Renungan Harian Kristen

Renungan Harian Kristen, Menderita: Siapa Takut? I PETRUS 4:12-19

Yesus juga mengatakan bahwa ada dua pintu, yakni pintu yang lebar dan pintu yang sempit. Ikut Tuhan harus melewati pintu yang sempit. 

Editor: Oby Lewanmeru
DOK PRIBADI
Pdt. Frans Nahak, M. Th.  

Oleh: Pdt. Frans Nahak, M. Th. 
 

POS-KUPANG.COM - Setiap orang berusaha menghindar dari penderitaan. Apa itu penderitaan? Secara umum penderitaan adalah menanggung sesuatu yang tidak menyenangkan.

 Kata “penderitaan” berasal dari kata dasar “derita” yang berarti keadaan yang menyedihkan seperti kesengsaraan dan penyakit yang harus ditanggung.

Penderitaan diartikan sebagai sakit secara jasmani, tapi bisa juga secara psikologis seperti tekanan emosi atau perasaan.

Dalam bacaan kita saat ini, penderitaan yang dialami oleh orang-orang percaya pada waktu itu adalah penderitaan secara fisik, mental dan psikologis.

Penderitaan yang mereka alami menurut rasul Petrus adalah penderitaan di dalam Tuhan. 

Sikap orang yang menderita di dalam Tuhan berbeda dengan sikap orang yang menderita di luar Tuhan. 
Penulis surat ini adalah rasul Kristus yang paling terkenal, yakni  Petrus, rasul Yesus Kristus. Kita melihatnya dalam 1:1

“Dari Petrus, rasul Yesus Kristus”. Jelaslah bahwa yang dimaksudkan adalah Petrus yang sering kali disebutkan dalam Injil dan Kisah Para Rasul. 

Surat Petrus ini kepada umat beriman yakni orang-orang pendatang yang tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia.

Petrus mengingatkan dan menasihati saudara-saudaranya yang hidup dalam penderitaan. Mereka menderita aniaya karena pemberitaan Injil. Penderitaan merupakan bentuk pertanggungjawaban iman mereka kepada pemimpin pada waktu itu.

Orang Kristen dihambat (1:6-7; 3:14, 17; 1:12-14; 5:8-9), dan diejek (3:9, 16). 

Selain itu, surat ini juga menekankan tentang pengharapan, sehingga Petrus ingin mendorong jemaat hidup sesuai dengan pengharapan yang mereka terima melalui Kristus.

Baca juga: Renungan Harian Kristen Rabu 21 Agustus 2024, Martabat dan Tanggung Jawab Perempuan

Ia memberikan bimbingan praktis bagi relasi mereka dengan orang lain dan secara khusus mendorong mereka tetap bersukacita dalam penderitaan demi pelayanan. Ada beberapa catatan:

Pertama, ayat 12-13, Petrus mengingatkan jemaat untuk mereka tidak kaget dengan penderitaan yang mereka alami. Penderitaan tersebut “panas’ seperti api, namun penderitaan tersebut merupakan ujian bagi orang-orang percaya.

Rasul Petrus berharap ujian tersebut tidak membuat mereka meninggalkan iman mereka kepada Yesus Kristus. Ia mengingatkan jemaat agar tidak memikirkan penderitaan yang akan mereka alami sebab penderitaan tersebut adalah konsekuensi sebagai pengikut Kristus. Oleh karena itu, orang percaya merespons penderitaan dengan bersukacita. 

Petrus menyebut kalimat sukacita sebanyak empat kali dengan memakai kata yang hampir bersamaan. “Bersukacitalah … bergembira dan bersukacita ... Berbahagialah …”  Kata ini sangat penting mengingat kondisi jemaat yang sedang dalam penganiayaan.

Kata “bersukacitalah” dalam bahasa Yunani suatu perintah atau dorongan  yang harus dilakukan supaya orang percaya tetap bersukacita sekalipun mereka    mengalami penderitaan dan siksaan dari orang-orang yang tidak mengenal Tuhan

Kedua, (ay. 14-16), bertitik tolak dari bersukacitalah, Petrus mengatakan bahwa sebuah kebahagiaan jika kamu dinista karena nama Kristus bukan karena melakukan kejahatan. Bukan sebagai pembunuh atau pencuri atau penjahat atau pengacau.

Ketika mereka bersukacita dalam penderitaan hal itu menandakan bahwa Roh Allah ada di tengah-tengah persekutuan jemaat.

Oleh karena itu janganlah malu, melainkan memuliakan Allah dalam nama Yesus Kristus.
Ketiga, (ay. 17-19), Petrus berbicara tentang penghakiman. Menurut Petrus, penghakiman itu dimulai dari persekutuan orang-orang percaya.

Orang percaya saja dihakimi apalagi mereka yang tidak percaya? Penghakiman berhubungan dengan keselamatan yang akan diperoleh orang percaya.

Petrus mengutip Amsal 11:31 yang berbunyi, “kalau orang benar menerima balas di atas bumi, terlebih lagi orang fasik dan orang berdosa”.
Amsal tidak berbicara tentang penghakiman di akhir zaman, tetapi hukuman Allah bagi semua orang.

Petrus menghubungkan ayat itu dengan penderitaan yang dialami oleh orang percaya kepada Kristus, bahwa orang yang tidak percaya menyebabkan penderitaan kepada orang-orang percaya, mereka akan menerima hukuman yang paling berat.

Petrus menggunakan istilah “orang benar” bukan orang percaya. Namun yang menjadi catatan kita bahwa kita dibenarkan karena percaya kepada Yesus Kristus. Oleh karena itu, Petrus mengingatkan bahwa orang yang menderita karena kehendak Allah menyerahkan hidupnya kepada Allah dengan selalu berbuat baik.       

POKOK-POKOK RENUNGAN

Pertama, mengikut Tuhan pasti mengalami penderitaan. Oleh karena itu, jangan berpikir bahwa menjadi pengikut Kristus supaya jangan ada penderitaan, sehat-sehat selalu, tidak berkekurangan, tidak mengalami kerugian dalam usaha, binatang buas tidak masuk merusak tanaman di kebun, tidak gagal panen, tidak gagal ikut tes PNS, P3K, dst. Jika berpikir demikian, maka jangan ikut Tuhan sebab kata Yesus barang siapa yang ikut Yesus pikul salibnya dan menyangkal diri.

Yesus juga mengatakan bahwa ada dua pintu, yakni pintu yang lebar dan pintu yang sempit. Ikut Tuhan harus melewati pintu yang sempit. 

Ikut Tuhan pasti mengalami penderitaan dan juga kegagalan, namun ada “tetapinya” sebab penderitaan yang akan kita alami tidak seperti yang Yesus alami. Penderitaan yang berat telah Yesus pikul.  

Penderitaan yang kita alami hanya untuk menguji iman kita dan kesetiaan kita kepada-Nya. Tuhan akan memampukan kita untuk memikul penderitaan kita, bahu kita ada bahu-Nya, lutut kita adalah lutut-Nya untuk melangkah bersama kita dalam penderitaan.

Tangisan kita adalah tangisan-Nya. Itulah alasan mengapa Petrus mengatakan bahwa bersukacitalah dalam penderitaan yang akan kita alami. Kesedihan karena kegagalan bukan akhir dari segala sesuatu sebab ada maksud Tuhan untuk kita terus berefleksi dan belajar dalam  mengikuti Yesus. 

Roh Kudus yang ada di tengah-tengah kita untuk memampukan kita, sehingga kita berkata: menderita, siapa takut? Asalkan kita menderita bukan karena berbuat jahat, melainkan karena melakukan kebenaran. Oleh karena itu kita harus membedakan mana menderita di dalam Tuhan dan menderita di luar Tuhan (bisa mengajak jemaat menyebut contoh penderitaan di dalam Tuhan dan penderitaan di luar Tuhan).

Kedua,  jangan malu atau takut menderita karena berbuat benar, berbuat baik dan memperjuangkan keadilan. Ketika berbuat baik dan benar jangan takut kepada tuan tanah, ‘bapak pohon”  atoin amaf, suami, istri, orang tua, pendeta, majelis rayon, ketua persekutuan doa, kepala desa, sebab Tuhan bersama-sama dengan kita. Malulah dan takutlah kepada Tuhan, jika kita tahu bahwa itu salah namun kita tidak kasih tahu, kita tahu bahwa ini benar namun kita tidak melakukan.

Hukuman berat jika kita malu dan takut berbuat benar. Karena itu katakan, menderita karena kebenaran, siapa takut?

Ketiga, sikap orang yang menderita karena Kristus berbeda dengan sikap orang menderita di luar Kristus. Orang yang menderita di dalam Kristus tidak kehilangan pengharapan, tidak stres dan putus asa, apalagi hendak membunuh diri, karena dia tahu bahwa Tuhan ada bersama-sama dengan dia.

Tuhan akan menolongnya dengan cara-Nya. Berbeda dengan orang yang mengalami penderitaan di luar Tuhan, yaitu putus asa, stres, bahkan ada yang hendak mengakhiri hidupnya karena ia beranggapan bahwa tidak ada orang mampu menolongnya. Apakah saat ini kita mengalami penderitaan? Apa penyebab penderitaan? Menderita karena kebenaran, siapa takut? Amin. (*)

(Penulis adalah Pendeta di Jemaat Paulus Taebone, Klasis Amanuban Timur)

 Ikuti Berita POS-KUPANG.COM  lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved