Breaking News

Liputan Khusus

Lipsus - Tuntutan Biaya Pendidikan Anak, Warga Sumba Timur Gadaikan Ratusan Tenun Ikat

Bahkan desakan ekonomi dan kebutuhan pendidikan memaksa pengrajin untuk memggadaikan kain tenun ikat atau pahikung di Pegadaian.

Editor: Ryan Nong
POS-KUPANG.COM/CHRISTIN MALEHERE
Tenun ikat dan pahikung yang tersimpan rapi di depan Pos Security Kantor Pegadaian Cabang Prailiu, Sumba Timur, Kamis 1 Agustus 2024 

POS-KUPANG.COM, WAINGAPU - Sejak dulu, Kabupaten Sumba Timur terkenal akan tradisi tenun ikat. Tenun ikan menyimpan nilai luhur dan dapat menjadi penentu status sosial seseorang.

Hingga saat ini, tenun ikat maupun Pahikung menjadi barang yang bernilai ekonomi dengan harga jual tinggi. Terlebih jenis tenun ikat yang dibuat menggunakan benang asli, nilainya berkisar puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Akan tetapi, menggantungkan hidup dari tenun ikat bukanlah pilihan yang tepat, pasalnya tenaga untuk membuat selembar tenun ikat tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh.

Baca juga: Lipsus - Siswa SMA di NTT Mulai Pulang Petang

Bahkan desakan ekonomi dan kebutuhan pendidikan memaksa pengrajin untuk memggadaikan kain tenun ikat atau pahikung di Pegadaian.

Disaksi Pos Kupang, Kamis (1/8) di Kantor Pegadaian Cabang Prailiu, terlihat belasan lembar kain tenun ikat dan pahikung terlipat rapi di depan pos security. Tenun ikat dan pahikung tersebut berasal dari masyarakat pengrajin tenun ikat yang menggadaikannya demi menjawab kebutuhan mendesak.

Juliana Koroh, warga Kelurahan Kambaniru, mengaku sudah biasa menggadaikan beberapa lembar kain tenun miliknya ke Kantor Pegadaian terdekat.

"Saya sudah berulangkali gadai kain tenun ikat di Kantor Pegadaian dan biasanya harga per lembar itu bisa Rp 400.000, ada juga Rp 500.000. Jadi kalau ada dua sampai tiga kain. Kami bisa dapat lebih banyak uang hasil gadai," ungkap Juliana.

Terkait uang gadai tenun ikat, Juliana menjelaskan bahwa digunakan untuk membayar biaya pendidikan anak atau digunakan saat kebutuhan mendesak. Terlebih jika ada keluarga yang mengalami dukacita, dan kejadian tak terduga lainnnya.

"Paling berat saat musim masuk sekolah, atau tahun ajaran baru. Banyak biaya yang harus dikeluarkan, maka pilihan terakhir harus gadai tenun ikat. Nanti kami tebus kembali apabila sudah punya uang lebih," ujarnya.


Terima 400 Lembar

Penafsir pada Kantor Pegadaian Prailiu, Hans Berry kepada Pos Kupang menjelaskan, Kantor Cabang Prailiu punya tiga Kantor Cabang Pembantu di Matawai, Kawangu, dan Malolo. Semua kantor cabang pembantu tersebut menerima gadai tenun ikat dan Pahikung.

"Khusus di wilayah Sumba, Kantor Pegadaian menerima tenun ikat dan pahikung sebagai salah satu komoditas selain emas, barang elektronik, surat kendaraan, atau benda berharga lainnya. Sebab, mayoritas mata pencaharian masyarakat sebagai pengrajin tenun ikat, dan sudah dilakukan sejak tahun 2005 hingga sekarang" ungkap Hans.

Sehubungan dengan jumlah kain tenun ikat dan pahikung yang diterima Kantor Pegadaian Cabang Prailiu dalam sebulan khusus tahun ajaran baru bisa mencapai 400 lembar. Sedangkan bulan-bulan lainnya normalnya berkisar 50- 100 lembar.

Terkait harga gadai tenun ikat yang bisa diberikan Kantor Pegadaian sambung Hans, cukup bervariasi tergantung hasil survei harga pasaran yang bisa diterima oleh pihak penggadai.

"Harga gadai tenun ikat yang diberikan oleh Pegadaian sesuai hasil survei dari sejumlah galeri tenun ikat setempat. Pegadaian juga akan memberikan harga gadai yang pantas, sesuai ketentuan berlaku," tambah Hans.

Adapun harga gadai tenun ikat dan pahikung yang diberikan oleh Pegadaian biasanya mulai dari Rp 400.000 untuk tenun ikat biasa, dan ada juga harga Rp 500.000. Bahkan yang paling mahal bisa mencapai Rp 1,25 juta.

