Renungan Harian Kristen

Renungan Harian Kristen Minggu 4 Agustus 2024, "Mengakui Tuhan Dalam Kata dan Tindakan"

Dunia semakin canggih dan pengetahuan semakin tinggi, namun nilai keteladanan semakin menurun. Kita mengalami degradasi moral,

Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/HO-DOK
Pdt. Frans Nahak, S.Th 

MENGAKUI TUHAN DALAM KATA DAN TINDAKAN (1 SAMUEL 2:27-36)
Pdt. Frans Nahak, M.Th

Indonesia dikenal dengan bangsa yang religius, sebagai mana tercermin dalam ideologi negara Indonesia Pancasila. Pada sila pertama yang menyebutkan “Ketuhanan yang Maha Esa”. Oleh karena itu, sering konflik sosial, politik, dan ekonomi ditarik ke wilayah agama untuk mendapatkan dukungan yang lebih banyak dari pemeluknya. Tindakan kekerasan mengatasnamakan agama tidak hanya terjadi antar umat beragama, tetapi juga di antara sesama pemeluk agama.

Dalam negara yang sangat religius ini, banyak pemimpin agama dan pemimpin bangsa mempertontonkan sikap moral yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama yang diimani. Kita bisa menyaksikan peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini. Misalnya, judi online yang dikendalikan oleh sosok inisial “T” yang masih misterius. Kemudian sidang kasus “V” di Cirebon.

Anak seorang politikus yang resmi jadi tersangka setelah menganiaya pacarnya. Persoalan-persoalan tersebut yang nampak di permukaan, namun ada banyak kasus yang terjadi dalam masyarakat dan jemaat yang ditutupi. Pelakunya adalah orang-orang yang diharapkan menjadi contoh kepada jemaat dan masyarakat.

Dunia semakin canggih dan pengetahuan semakin tinggi, namun nilai keteladanan semakin menurun. Kita mengalami degradasi moral, ironinya hal terjadi dalam negara yang sangat religius.

Bulan ini kita memasuki Bulan Kebangsaan GMIT. Di minggu pertama perenungan kita tentang keluarga imam Eli.

Cerita ini terjadi sebelum peralihan kepemimpinan dari Teokrasi (pemerintahan oleh Tuhan) ke monarki (pemerintahan yang dipimpin oleh seorang raja). Dalam kepemimpinan Teokrasi, seorang imam sekaligus juga hakim untuk menghakimi bangsa itu. Eli merupakan hakim yang ke-14 sebelum Samuel.

Seorang imam menjadi pusat perhatian  umat. Dalam bacaan ini, seorang abdi Allah bernubuat tentang keluarga Eli. Mengapa? Kita mencatat beberapa hal:

Pertama, perilaku anak-anak Imam Eli (1 Sam. 2:12-17, 22-25; 3:13c).

Anak-anak Eli disebut sebagai anak-anak dursila, yang artinya anak yang tak berharga, tak bernilai. Terjemahan lama LAI mengatakan bahwa anak-anak Eli orang jahat, sedangkan Jewish Bible menerjemahkan dengan istilah bajingan, bangsat. Kata ini biasanya digunakan untuk menyebut orang-orang dursila (Ul. 13:13; Hak. 19:22; I Sam 2:12; II Taw 13:7), atau saksi yang tidak berguna (Amsal 19:28).

Anak-anak imam Eli tidak memiliki pengenalan personal dan akrab dengan Tuhan, walaupun ayah mereka adalah seorang imam. Mereka tidak memiliki sikap hormat kepada Tuhan. Mereka pasti diajarkan tentang Tuhan dan mengenal Tuhan, sebab menurut tradisi Yahudi, anak-anak yang umur lima tahun sudah diperkenalkan dengan ajaran agama Yahudi. Namun kita tidak memperoleh informasi mengapa perbuatan anak-anak imam Eli begitu jahat. Kita bisa menduga bahwa mereka sengaja tidak menghormati Tuhan. Sikap ini terwujud secara praktis dilakukan depan umat Israel secara terbuka.

Kedua, anak-anak imam Eli tidak mengindahkan batas hak para imam (ay.13 baca: Bilangan 18:21-24). Mereka tidak hanya perbuat sesekali saja tetapi kepada semua orang Israel yang datang mempersembahkan kurban bakaran di Silo. Suatu tindakan yang disengaja dan sudah menjadi kebiasaan. Perilaku mereka tidak sesuai dengan status mereka sebagai anak-anak imam. Mereka tidak mengindahkan Tuhan.

Ketiga, anak-anak imam Eli menyalahgunakan jabatan orang tuanya sebagai imam. Mereka memaksa orang-orang Israel dengan mengatas-namakan imam, Eli, ayah mereka. Apakah benar bahwa imam Eli lebih suka daging yang masih segar untuk dipanggang bagi dirinya?

