Pilkada Serentak 2024

Tak Ada Lagi Kotak Kosong di Pilkada

Mahkamah Konstitusi (MK) memastikan partai non seat alias tidak memiliki kursi di DPRD dapat mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubenur.

|
Editor: Alfons Nedabang
KOLASE POS-KUPANG.COM
Ilustrasi Kotak Kosong di Pilkada. 

"Paslon yang diusulkan parpol, berbasis pada perolehan suara sah. Sedangkan, paslon perseorangan berbasis pada dukungan KTP pemilih," ungkapnya.

Dalam petitumnya, Partai Buruh dan Partai Gelora meminta MK, menyatakan Pasal 40 Ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "dalam hal partai politik atau gabungan partai politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat 1, jika hasil bagi jumlah akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum Anggota Dewan Perwakailan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan menghasilkan angka pecahan, maka dihitung dengan pembulatan ke atas".

Alasan MK

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan pengujian Undang-Undang (UU) Pilkada, yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora, terkait pengusungan partai non seat DPRD.

Hal ini sebagaimana Putusan MK 60/PUU-XXII/2024, yang dibacakan dalam sidang pengucapan putusan di gedung MK, Jakarta.

Ketentuan tersebut diatur pada Pasal 40 Ayat (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada).

Pasal tersebut berbunyi, "Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah."

Dalam persidangan, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan alasan atau pertimbangan Mahkamah untuk mengabulkan gugatan a quo.

Ia menjelaskan, Pasal a quo telah kehilangan pijakan. Selain itu, Mahkamah juga menilai ketentuan sebagaimana Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada tersebut tidak ada relevansinya lagi untuk dipertahankan.

Hal itu dikarenakan, kata Enny, jika dibiarkan, berlakunya norma Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada tersebut secara terus menerus dapat mengancam proses demokrasi yang sehat.

Baca juga: Putusan MK Buka Jalan bagi Anies Baswedan dan PDIP Maju di Pilgub Jakarta

"Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 telah kehilangan pijakan dan tidak ada relevansinya untuk dipertahankan, sehingga harus pula dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," ucap Enny, membacakan pertimbangan hukum Putusan MK 60/PUU-XXII/2024.

Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan nomor 60 kini menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD.

Terhadap putusan itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) bakal segar mempelajari seluruh isi putusan tersebut. Kemudian mereka bakal melakukan komunikasi dengan pihak pemerintah dan DPR selaku pembentuk undang-undang.

"KPU RI akan mempelajari semua putusan MK berkaitan dengan pasal-pasal yang mengatur tentang pencalonan yang termaktub di dalam UU Pilkada," kata Anggota KPU RI Idham Holik saat dikonfirmasi, Selasa (20/8).

"Pasca-KPU mempelajari semua amar putusan, terkait dengan pasal-pasal dalam UU Pilkada tersebut, KPU RI akan berkonsultasi dengan pembentuk UU dalam hal ini pemerintah dan DPR," sambungnya.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved