DPR Versus MK
Anggota DPR Dilarang Istri Sahkan Revisi UU Pilkada
DPR) RI memutuskan menunda rapat paripurna pengesahan RUU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memutuskan menunda rapat paripurna pengesahan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Namun menyusul kemudian diputuskan pengesahan revisi UU Pilkada akhirnya dibatalkan.
Hal itu terjadi karena banyak anggota DPR RI yang tidak hadir dalam sidang paripurna tersebut. Wakil Ketua Baleg DPR RI, Achmad Baidowi atau Awiek mengatakan bahwa mayoritas anggota DPR RI tidak hadir karena dilarang oleh masyarakat yang menjadi konstituennya.
Tak hanya itu, kata Awiek, ada juga anggota DPR yang tidak hadir lantaran dilarang berangkat ke sidang paripurna DPR oleh istrinya.
"Orang tidak kuorum itu karena misalkan ditelepon istrinya suruh jangan berangkat, ditelepon masyarakatnya suruh jangan berangkat, itu kan aspirasi juga," kata Awiek di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (22/8).
Awiek menjelaskan bahwa laporan itu juga sudah disampaikan para anggota DPR itu kepada para pimpinan DPR. Namun, ia enggan merinci daftar nama anggota DPR yang menolak hadir dalam sidang paripurna tersebut.
"Lah iya, (laporannya) saya oleh konstituen dilarang untuk hadir ke paripurna ada yang begitu. Tidak usah saya sebutkan," jelasnya.
Di sisi lain, kata Awiek, ada pula anggota DPR yang tidak hadir karena menolak RUU Pilkada. Bahkan, beberapa diantara mereka turut mengunggah peringatan darurat berlatar biru sebagai bentuk penolakan.
Baca juga: DPR Tegaskan Pendaftaran Pilkada Pakai Putusan MK
"Ya, anggota DPR kan ada yang pasang-pasang begitu. Itu kan aspirasi dari publik," pungkasnya.
Direktur Lingkar Madani (LIMA) Indonesia Ray Rangkuti mewanti-wanti seluruh pihak untuk tidak lengah hanya karena DPR menunda kemudian mengaku bakal membatalkan pengesahan Revisi UU Pilkada
Ia curiga penundaan ini sebagai akal-akalan DPR hanya untuk menurunkan tensi gelombang penolakan terhadap RUU Pilkada.
"Jadi, mereka tunda tapi kalau mereka lihat suasananya makin adem lagi, nanti mereka paripurna lagi," kata Ray di kawasan Gedung MK, Jakarta, Kamis (22/8).
Ray mengungkit pada 2019 lalu misalnya, DPR pernah mengibuli masyarakat dengan menunda pengesahan UU Omnibus Law. Namun, tiba-tiba tengah malam DPR mengetok palu mengesahkan UU tersebut.
RUU Pilkada ini dikhawatirkan oleh Ray dapat terjadi serupa seperti pengesahan Omnibus law.
"Oleh karena itu kita civil society yang menolak harus mengawalnya. Jangan lengah. Bisa jadi nanti tengah malam," tuturnya. (tribun network/mar/wly)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.