Eli pun turut menikmati hasil rampasan itu. Anak-anak imam Eli telah menyalahgunakan kedudukan dan otoritas ayah mereka. Perilaku yang justru mempermalukan ayah mereka. Bahkan mereka mengancam akan mengambil dengan cara kekerasan. Selain itu, anak-anak imam Eli berlaku tindak amoral dan berzina dengan meniduri para wanita yang melayani di depan Kemah Suci.

Keempat, sikap imam Eli sebagai ayah (2:22-25; 3:13b). Imam Eli sebagai ayah, melihat perilaku anak-anaknya, hanya berkata: “mengapa kamu melakukan hal-hal yang begitu?”, terjemahan literal dari teks Ibraninya “mengapa kalian telah lakukan semua itu?” (2:23a). Kalimat berikutnya: “sehingga kudengar dari segenap bangsa ini tentang perbuatan-perbuatanmu yang jahat itu.” Eli hanya mengatakan: “Janganlah anakku; sebab bukan yang baik berita yang aku selalu dengar, bahwa kamu selalu menyebabkan pelanggaran umat Tuhan.” Kata “janganlah”, dari teks Ibrani la; (al) adalah larangan yang tidak tegas, yaitu “tidak boleh”. Di pasal 3:13b dicatat bahwa walaupun Eli telah mengetahui semua perilaku anak-anaknya yang menghujat Allah, tetapi ia tidak memarahi mereka.” (3:13b).

Kemudian ayat 27, Tuhan mengutus seorang nabi-Nya datang kepada imam Eli untuk menyampaikan Firman-Nya. Dalam teks tidak dituliskan nama nabi itu. Barangkali dia adalah salah seorang anggota dari rombongan nabi yang berkeliling secara aktif sesuai pimpinan Tuhan untuk menyampaikan Firman Tuhan. Respons Tuhan pertama-tama ditujukan kepada imam Eli, karena dia adalah pemimpin, ayah dan sekaligus imam di tengah umat Tuhan. Tuhan menuntut pertanggung-jawaban.

Sebelum Tuhan mengungkapkan teguran-teguran tegas kepada imam Eli, terlebih dahulu Tuhan menjelaskan ulang apa status dan tugas serta hak-hak yang dimiliki Eli.

Ayat 27-28.

1. Tuhan mengingatkan kembali penetapan keimaman Harun sudah dimulai pada  waktu bangsa Israel masih berada di Mesir. Tuhan-lah yang telah memilih imam Harun, nenek moyang imam Eli, secara turun-menurun bagi untuk melayani Tuhan.

2. Tugas imam adalah mempersembahkan korban dan memakai baju efod di hadapan Tuhan, artinya sebagai wakil Tuhan untuk menyatakan keputusan-keputusan-Nya, pengampunan Tuhan kepada orang berdosa yang datang membawa kurban bakaran, dan juga untuk menyampaikan Firman-Nya.

3. Tuhan telah menyerahkan semua korban bakaran umat Israel untuk dilaksanakan Harun sebagai imam sebagaimana tertulis dalam kitab Taurat.

Setelah itu, Tuhan memberi teguran tegas kepada imam Eli dalam bentuk pertanyaan (ay. 29). Penekanan kalimatnya dalam bentuk kalimat retoris, yaitu pertanyaan yang tidak perlu jawaban, sebab si penanya dan yang ditanya sudah tahu jawabannya. Pertanyaan itu, terkandung persoalan yang sedang terjadi, yang mendapat perhatian Tuhan.

Pertama, mengapa engkau memandang dengan loba kepada korban sembelihan-Ku dan korban sajian-Ku, yang telah Kuperintahkan?

Kedua, mengapa engkau menghormati anak-anakmu lebih dari pada-Ku?

Ketiga, mengapa  engkau menggemukkan dirimu dengan bagian yang terbaik dari setiap korban sajian umat-Ku Israel?

Arti dari pertanyaan adalah: Tuhan menilai bahwa imam Eli tidak menghargai kurban persembahan yang dibawa oleh umat Israel. Ia lebih menghormati anak-anaknya dari pada menghormati Tuhan. Dia tidak berani tegas kepada anak-anak. Oleh karena itu, Tuhan menyatakan kekudusan dan keadilan-Nya atas perilaku anak-anak imam Eli, sebagaimana dijelaskan di pasal ay. 30-36.

Pertama,  Tuhan membatalkan janji-Nya. Kedua, umur dari keturunan imam Eli tidak sampai menjadi kakek, artinya pendek saja. Ketiga, Tuhan menghukum anak-akannya, Hofni dan Pinehas akan mati. Hal ini digenapi pada saat terjadi peperangan Israel melawan bangsa Filistin (pasal 4:11). Keempat, Tuhan akan menghadirkan imam yang dapat dipercayai sehingga ia selalu hidup di hadapan Tuhan. Yang Tuhan maksudkan adalah Samuel. Kelima, Jika ada keturunan imam Eli yang masih tinggal, kelak akan meminta-minta supaya bisa mendapat sekerat roti untuk dimakan (ay. 36).

