TPPO

Semua Pihak Harus Perkuat Kolaborasi untuk Melawan Modus TPPO yang Makin Beragam

Perdagangan orang kian mengerikan. Gerakan melawan mafia perdagangan orang harus gencar dilakukan oleh semua pihak.

Editor: Agustinus Sape
KOMPAS/SONYA HELLEN SINOMBOR
Suasana Pertemuan Nasional: Kolaborasi Multi Stakeholder untuk Menghentikan Perdagangan Orang, Rabu (31/7/2024), di Kota Batam, Kepulauan Riau. Pertemuan yang dibuka Ketua Jarnas TPPO Rahayu Saraswati Djojohadikusumo (kiri) dihadiri anggota Jarnas Anti TPPO yang merupakan perwakilan sekitar 30 organisasi masyarakat sipil yang selama ini melakukan pendampingan dan advokasi serta menyediakan rumah singgah dan rumah aman bagi korban perdagangan orang. 

POS-KUPANG.COM, BATAM - Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menyasar generasi muda Indonesia kian menjadi-jadi dengan modus yang beragam dan korban yang semakin meluas. Karena itu, upaya mencegah dan menghentikan TPPO harus diperkuat dengan meningkatkan kerja sama dan kolaborasi semua pihak.

Penguatan kolaborasi tersebut mendesak dilakukan mengingat hingga kini perekrutan dan pengiriman warga Indonesia ke sejumlah negara, terutama Kamboja, Myanmar, dan Thailand, untuk dipekerjakan di perusahaan penipuan daring (online scamming) dan judi daring terus berlangsung.

Demikian terungkap dalam Pertemuan Nasional: Kolaborasi Multi Stakeholder untuk Menghentikan Perdagangan Orang, Rabu (31/7/2024), di Kota Batam, Kepulauan Riau.

Pertemuan yang dibuka Ketua Jarnas TPPO Rahayu Saraswati Djojohadikusumo itu dihadiri anggota Jarnas Anti TPPO yang merupakan perwakilan dari sekitar 30 organisasi masyarakat sipil yang selama ini melakukan pendampingan dan advokasi, bahkan menyediakan rumah singgah dan rumah aman bagi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Dalam pertemuan itu juga terungkap bahwa di sejumlah daerah, perekrutan calon pekerja dilakukan terang-terangan, baik melalui media sosial maupun melalui keluarga dekat para korban.

Para korban terjerat iming-iming gaji yang tinggi, dibelikan tiket, dan diberangkatkan ke luar negeri hanya dengan menggunakan visa turis. Bahkan, diduga ada mafia TPPO yang mendirikan perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI) ilegal.

Kendati korban terus berjatuhan, upaya penegakan hukum mengalami tantangan dan hambatan. Sejumlah kasus yang dilaporkan organisasi layanan pendamping korban kepada kepolisian sering kali tidak ditindaklanjuti karena dianggap bukan termasuk TPPO.

Karena dianggap bukan TPPO, proses pemulangan para korban ke Tanah Air juga sering terkendala. Biaya pemulangan tidak ditanggung negara, tetapi harus ditanggung sendiri oleh korban.

Rahayu Saraswati menegaskan, pencegahan dan pemberantasan TPPO tidak mudah karena belum menjadi perhatian bersama. Karena itu, kehadiran Jarnas Anti TPPO sangat penting untuk melindungi para korban TPPO.

Ketua Panitia Pertemuan Nasional: Kolaborasi Multi Stakeholder untuk Menghentikan Perdagangan Orang Pastor Chrisanctus Paschalis Saturnus menegaskan, meskipun serangkaian upaya mencegah perdagangan orang telah dilakukan, masih ada saja kerentanan di masyarakat yang dimanfaatkan pelaku perdagangan orang untuk merekrut dan mengeksploitasi korban.

”Kita semua sepakat bahwa perdagangan orang adalah tindakan yang paling keji terhadap kemanusiaan dan kita juga tahu ada banyak modus yang terus berkembang. Yang paling menyedihkan, banyak korban berjatuhan,” papar Pastor Chrisanctus Paschalis.

Semua pemangku kepentingan, baik di pusat maupun di daerah, serta semua elemen masyarakat perlu terlibat dalam upaya ini.

Selain itu, penguatan pemahaman para pemangku kepentingan terkait isu TPPO juga perlu dilakukan sehingga mereka memiliki pemahaman yang baik dalam mencegah TPPO.

”Proses advokasi para penyintas, pendampingan hukum, pemulihan dan pemberdayaan penyintas, membutuhkan Jarnas Anti TPPO untuk memperkuat dukungan bagi para penyintas,” kata Winda Winowatan, Direktur Eksekutif Yayasan Kasih Yang Utama (YKYU).

Selain itu, revisi UU TPPO juga harus memperbarui jenis-jenis eksploitasi TPPO. Sebab, selama ini aturan tentang eksploitasi dalam UU tersebut hanya untuk kerja paksa, pelacuran paksa, penjualan organ tubuh, dan eksploitasi anak, tetapi belum mencakup eksploitasi untuk menjadi kurir narkotika internasional, misalnya kasus Mary Jane Veloso dan banyak kasus buruh migran yang lain.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved