Berita NTT

Polemik Seleksi Catar Akpol di NTT, Kompolnas Minta Klarifikasi Kapolri

Kompolnas telah meminta klarifikasi dari Kapolri terkait kegaduhan dalam seleksi taruna Akademi Kepolisian (Akpol) asal Nusa Tenggara Timur

Editor: Alfons Nedabang
TRIBUN BANGKA
Komisioner Kompolnas, Albertus Wahyurudhanto 

POS-KUPANG.COM - Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas telah meminta klarifikasi dari Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo terkait kegaduhan dalam seleksi taruna Akademi Kepolisian (Akpol) asal Nusa Tenggara Timur.

Dalam tahap seleksi, pendidikan, dan pembentukan sumber daya manusia, Polri diingatkan agar tidak main-main. Transparansi dan akuntabilitas harus dikedepankan.

”Sudah (menyurati Kapolri). Minta klarifikasi atas kasus menonjol,” ujar Albertus Wahyurudhanto, komisioner Kompolnas, lewat sambungan telepon kepada Kompas di Kupang, Selasa (9/7/2024).

Menurut Albertus, Kompolnas sudah merekam kegaduhan publik itu lewat pemberitaan media massa. Tanpa harus menunggu laporan, Kompolnas menjadikan isi pemberitaan media sebagai kasus menonjol yang perlu diberi perhatian.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, publik NTT heboh dengan beredarnya 11 nama calon taruna Akpol yang lolos mewakili daerah itu tahun 2024. Mereka mempertanyakan identitas para calon yang sebagian besar bukan berasal dari NTT. Hanya satu orang yang merupakan putra asli daerah NTT.

Masyarakat pun menuding Kapolda NTT Inspektur Jenderal Daniel Tahi Monang Silitonga sebagai ketua panitia daerah ikut bertanggung jawab. Terlebih, empat orang yang lolos dikaitkan dengan suku asal Daniel. Satu di antaranya disebut-sebut sebagai anak kandung Daniel.

Menurut Albertus, siapa saja boleh mendaftar ikut dalam seleksi calon taruna Akpol. Tidak ada batasan harus merupakan putra asli daerah setempat. Sejumlah persyaratan administrasi, seperti sudah menetap di daerah tersebut dalam kurun waktu tertentu, wajib dipenuhi.

Baca juga: Polda NTT Bantah Seleksi Catar Akpol Sarat KKN, Ariasandy: Kapolda Saja Tidak Bisa Intervensi

Terkait keikutsertaan anak jenderal atau anak kapolda, kata Albertus, itu tidak bisa dilarang asalkan peserta menjalani proses secara jujur dan benar. Polri sebagai penyelenggara menjaga prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam seleksi.

Terkait kegaduhan itu, ia meminta Polri menjelaskan secara terbuka kepada publik. Berbagai kecurigaan publik, mulai dari rekayasa administrasi hingga hasil tes, harus dijawab. Jika nantinya ditemukan pelanggaran, Polri dengan jiwa besar harus mengakui dan memperbaiki.

Ia mengingatkan agar kepercayaan publik terhadap Polri harus dijaga dan ditingkatkan. Kini, citra Polri membaik salah satunya tampak pada hasil survei nasional Litbang Kompas yang dilakukan secara tatap muka.

Pada survei Juni 2024, sebanyak 73,1 persen responden menilai citra positif Polri. Angka ini meningkat 1,6 persen dibandingkan dengan survei pada Desember 2023, yakni 71,6 persen, dan meningkat 6,3 persen dibandingkan survei pada Agustus 2023 yang saat itu citra positif Polri sebesar 66,8 persen (Kompas, 2/7/2024).

Harus diperbaiki untuk tahapan yang kini sedang berjalan.

Ditinjau kembali

Di sisi lain, Kepala Perwakilan Ombudsman NTT Darius Beda Daton kembali mendorong agar seleksi calon taruna Akpol asal NTT ditinjau kembali. ”Jangan evaluasi untuk diperbaiki pada tahun-tahun berikutnya. Harus diperbaiki untuk tahapan yang kini sedang berjalan,” katanya.

Baca juga: Pengamat Mikhael Feka, Pembatalan Hasil Catar Akpol Bisa Terjadi Jika Ada Bukti Kolusi dan Nepotisme

Menurut Darius, keterwakilan orang asli NTT yang hanya satu orang itu tidak serta-merta diartikan bahwa orang NTT tidak mampu dalam seleksi. Publik menganggap, kuota untuk NTT itu sudah dirampas peserta yang datang dari luar. Terlebih, jika peserta memiliki relasi ”orang dalam”.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved