Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Minggu 23 Juni 2024, Ia Tetap Tenang di Tengah Badai

ditunjukkan oleh Yesus dalam Injil hari ini. Injil: Markus 4:35-41. IA tetap tenang di tengah badai selagi murid-murid-Nya gelisah dan ketakutan. 

|
Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/ROSALINA LANGA WOSO
Romo Leo Mali menyampaikan Renungan Harian Katolik Minggu 23 Juni 2024, Ia Tetap Tenang di Tengah Badai 

Oleh: Romo Leo Mali,PR

POS-KUPANG.COM - Renungan Harian Katolik Minggu 23 Juni 2024, Ia Tetap Tenang di Tengah Badai

Ayub 38:1, 8-11;  2Kor. 5:14-17

Injil: Markus 4:35-41.

Tahun 2007, di La Thuile, Val D’Aosta, Italia utara, sekitar 700-an anak muda dari komunitas Comunione e liberazione berkumpul bersama dalam kesempatan retreat musim panas. Pertama kali dari mereka saya mengenal sebuah lagu dari Claudio Chieffo berjudul: Quando uno ha il cuore buono.

Saya mengingat dengan baik syair lagu ini, terutama bait pertamanya yang sederhana dan selalu diulang sebagai refrein dari seluruh lagu yang berbunyi: Quando uno ha il cuore buono, non ha piὐ  paura di niente, e felice di ogni cosa, vuole amare solamente.

Kalau diterjemahkan artinya seperti ini : Ketika seorang berhati baik, Ia tidak takut akan apapun juga, Ia bahagia dalam segala hal, dan hal yang paling ia sukai adalah mengasihi.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Sabtu 22 Juni 2024, Jangan Kuatir akan Hidupmu

Claudio Chieffo berbicara mengenai seseorang yang berhati baik dan atribut utama yang mendandaninya.Orang baik itu bahagia dalam semua hal. Ia tidak takut apapun juga.

Ia sanggup  mengabaikan semua hal namun satu hal yang tidak bisa ia lupakan adalah mengasihi. Karena itulah hal paling besar dalam hidupnya.

Chieffo menggunakan keutamaan-keutamaan yang melekat dalam diri seseorang yang berhati baik, dalam pengalaman manusiawi sebagai representasi dari keutamaan dari pribadi Yesus; Ia yang tidak pernah takut;  tidak pernah larut dalam kekhawatiran; hidup-Nya bebas; Hati-Nya selalu penuh sukacita.

Kepenuhan sukacita itu membuat hatinya tetap tenang. Juga prahara kehidupan sedahsyat apapun tidak akan mampu mengganggu ketenangan hatiNya. HatiNya baru akan menjadi tidak tenang ketika IA tidak bisa mengasihi.

Ketenangan hati seperti itu ditunjukkan oleh Yesus dalam Injil hari ini. Injil: Markus 4:35-41. IA tetap tenang di tengah badai selagi murid-murid-Nya gelisah dan ketakutan. 

Drama di  tengah badai

Menghadapi ketenangan Yesus, yang tidur nyenyak di tengah kegaduhan dan jerit ketakutan mereka karena perahu mereka diterpa gelombang dan badai, para murid jadi kesal dan mungkin jengkel. Maka mereka mendatangiNya dan berkata, “Guru, Engkau tidak peduli kalau kita binasa.?” (Ayat 38).

Peristiwa ini terjadi ketika para murid sedang berada dan sedang berjalan bersama Yesus dalam perutusan-Nya. Setelah menyembuhkan orang-orang sakit, (Mrk. 3:1-12) lalu memilih para murid pertama (3: 13-19)  dan mulai mengajar secara publik, Yesus mengajak murid-muridNya menyendiri.

Saat-saat menyendiri diperlukan untuk berdoa. Yesus tetap berusaha mengambil jarak dari perutusan dan tugas-tugas pelayananNya. Agar visi perutusanNya tetap dijaga. Sebab kesibukan pelayanan dapat menenggelamkan seseorang dalam pujian yang tidak sehat. Popularitas dapat menyesatkan.

Dengan menjernihkan selalu visi-Nya Yesus tetap memelihara hubungan-Nya dengan Allah Bapa yang mengutus-Nya. Kesatuan-Nya dengan Allah Bapa adalah sumber dan tujuan perutusan-Nya. IA memiliki kesatuan ikatan yang tidak terpisahkan dengan Allah bapa. Terikat dengan Allah Bapa, menyatu dengan-Nya adalah sumber kekuatan-Nya dalam mewartakan kerajaan Allah. Inilah hal terbesar yang ingin Yesus tunjukkan kepada para murid. Untuk maksud ini IA mengajak mereka menyepi, menyebrangi sungai.

Tapi di tengah pelayaran menyebrangi danau itu perahu yang mereka tumpangi dihantam badai dan hampir tenggelam. Para murid cemas dan ketakutan. Mereka juga lupa bahwa IA yang sudah membuat begitu banyak mujizat, yang sudah mengajar dengan penuh kuasa itu sedang berada bersama mereka.

IA bahkan yang mengajak mereka. Mereka takut tenggelam di tengah badai. Mereka tidak melihat makna diri mereka sendiri. Mereka lupa, bahwa mereka adalah orang-orang yang terpilih, yang diundang, diajak dan dibawa serta dalam pelayaran bersama Yesus.  Karena saking khawatir mereka lupa akan status mereka sebagai orang-orang pilihan.

Mereka juga lupa bahwa IA yang mengajak mereka sedang berada bersama mereka. Maka itulah yang terjadi ketika taufan mengamuk dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mula ipenuh dengan air dan hampir tenggelam, mereka membangunkan-Nya dengan protes, “Guru, Engkau tidak peduli kalau kita binasa.?” (Mrk. 4: 38).

Dikuasai Oleh Kasih-Nya

Sikap protes terhadap Allah yang dianggap tidak peduli pada penderitaan dan kesulitan manusia itu juga ditunjukkan oleh Ayub yang sebagian kisahnya kita dengar hari ini. (Ayub 38:1, 8-11). Ayub adalah orang yang saleh namun musibah demi musibah terus menimpa dirinya.

Awalnya Ayub protes kepada Tuhan. Tapi akhirnya dari dalam badai penderitaannya, Tuhan menjawab Ayub.  IA mengingatkan Ayub, dari balik penderitaannya tentang semua hal yang telah IA kerjakan. Penderitaan bukanlah kata terakhir dari hidup.

Penderitaan harus menjadi pintu bagi kita untuk melihat kembali keajaiban-keajaiban telah IA lakukan di alam semesta. Penderitaan membuat manusia kembali menyadari kelemahannya. Seperti yang IA lakukan pada badai dan gelombang laut, demikian kelam kabut kehidupan membuat manusia sadar dan bertobat. 

Penderitaan manusia adalah jalan untuk pertobatan. “di sinilah gelombang-gelombangmu yang congkakakan dihentikan.” (Bdk. Ayub. 38:11).

Seperti pada pengalaman Ayub, demikian Yesus melakukan hal yang sama kepada para murid. IA mendidik mereka untuk percaya dengan melewat ibadai. Maka terhadap protes mereka IA balik menghardik mereka, “ Diam! Tenanglah!”

Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” (Mrk. 4:39,40) Ia meredakan badai di danau tetapi juga menenangkan kekhawatiran yang berkecamuk dalam diri para murid.

IA sanggup mengendalikan semuanya dengan tenang. IA tetap tenang ketika dunia diguncang kekhawatiran. Dia selalu nyaman dalam semua situasi karena ada keyakinan pada visiNya, bahwa IA dimiliki oleh Bapa yang menjagaNya.

Semangat yang sama kita dengar hari ini dari sikap Paulus dalam surat kedua kepada umat di Korintus. 2Kor. 5:14-17. Sejumlah orang menuduh Paulus sebaga iseorang Rasul Palsu yang mencari untung melalui pewartaannya.

Tuduhan ini menggoncangkan ketulusan pelayanannya serta menjatuhkan karakternya sebagai seorang rasul. Tapi Paulus tidak tawar hati. (2Kor.4: 16). Karena kesulitan yang dia alami tidak seberapa dibandingkan dengan penderitaan Kristus.

Kesulitan yang ada memurnikan ketulusan pelayanannya bahwa tida ada kepalsuan dalam pewartaannya. Ia tidak mencari keuntungan dalam pelayanan. Demikian pula ia tidak khawatir akan penolakan yang dialaminya.

Kesediaannya untuk menderita adalah bukti otentisitas kemuridannya. Paulus kemudian menjelaskan secara jelas pembelaan dirinya dalam 2Kor.11:7-33, bahwa ia tidak mencari keuntungan dalam tugasnya sebagai Rasul.

Namun hal utama yang penting untuk kita ingat dari paulus dalam 2 Kor. 5 : 14-17, adalah penegasannya bahwa semua orang yang percaya kepada Kristus telah menjadi ciptaan baru dalam iman kepadaNya. Artinya percaya pada Kristus berarti percaya bahwa kasih Kristus menguasai hidup kita (bdk.2Kor. 5:14).  

Pengalaman dikuasai atau dimiliki sepenuhnya oleh kasih Kristus memberikan kepada Paulus sebuah kelimpahan kasih seorang yang berhati baik, yang hanya memikirkan untuk selalu berbuat baik. Yang paling ia cemaskan dalam hidupnya adalah ketika ia kehilangan kesempatan untuk mewartakan Injil.

Keyakinan Paulus ini adalah cerminan Keyakinan Yesus sendiri,  bahwa hidupNya dikuasai sepenuhnya oleh Allah bapa.

Dalam injil hari ini, Yesus tidur dengan tenang di atas perahu yang hampir tenggelam karena IA percaya bahwa Kasih Bapa selalu menjagaNya. Kalau toh perahu yang ia tumpangi tenggelam, Ia akan tenggelam dalam pelukan kasih Bapa, sebagaimana IA nyatakan di salib.

Tenanglah dan Percayalah

Dalam kelam kabut kehidupan kita, bisa saja kita merasa Tuhan tertidur dan tidak peduli. Apa  yang perlu bagi kita tidak hanya mendekatiNya dengan jerit  ketakutan dan tuduhan seperti yang dilakukan para Murid: “Guru, Engkau tidak peduli kalau kita binasa?” Tetapi juga, sebagai sahabat yang dengan penuh kepercayaan bertanya, “Guru, mengapa kau begitu tenang?”

Inilah keterbukaan hati yang perlu kita miliki untuk belajar dari Yesus  dalam injil hari ini. (Mark.4:35-41.) Kristus sendiri yakin bahwa IA dikasihi oleh BapaNya yang telah mengutus Dia.

Kristus membawa para murid melintasi badai. IA juga membawa kita menyebrangi kelam kabut kehidupan kita,  agar sebagaimana para murid, kita  juga percaya bahwa IA yang berhati baik, yang hanya berpikir tentang mengasihi kita akan selalu menggenggam hidup kita. Tenanglah dan percayalah. (*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved