Berita Timor Tengah Utara
Peneliti Monash University Indonesia dan Jurnalis Gelar Workshop Dampak Perubahan Iklim
harus dikenali dan diantisipasi sejak tahun 1990an dan dunia gagal dalam mencegah perubahan iklim ini.
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Dionisius Rebon
POS-KUPANG.COM, KEFAMENANU - Peneliti dari Monash University berkolaborasi dengan jurnalis yang tergabung dalam The Society of Enviromental Journalists (SIEJ) Simpul Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur menggelar workshop perihal dampak perubahan iklim terhadap kaum rentan, 8 Agustus 2024.
Workshop tersebut digelar secara online.
Mayoritas negara di dunia berkomitmen mengatasi perubahan iklim dan mencapai target penurunan suhu 1,5 derajat. Target ini sebenarnya masuk akal, namun mesti segera dikejar dalam waktu yang terbatas.
Dalam workshop tersebut Wakil Rektor Bidang Riset Monash University Indonesia, Professor Alex Lechner mengatakan, upaya mengatasi perubahan iklim hanya bisa dilakukan dengan kolaborasi dan kerja sama. Selain pemerintah dan pengusaha, masyarakat dan semua stakeholder juga mesti dilibatkan dalam hal ini
Baca juga: BREAKING NEWS: Lakalantas di Jalan Trans Timor Raya, Timor Tengah Utara Renggut Dua Pemuda
Upacara mengatasi perubahan iklim ini mesti dilakukan dengan perubahan yang transformatif melalui pangan yang dikonsumsi, pakaian yang dikenakan sampai pada energi yang diguna.
Semestinya perubahan iklim ini harus dikenali dan diantisipasi sejak tahun 1990an dan dunia gagal dalam mencegah perubahan iklim ini. Bahkan tahun 2023 merupakan tahun dimana bumi mengalami suhu terpanas.
Ia mengakui bahwa, data tentang tentang Indonesia sangat terbatas. Di sisi lain, dampak perubahan iklim banyak ditemukan di Indonesia seperti; kekeringan, kebakaran, longsor, banjir dan lain sebagainya.
Tantangan terbesarnya adalah Indonesia menjadi salah satu dari 30 negara paling rentan terdampak perubahan iklim dan rentan terjadi banjir akibat kenaikan permukaan air laut. Sementara Indonesia juga memainkan peran sentral dalam transisi energi global. Pasalnya, Indonesia merupakan tempat penting untuk penyimpanan karbon.
Hutan di Kalimantan dan Sumatera memiliki kapasitas yang tidak jauh berbeda dengan hutan Amazon. Indonesia juga terkategori produsen bahan bakar fosil terbesar.
"Kita sama-sama tahu bahwa di Sulawesi dan Maluku memiliki cadangan nikel yang sangat besar, yang kita butuhkan untuk solar panel, kendaraan listrik dan baterai listrik,"ungkapnya.
Tantangan paling utama dan nyata adalah ketimpangan pada aspek dampak positif dan negatif. Dampak negatifnya adalah masyarakat miskin dan rentan menjadi korban dari transisi energi dan tambang nikel. Sedangkan orang-orang kaya mendapatkan keuntungan dari kebijakan transisi energi.
Alex berharap, semua kebijakan dan strategi bisa membawa manfaat dan berdampak positif terhadap kelompok rentan. Riset ini bertujuan membangun model ketahanan inklim bagi kelompok rentan di Indonesia Timur.
Alasan mendasar peneliti ini hadir untuk memberikan kontribusi dan menghubungkan Indonesia secara global.
"Kami ingin dengan riset ini adalah kesempatan untuk peneliti, pemerintah, dan masyarakat sipil Indonesia untuk berbagi pengetahuan dan keahlian,” tegas Alex.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.