Penipuan Online

Indonesia Siap Deportasi 103 Warga Taiwan yang Tertangkap dalam Tindak Kejahatan Siber

Warga negara asing tersebut tidak tiba di Indonesia secara bersamaan, melainkan melalui beberapa bandara

Editor: Agustinus Sape
AFP/SONNY TUMBELAKA
Pejabat imigrasi Indonesia menunjukkan paspor dan perangkat seluler yang disita sementara dari warga negara Taiwan yang ditangkap selama penyelidikan keamanan siber pada konferensi pers di Bali, Jumat 28 Juni 2024. 

Analis keamanan siber Alfons Tanujaya dari perusahaan keamanan komputer Vaksincom mengatakan penangkapan penipu merupakan fenomena global yang semakin lazim.

“Ini tidak hanya terjadi di Indonesia – penipuan sering kali menargetkan negara-negara tertentu, namun berbasis di negara lain,” katanya kepada BenarNews.

“Ini biasa terjadi. Misalnya, Kamboja punya banyak penipu,” katanya, seraya menambahkan bahwa negara tersebut mempunyai reputasi negatif sebagai surga bagi operator perjudian.

Petugas gabungan operasi Bali Becik mengamankan 103 warga negara asing di sebuah vila di Tabanan, Bali, Rabu (26/6/2024). Mereka diduga menyalahgunakan izin keimigrasian dan diduga terkait jaringan kejahatan siber.
Petugas gabungan operasi Bali Becik mengamankan 103 warga negara asing di sebuah vila di Tabanan, Bali, Rabu (26/6/2024). Mereka diduga menyalahgunakan izin keimigrasian dan diduga terkait jaringan kejahatan siber. (HUMAS DITJEN IMIGRASI)

Alfons mengatakan penipu biasanya beroperasi dari luar negeri untuk menghindari hukuman berat.

“Jika mereka berada di negara mereka sendiri, undang-undang akan menghukum mereka dengan berat, namun di negara lain, yang terburuk, mereka akan dideportasi,” katanya.

Ardi Sutedja, seorang analis keamanan siber dan ketua Forum Keamanan Siber Indonesia, menyoroti masalah kejahatan siber yang terus terjadi, dan menghubungkannya dengan kurangnya tindakan pemerintah.

“Ternyata wisatawan yang datang ke Indonesia seringkali tidak jelas asal dan tujuannya, sehingga berpotensi menimbulkan gelombang kriminal karena tidak adanya mekanisme penyaringan,” ujarnya kepada BenarNews.

“Sudah waktunya bagi pemerintah untuk bangkit dan menerapkan pembatasan – menargetkan pariwisata massal tidak boleh mengorbankan penurunan kualitas pengunjung,” katanya.

“Kami lalai memfilternya. Saat kami bepergian ke luar negeri, kami menghadapi pertanyaan yang sangat ketat, bahkan tentang tabungan kami.”

Tantangannya, kata Ardi, terletak pada tumpang tindih regulasi yang secara tidak sengaja mengancam keamanan siber nasional Indonesia.

“Kita perlu membuat profil pengunjung, tapi Indonesia kekurangan sumber daya manusia untuk melakukan hal ini. Oleh karena itu, pemerintah didorong untuk berkolaborasi dengan organisasi masyarakat. Misalnya di Bali yang melibatkan kelompok keamanan lokal seperti Pecalang,” ujarnya.

(benarnews.org)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved