dia seorang peternak yang melakukan pekerjaannya sendiri.
Bukan berarti kita tidak bekerja sama dengan penguasa. Tidak. Membangun kerja, bermitra dengan berbagai lembaga untuk melayani masyarakat yang juga adalah warga gereja, namun ketika penguasa menyimpang dari nilai-nilai kebenaran dan keadilan maka di situ gereja harus menunjukkan nyalinya untuk menegakkan kebenaran. Kita juga belajar dari Yesus yang berani mengkritisi pemerintah pada waktu itu dan berani berkorban demi keselamatan umat manusia.
Pertanyaan refleksi untuk kita adalah: Aksi apa yang dilakukan oleh orang Kristen (gereja) jika penguasa melakukan ketidakadilan dan orang-orang kecil menjadi korban? Pengorbanan apa yang kita lakukan kepada orang-orang kecil, orang-orang miskin dan anak yatim piatu yang harus ditolong?
Ketiga, kasih dan keadilan seperti dua sisi mata uang. Hal itu terlihat di atas kayu salib. Kasih melalui pengorbanan dan pengampunan, namun keadilannya Yesus harus menerima hukuman. Allah hadir melalui nabi Amos untuk memberitakan hukuman bagi para pemimpin yang melakukan kejahatan.
Dari Firman Tuhan saat ini kita belajar, ada pengampunan namun ada hukuman sebab kita berada di negara hukum. Orang melanggar hukum harus bersedia menerima hukuman. Kita juga berada dalam sebuah lembaga gereja yang memiliki kode etik yang mengatur kita semua. Keadilan tidak hanya ditegakkan kepada orang-orang berbeda pendapat dengan kita, berbeda pilihan dengan kita, mengkritisi kita, namun kepada semua orang. Amin. FN. (*)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM di Google NEWS
Renungan Harian Kristen
Pdt. Frans Nahak
Jemaat Paulus Taebone
Klasis Amanuban Timur
POS-KUPANG.COM
Amos
Renungan Harian Kristen Kamis 28 Agustus 2025, Pendoa Bagi Indonesia |
![]() |
---|
Renungan Harian Kristen Rabu 27 Agustus 2025, Doakan Pertobatan Bangsa |
![]() |
---|
Renungan Harian Kristen Selasa 26 Agustus 2025, Garam dan Terang Bagi Bangsa |
![]() |
---|
Renungan Harian Kristen Senin 25 Agustus 2025, Negeri Yang Diberkati Allah |
![]() |
---|
Renungan Harian Kristen Minggu 24 Agustus 2025, Harapan: Negeri Yang Makmur |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.