POKOK-POKOK RENUNGAN

Pertama, sikap beribadah kepada Tuhan harus nyata dalam sikap hidup bersama orang lain. Menghormati Tuhan dengan menjaga kekudusan peribadahan dan dinyatakan dalam menjaga kekudusan hidup. Sikap manusia tidak terpuji di hadapan sesama, maka sikap tersebut tidak terpuji di hadapan Tuhan. Persoalan yang terjadi di republik ini karena sikap hormat dan takut akan Tuhan dalam beribadah kepada Tuhan tidak dinyatakan dalam sikap hidup sehari-hari. Contoh-contoh yang disebutkan di awal renungan, dilakukan oleh orang-orang yang beragama, yang beribadah kepada Tuhan. Anak-anak imam Eli tidak menghormati Tuhan hal itu dinyatakan lewat sikap mereka kepada setiap orang Israel yang datang beribadah. Mereka melakukan hal-hal yang terpuji.  

Kedua, gunakan jabatan yang Tuhan beri untuk melayani bukan untuk menindas orang, mengenyangkan perut sendiri, perut keluarga, perut tim sukses dan memuaskan keinginan. Anak-anak imam Eli memanfaat jabatan tersebut imam ayah mereka. Tidak sedikit orang di sekitar kita menggunakan jabatan untuk menindas orang, memuaskan hasratnya dan mencari makan. Dulu sebelum menjabat, menyapa dan menjawab dengan lembut tetapi setelah memperoleh kedudukan sifatnya berubah; betapa kasarnya saat bicara.

Sebelum memperoleh jabatan, bertemu dengan orang-orang kecil memberi hormat dengan menyapa, tetapi setelah memperoleh jabatan, berjalan dengan leher tegak, diberi salam sengaja tak mendengar. Coba perhatikan, bagaimana penampilan anak-anak atau istri atau suami dari si pejabat. Hidup berfoya-foya karena memanfaat jabatan yang diberikan oleh Tuhan melalui rakyat. Rupanya, bukan hanya anak-anak imam Eli yang memanfaatkan jabatan, tetapi anak-anak manusia di zaman ini tidak jauh berbeda dengan anak-anak imam Eli. Firman Tuhan mengingat Anda dan saya supaya memanfaatkan jabatan yang dipercayakan untuk melayani sesama.

Ketiga, sebagai seorang pemimpin, imam, harus memiliki keberanian untuk menyatakan kebenaran kepada orang terdekat, keluarga kita bahkan orang yang membantu kita. Imam Eli tidak berani menegur dengan tegas anak-anaknya. Pelajaran bagi kita, sebagai pemimpin suara Anda dan saya jangan hanya lantang dan tajam, mengkritis orang-orang kecil, orang yang tidak ada hubungan dengan kita, namun tumpul kepada orang yang dekat dengan kita, apalagi dia pernah bantu kita.

Dosa pemimpin masa kini adalah hukuman dan disiplin tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Kita diingatkan oleh Firman Tuhan untuk tidak memandang bulu dalam menegakkan kebenaran.

Keempat, jika kita tidak menjaga kekudusan peribadahan dan kekudusan hidup, tidak menggunakan jabatan untuk melayani, tidak berani tegas mengatakan kebenaran kepada mereka yang dekat dengan kita, maka kepercayaan yang Tuhan berikan bisa diambil kembali, sebab jabatan dan kuasa adalah pemberian Tuhan.

Masih banyak orang, masih banyak gereja, yang menjaga kepercayaan Tuhan yang Tuhan pakai untuk melayani. Dalam bacaan ini, abdi Allah memberitahukan kepada Eli bahwa jabatan imam akan diberikan kepada Samuel.

Kelima, kita berada dalam perayaan bulan kebangsaan. Negara kita berideologikan Pancasila, dan segenap anak bangsa dari berbagai latar belakang mengikrarkan keimanan kita dalam sila pertama “Ketuhanan yang Maha Esa”. Setiap hari minggu dalam liturgi kita (GMIT), setelah mendengarkan Firman Tuhan kita semua berdiri dan mengikrarkan pengakuan iman di hadapan Tuhan dan jemaat-Nya.

Ikrar-ikrar ini tidak hanya dengan kata tetapi dinyatakan dalam tindakan untuk merawat kehidupan bersama sebagai warga negara. Pengakuan kita akan Tuhan membuat kita mampu menolak berbagai godaan-godaan dari dunia yang menggiurkan sehingga kita fokus pada panggilan kita sebagai warga gereja dan warga masyarakat. Amin. FN. (*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved