Renungan Harian Kristen
Renungan Harian Kristen Rabu 10 Juli 2024, Kebaikan Allah Bagi yang Rentan dan Marjinal
Mereka yang rentan dan marjinal tidak saja bergulat ditepian kehidupan tetapi juga mereka diperhitungkan sebagai subjek dari realitas kehidupan
Kisah Ayub yang teriakannya diabaikan oleh sahabat2nya hanya karena ia sudah jatuh dan terpuruk, yang yang ia dapatkan adalah sejumlah kata-kata penghakiman yang menyudutkan, mempersalahkannya atau menghakiminya dan bukan untuk menopangnya agar kembali tegak); kita ingat seorang yang celaka tetapi diabaikan saja oleh seorang imam yang lewat demi menjadi kesucian statusnya, dibandingkan dengan seorang Samaria yang dianggap najis tetapi hati yang suci sebagaimana dalam perumpamaan yang disampaikan Yesus sebagai “gugatan” terhadap sifat “abai” dari manusia terhadap sesamanya dengan alasan-alasan yang tidak manusiawi.
Dunia biasanya lebih cepat menaruk respect kepada mereka yang kuat, yang hebat dengan berbagai pertimbangan kenyamanan diri, perlindungan diri, privillage dlsnya. Akan tetapi Allah ingin membungkus, memeluk, mendekap, merangkul, meraih dan menggendong semua yang terluka karena berbagai bentuk kejahatan. Allah adalah Allah kerapuhan, Allah kerentanan, dan Allah penderitaan karena Ia tidak meninggalkan kita saat kita rapuh, saat kita rentan, saat kita menderita sekalipun karena dosa dan kesalahan kita.
Allah justru memilih memasuki kerentanan kita untuk memeprlihatkan kuasa-Nya. Ia panjang sabar dan maha baik, tidak pernah ia menginginkan kehancuran kita. Karena itu Allah selalu punya cara untuk memanggil kita kembali kepada jalan kebenaran dan hidup meskipun kita sudah memetik buah pengetahuan baik dan jahat.
Sebagaimana Allah memanggil dan mendekap kembali Adam dan Hawa dengan kasih setianya yang berkeadilan, demikian pula terhadap kita, ada panggilan pemilihan (bdk. kisah kejatuhan manusia dan panggilan Allah kepada mereka untuk berpulih: Kej.3).
Dalam pemahaman yang demikian, kita memandang Mazmur ini membawa ingatan kepada Yesus (bernada kristologis), yang berkata: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang pasang dan belajarlah kepada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapatkan ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan.” (Matius 11;28-30). Di dalam Yesus kita sungguh-sungguh mengalami kasih Allah kepada dunia agar dunia mengalami pemulihan dan bukan kebinasaan (Yoh.3:16).
Allah adalah Allah kerentatan, Allah kerapuhan, Allah penderitaan tetapi sekaligus Ia adalah Allah yang berkuasa memulihkan. Ia mengambil tempat yang paling rendah tanpa privilage apapun, karena Ia tidak ingin tampil dalam rupa yang menakutkan. Ia ingin dikenali manusia melalui tindakan-Nya memasuki penderitan, kesulitan dan kelemahan kita.
Dengan jalan ini menunjukkan bahwa Allah adalah sungguh manusiawi (Deus hummanissimus) yang berlimpah kasih sebagaimana dikatakan oleh Schillebeeckx dalam Nolan yang dikutip Sugirtharajah[1]. Karena itu setiap kita yang berkeluh kesah boleh berseru dengan iman: “Bawalah kami kembali kepada-Mu, ya Tuhan, maka kami akan kembali, baharuilah hari-hari kami seperti dahulu kala (Ratapan 5:21).
Kebaikan Allah bagi yang rentan dan marjinal adalah sebuah intervensi ilahi melalui waktu dan ruang tertentu sebagai upaya transposisi[2]. Transposisi untuk membawa kita kepada kebaharuan hidup (bdk.Wahyu 21:5), karena itu Allah senantiasa memperdengarkan suara-Nya, dan tidak berhenti di sini. Allah juga menyatakan kuasa transposisional itu lebih tegas dan terang dalam inkarnasi dan atau kenosis Yesus Kristus.
Mereka rentan dan marjinal, karena menerima kebaikan dalam ruang dan waktu hidupnya (Allah dan manusia menyejarah) dengan mendengarkan dan mengimani perkataan-perkataan Allah (aspek komunikasi) dan memandang kepada Yesus Kristus sebagai kegenapan upaya transposisi niscaya memiliki hari depan yang berpengharapan. Pengharapan, sebagaimana dikatakan Yewangaoe adalah sebuah kata pendek yang bisa saja lalu dari perhatian kita, akan tetapi kata ini bermakna sekali bagi keberlanjutan hidup bagi orang beriman.[3] Pesan Penguatan
Sebagai manusia, setiap kita memiliki pengalaman bagimana kita jatuh dan tertunduk dengan berbagai persoalan namun dalam situasi pelik seperti itu kita perlu memandang kepada Tuhan dan berterika memohon pertolongan-Nya, bahkan di saat kita merasa dipermalukan, dihindari, dilecehkan karena kesalahan orang lain ataupun karena kelalain kita.
Pesan kuat dari Mazmur 145 adalah Tuhan dekat kepada kita yang patah hati dan remuk jiwa. Pada luka-luka bathin, kelak kita akan menemukan sidik jari pemulihan dari Allah. Allahakan memulihkan kita menyembuhkan kita dengan kasih-Nya. Bukankah, kita yang rentan dan marjinal juga berjalan di atas jejak kaki Allah, dan karenanya tidak mungkin kita tersesat dan hilang harapan, demikian Moltman berbicara tentang keberlanjutan hidup karena pengharapan masih ada! Pengharapan itu ada dalam kebaikan Allah.
Kebaikan Allah adalah titik berangkat bagi kita yang rentan dan marjinal untuk melangkah maju, mundur atau pun bergeser dari keterpurukan, kekosongan dan kehampaan kepada kepenuhan hidup (ay 16:17). Kebaikan Allah merupakan momentum penguatan[4] bagi yang rentan dan marjinal dari posisi tersudut atau terpingir ke posisi yang diperhitungkan (yang memiliki posisi tawar/bargaining posision) sebagai pribadi bernilai.
Penutup
Allah itu adalah pengasih, penyayang, panjang sabar demi keadilannya karena itu, jangan menutup pintu hati untuk pengharapan akan pemulihan dari kerentanan, ,kerapuhan dan kejatuhan karena berat dan banyaknya masalah yang kita hadapi Jangan membiarkan hati terbuka pintu bagi depreasi dan keputus-asaan.
Bangkit dan percayalah bahwa di dalam Allah ada masa depan. Pada tangan Allah ada kasih setia dan keadilan yang mungkin kita tidak temukan pada dunia. Pandanglah kepada Allah, berteriaklah kepada-Nya dan mintalah pertolongan saat kita berada dalam kesesakan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.