"Harga gadai kain tenun dan pahikung saat ini nilainya turun drastis pasca Covid-19, dengan harga paling tinggi mencapai Rp 1,25 juta. Sementara itu, harga gadai tenun ikat sebelum Covid-19 bisa mencapai Rp 2,5 juta per lembar. Untuk tenun ikat benang asli, dan tenun ikat benang biasa (toko) harganya bisa berkisar Rp 1,5 juta sampai Rp 1,8 juta per lembar," rinci Hans.

Dikatakan, bunga gadai pada semua jenis barang gadaian termasuk tenun ikat dan pahikung cukup terjangkau dengan besarnya 0,75 persen dari nilai gadai dalam kurun waktu 15 hari.

"Kami beri kesempatan untuk menebus barang gadai dengan bunga sebesar 0,75 persen berjangka waktu 15 hari. Artinya jika tidak ditebus dalam kurun waktu tersebut, maka barang gadaian itu diumumkan untuk dilelang secara terbuka," terang Hans.

Perihal syarat gadai cukup mudah, hanya menyertakan KTP asli dan fotocopy KTP serta barang yang mau digadaikan sebagai jaminan.

"Untuk kain tenun yang digadaikan biasanya para penggadai akan menebusnya kembali dengan membayar pinjaman disertai bunganya. Namun ada juga yang sudah melepaskannya dan tidak lagi datang untuk menebus kembali, sehingga kain-kain tersebut selanjutnya dilelang Kantor Pegadaian," terang Hans. 

Sangat Merugikan Pengrajin

KEPALA Dinas Koperasi dan UMKM Sumba Timur, Yulius Ngenju mengakui kondisi miris yang dihadapi para pengrajin tenun ikat. Selain itu, akibat kondisi terdesak termasuk tuntutan biaya pendidikan maka warga terpaksa harus menggadaikan tenun ikat atau pahikung miliknya di Kantor Pegadaian.

Di samping itu, pemerintah juga belum memiliki tempat khusus untuk menampung semua tenun ikat yang dihasilkan para pengrajin, sehingga masih banyak tenun ikat yang dijual bebas dan dipermainkan harga pasar dan sangat merugikan pengrajin.

Namun demikian, lanjutnya, kondisi tersebut menjadi catatan kritis bagi pemerintah daerah agar mengambil langkah dan kebijakan yang diharapkan mampu untuk melindungi para pengrajin tenun ikat sehingga terhindar dari penafsiran harga tenun ikat yang abal-abal dan sangat merugikan pihak pengrajin.

"Kami berpikir ke depannya untuk membuat hak paten dan mendaftarkannya di Lembaga HAKI yang khusus bagi tenun ikat tentunya diikuti harga jual yang layak dan pantas agar tidak merugikan para pengrajin tenun ikat,” jelasnya.

Selain itu tambah Yulius, pemerintah memberikan perhatian berupa bantuan benang, peralatan, dan modal usaha bekerjasama dengan perbankan maupun koperasi melalui pinjamam KUR, agar memberikan kemudahan bagi pengrajin tenun ikat

Lemahnya Industri Pariwisata

Ketua DPRD Sumba Timur, Oemar Ali Fadaq mengatakan, tenun ikat yang masuk ke Kantor Pegadaian sudah berlangsung lama dan tidak bisa dibendung.

Walau demikian, terhadap aktivitas gadai-menggadai tenun ikat, hingga saat ini masih dalam batas wajar, sebab pengrajin menebus kembali kain yang digadainya. Saat lelang oleh Kantor Pegadaian, sebagian besar yang tersisa hanya kain tenun ikat yang kualitasnya kurang bagus.

Artinya, tambah Ali Fadaq, terjadi pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh pegadaian, namun keberadaan kain tenun ikat bisa masuk ke Kantor Pegadaian menjadi keprihatinan bersama. Hal ini tentu menunjukkan bahwa lemahnya industri pariwisata di Sumba Timur.

"Kain tenun ikat yang dibuat untuk mendukung pariwisata daerah, namun kurangnya kunjungan wisatawan membuat pengrajin kesulitan memasarkan kainnya. Dengan demikian, pilihannya gadai kain tenun ikat, namun sifatnya sementara karena akan ditebus kembali," ungkap Ali.

Terhadap masalah kunjungan pariwisata, lanjutnya, pemerintah daerah harusnya peka, dan harus melakukan pendekatan dengan pengelola maskapai penerbangan. Juga membuat laporan secara terstruktur dan masiv kepada pemerintah pusat agar dapat mengatur ambang batas harga tiket pesawat ke wilayah Timur Indonesia khususnya ke Sumba Timur. Sebab, kondisi tiket pesawat saat ini terlampau mahal dan membuat masyarakat menjerit.

"Melonjaknya harga tiket pesawat berdampak pada banyak hal, bukan saja pada ekonomi pariwisata, namun orang menolak berinvestasi, serta lainnya," tambahnya.

Harapannya sambung Ali Fadaq, pemerintah daerah mengambil sikap dan kebijakan yang tepat agar dapat mendukung keberadaan dan memberikan perlindungan maksimal kepada tenun ikat yang dihasilkan oleh pengrajin. (zee)

 

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved