Parodi Situasi

Parodi: Makan Gratis

“Memang siapa yang mau masak, belanja, bagi- bagi? Apakah ibu guru? Komite Sekolah, orang tua murid? Atau mau suruh siapa yang masak?”

|
Editor: Dion DB Putra
Istock
Ilustrasi 

Oleh Maria Matildis Banda

POS-KUPANG.COM - Makan gratis! Itu yang ditunggu-tunggu. Siapa yang tolak? Siapa takut!

Namanya juga gratis, siapa pun akan datang untuk mendapatkannya. Kaya miskin, kelas atas kelas menengah, orang berpunya atau pun tidak punya, akan datang dengan tujuan yang sama. Makan gratis.

Sekarang ini sedang dilakukan uji coba. Khusus untuk siswa SD di beberapa kota di Jawa.

***

”Lima belas ribu rupiah per porsi per satu kali makan,» kata Rara.

"Ongkos masak, ongkos belanja, transport apakah sudah termasuk?”

”Belum,” jawab Jaki. ”Atau mungkin saja sudah termasuk.”

“Tidak mungkin, teman!” teriak Rara.

“Memang siapa yang mau masak, belanja, bagi- bagi? Apakah ibu guru? Komite Sekolah, orang tua murid? Atau mau suruh siapa yang masak?”

"Kita ikut tender e, Rara. Lumayan bisa dapat untung dari usaha makan siang gratis," ajak Jaki.

"Kalau kita dapat untuk 1000 anak, tiap anak dapat untung 2000 rupiah, dapat dua juta.

Kalau 5.000 anak kita dapat sepuluh juta. Kalau 25 hari, berapa? Dua puluh lima kali sepuluh juta sama dengan 250 juta. Empat bulan bisa dapat satu miliyar.”

”Dasar kamu otak proyek, otak tender!» Rara terkekeh. «Tetapi lihai juga engkau punya jalan pikiran. Saya mau ikut tender juga. Ha ha ha,» Rara tambah terkekeh-kekeh.

"Kita bisa jadi orang kaya dalam satu tahun.”

”Tetapi ingat makanan bergizi tambah susu, untuk kampung kita dengan anggaran lima belas ribu itu kira-kira cocok kah?" Jaki menyambung.

"Kalau salah hitung bisa bahaya, kita rugi dan tidak jadi kaya.”

***

”Pasti tidak cukup!» sambung Rara dengan penuh semangat. “Jadi kita harus kasih naik anggaran operasionalnya. Biar bisa dapat untung. ”

”Pasti cukup," sambung Nona Mia. Jaki dan Rara yang lagi mengkhayal dapat proyek makan gratis tersentak kaget.

“Itu makanan gratis untuk siswa SD dari sekolah yang siswanya berasal dari keluarga yang kurang mampu. Ingat! Keluarga kurang mampu. Jadi, mesti yang terbaik. Bukan untungnya yang dikali bagi lebih dulu, tetapi bagaimana ini direncanakan secara lengkap. Mulai dari data sekolah, data murid, jumlah murid, dan lain-lain… Panjang ceritanya.”

“Oooh begitu,” Jaki dan Rara ternganga.

”Kalau kamu mulainya dengan dapat untung berapa? Hancur sudah program nasional yang luar biasa ini. Anak miskin tambah miskin. Anak kurang gizi tambah kurang gizi. Yang kaya itu penyelenggaranya dan pemenang tender seperti Anda. Begitu... ” Benza berkata dengan serius.

”Kita semua harus hitung baik-baik. Selain itu harus direncanakan dengan serius dan hati-hati. Ini soal makan setiap hari, dengan sekian ribu jumlah anak. Benar-benar mesti direncanakan dengan baik, jujur, terbuka…dan terutama anak-anak memperoleh manfaaf besar
dari program yang dibuat untuk mereka.”

***
“Oooo begitu?” Jaki dan Rara masih menganga.

”Ya tentu saja,” jawab Benza.

”Bukankah masih tahun depan?” tanya Jaki dan Rara.

”Tahun depan, tetapi dari sekarang sudah ada tuh pihak-pihak yang lirik sana lirik sini senggol sana senggol sini untuk melihat dan menangkap peluang,” kata Benza dan diaminkan Nona Mia.

”Betul!” sambung Jaki Rara sambil tertunduk.

“Mengaku kah?” keempatnya tertawa bersama. Entah tertawa untuk program makan gratis ataukah tertawa untuk peluang korupsi yang terbuka lebar.

”Oh, marilah berpikir positif demi makan gratis.” (*)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved