Renungan Harian Kristen

Renungan Harian Kristen Senin 15 Juli 2024, Kelayakan: Ukuran Allah!

Allah akan memruntuhkan tembok-tembok pemisah dalam kehidupan di dunia ini dan bahkan sampai kepada kekekalan

Editor: Rosalina Woso
DOK PRIBADI
Pdt. Nope Hosiana Daik, M.Th 

Oleh: Pdt. Nope Hosiana Daik, M.Th

POS-KUPANG.COM - Renungan Harian Kristen Senin 15 Juli 2024, Kelayakan: Ukuran Allah!

(1 Korintus 1:18-31)

Pendahuluan
Adapun hal dipantaskan dan memantaskan/melayakkan diri adalah fenomena kemanusiaan yang mewarnai relasi dan interaksi sosial manusia.

Ukuran kepantasan/kelayakan seseorang dalam kehidupan sehari-hari seringkali dipatok pada kisaran kalkulasi: jabatan/kedudukan/kekuasaan dan kepemilikan (baik itu harta, pengetahuan dan ketrampilan) serta faktor primordial (SARA).

Mereka yang memiliki semua “atribut” itu pada dirinya, maka dunia akan memandang mereka sebagai yang layak/pantas untuk mendapatkan perhargaan lebih, layak menikmati berbagai “privilege”. Karena itu banyak orang berusaha mencapai kepantasan versi dunia, sekalipun jalannya berliku dan bahkan harus mengorbankan orang lain.

Baca juga: Renungan Harian Kristen Kamis 11 Juli 2024, Belajar Adalah Tindakan Iman

Betapa kemelekatan terhadap makna kepantasan menurut ukuran dunia begitu menggiurkan sehingga tidak sedikit orang menjadikan sesamanya sebagai mangsa dalam pergulatan yang tematik seputar perilaku homo homini lupus atau pun upaya mengadu domba (devide et empire). Banyak orang menari diatas tangis dan keluh mereka yang tersinggirkan.

Ukuran kepantasan versi dunia memunculkan “gettho” yang berujung pada tercipta “kelas-kelas sosial” dalam masyarakat. Kelas-kelas sosial itulah yang kemudian menghadirkan kesenjangan sosial yang sulit dijembatani jika ukuran kelayakan menurut manusia tidak dibatasi atau pun dipangkas.

Kelayakan versi dunia: menghalangi jalan keselamatan dan menutup ruang patisipasi bagi para liyan Rasul Paulus dalam tulisannya mencoba mengidentikasi beberapa kelompok manusia menurut ras/etnis. Bagi orang Yahudi, kemampuan seseorang untuk menghadirkan tanda-tanda maka orang itu layak dipercayai. Bagi orang Yunani, kepiawian seseorang untuk berkata-kata maka orang itu pantas dihargai.

Penghargaan atau penghormatan kepada seseorang sangat tergantung kepada bagaimana mereka menilainya. Jika patokan ini yang dipakai maka bagi mereka Yesus bukan siapa-siapa bagi orang Yahudi dan salib adalah sebuah kebodohan bagi orang Yunani. Yesus tidak mampu menghadirkan tanda-tanda kebesaran dan Yesus pun tidak memiliki kepiawian dalam membela diri-Nya di hadapan pengadilan dunia sehingga mengantarkan-Nya pada salib yang penuh penghinaan.

Perjalanan hidup dan pelayanan hidup Yesus yang mengemuka dengan nuansa via dolarosa bukanlah harapan manusia yang menghidupi dirinya dengan hikmat dunia. Karena cara pandang ini juga berdampak bagi penilaian dan penerimaan mereka terhadap orang-orang yang menerima berita Injil. Paulus harus berhadapan dengan jemaat di Korintus yang terguncang imannya karena dipandang rendah oleh mereka yang mengandalkan hikmat dunia (bdk. ayat 24a; 26a).

Keputusan mereka mengikuti jalan keselamatan di dalam Yesus Kristus merupakan kenaifan belaka menurut saudara-saudara mereka. Keputusan mereka menjadi jemaat Tuhan menempatkan mereka sebagai para liyan di hadapan saudara-saudara mereka. Demikian cara pandang mereka dengan hikmat dunia adalah sebuah bentuk dari upaya menghalangi orang lain untuk mendapatkan keselamatan dan juga menutup ruang partisipasi mereka dalam pemberitaan tentang keselamatan dari Allah dalam Yesus Kristus.

Betapa pun manusia begitu mengagungkan hikmat dunia, namun kita perlu belajar merenungkan juga kata-kata hikmat yang pernah disampaikan oleh Paus Yohanes II kepada para pemimpim negara-negara Dunia Ketiga yang cenderung dianggap terbelakang: Jangan berkiblat kepada negara-negara Barat sebagai rujukan dalam membangun masyarakat anda. Mereka tahu bagaimana menciptakan segala sesuatu, tetapi tidak tahu bagaimana hidup dengannya.

Karena itu Paulus berusaha sedemikian rupa untuk menumbuhkan rasa percaya diri jemaat di Korintus yang terdiri dari, baik orang-orang Yahudi dan orang Yunani. Upaya Paulus yang diharapkan dapat meneguhkan jemaat Tuhan dan melihat bagaimana Allah berkarya untuk meniadakan “gettho” dan melayakkan semua orang dalam keselamatan (menerima dan juga memberitakannya!)

Kelayakan versi Allah: meniadakan “gettho”=tembok pemisah

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved