Liputan Khusus

Lipsus - Warga Oelnasi dan Oelpuah 22 Tahun Tak Dapat Air Bersih

Mereka dijanjikan akan memperoleh air bersih pasca dibangun bendungan itu 22 tahun lalu.

Editor: Ryan Nong
POS KUPANG/RYAN TAPEHEN
Seorang warga memandang Bendungan Tilong yang berada di Desa Oelnasi, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang. 

POS-KUPANG.COM, OELAMASI - Meski tinggal di dekat Bendungan Tilong, namun masyarakat Desa Oelnasi dan Desa Oelpuah, di Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, belum mendaatkan akses air bersih.

Mereka dijanjikan akan memperoleh air bersih pasca dibangun bendungan itu 22 tahun lalu. Namun, hal itu hanya tinggal harapan karena belum direalisasikan hingga saat ini.

Selama ini Bendungan Tilong dikelola oleh Unit Pengelola Bendungan Timur Bagian Barat BWS NT 2, yang juga mencakup pengelolaan Bendungan lain seperti Bendungan Raknamo, Bendungan Manikin (dalam tahap pembangunan), Bendungan Oeltua dan Bendungan Benkoko.

Baca juga: Forum Madu Tilong Gelar Rapat Evaluasi Lestarikan Bendungan Tilong

Masyarakat Desa Oelnasi dan Oelpuah itu dulunya memberikan lahannya untuk Pembangunan Bendungan Tilong tahun 2002 lalu. Lalu mereka direlokasi ke wialyah lain.

Pemberian lahan itu ke pemerintah dengan harapan bahwa mereka akan mendpaatkan akses air bersih untuk kebutuhan hidup dan pengairan. Pemerintah pun sudah berjanji akan merealisaiskannya.

Namun hingga Bendungan Tilong itu dibangun dan diresmikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri tanggal 12 Mei 2002 atau sekitar 22 tahun lalu, hingga kini tahun 2024, akses air bersih belum diperoleh masyarakat.

"Selama ini walaupun dekat dengan sumber air Bendungan Tilong, tapi kami sebagai warga tidak menikmati sumber daya tersebut. Justru warga yang ada di bagian hilir yang mendapat manfaatnya," kata Otniel, warga Desa Oelnasi, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, ditemui Pos Kupang, belum lama ini.

Masyarakat masih saja mencari sumber air lain guna memenuhi kebutuhan mereka. Dengan kondisi itu, kata Otniel, kebutuhan air bersih untuk sehari-hari dan untuk kebutuhan irigasi pertanian, harus menggali sumur secara manual ataupun membeli air dari mobil tangka yang harganya mahal.

Otniel mengatakan, tahun 2022 lalu, mereka sempat berdialog dengan BWS II NT untuk pengadaan sumur bor. Namun, sampai saat ini, permintaan masyarakat belum direalisasi.

Kini kebutuhan air bersih masyarakat tercukupi dengan membeli air tangki yang didatangkan dari Tarus. Harga air tangki itu Rp 100.000 per 5.000 liter. "Kami minta agar pemerintah memperhatikan kami," ujarnya.

Di tempat berbeda, Kepala Desa Oelnasi, Yusak Leinati, membenarkan kondisi masyarakatnya yang kesulitan akses air bersih. Menurut Yusak, untuk irigasi pertanian hanya sebagian kecil dari sumber air Bendungan Raknamo yang mereka nikmati bersama sebagian warga di wilayah Desa Oelpuah.

Diceritakan Yusak, sejak 22 tahun lalu, Masyarakat menyerahkan lokasi tersebut untuk dibangun Bendungan Tilong. Masyarakat sangat berharap Pembangunan Bendungan Tilong itu, bisa mewujudkan mimpi Masyarakat untuk mendapatkan air bersih. Namun Masyarakat malah diberi harapan palsu.

"Ada instalasi pipa, sudah ada juga bak penampung, Tapi sampai sekarang belum ada air. Alasannya, bilang bahwa mesin tidak mampu pompa kesini," ungkapnya, dengan nada kecewa.

Beruntung, kata Yusak, ada dana desa yang mereka kelola dengan baik. Kemudian mereka mengadakan sumur bor agar bisa menjawab kebutuhan air bersih bagi 673 Kepala Keluarga (KK) di desa tersebut.

Yusak mengatakan, beberapa waktu lalu beredar informasi bahwa akan ada bantuan sumur bor dari BWS II NTT. Namun informasi itu hingga kini belum terkonfirmasi. Sampai saat ini pemerintah belum memperhatikan kebutuhan air bersih Masyarakat.

Dia meminta, Pemerintah untuk segera merealisasikan janjinya. Karena sudah ada instalasi pipa terpasang. Mestinya segera dibuat sumur bor agar bisa menjawab kebutuhan air bersih bagi semua warga disana. "Kami sudah minta dari dua tahun lalu tapi mereka bilang akan sampaikan ke atasan tapi sampai hari ini belum terjawab," tukasnya.

Sementara itu, Kepala Unit Pengelola Bendungan Timur Bagian Barat BWS NT 2, Samuel Ch. Ahap, yang dikonfirmasi terkait hal ini, belum memberikan respon. Dihubungi melalui pesan WhatsApp, telepon, belum direspon.

Untuk diketahui, Bendungan Tilong dibangun oleh PT Waskita Karya (waskita) di NTT dan diresmikan oleh Presiden RI, Megawati Soekarnoputri tanggal 12 Mei 2002. Peresmian berlangsung di Kantor Gubernur NTT, dihadiri oleh Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah, Soenarno, serta Gubenur NTT, Piet A Tallo.

Pembangunan fisik Bendungan Tilong itu mulai dikerjakan Desember 1998 hingga Desember 2001.

Biaya untuk pembanguanan bendungan sebesar Rp 88,3111 miliar, loan JBIC US 5,611 juta dolar, termasuk untuk jaringan air baku.

Bendungan ini dirancang untuk mengairi sawah seluas 1.484 ha, padahal sawah saat itu hanya 540 ha yang terdiri dari irigasi Tasipah 177 ha, Batu Oe 78 ha dan Noelbaki 285 ha. Debit rencana sebesar 2,23 m3/detik.

Bendungan Tilong ini dipersiapkan untuk suplay air baku bagi warga Kota Kupang. Bahan air baku sebesar 150 liter per detik atau 4,5 juta kubik per tahun. Hal ini berarti dapat melayani kebutuhan air baku penduduk Kota Kupang sebanyak 24.691 KK atau 123.455 jiwa.

Selain itu, Bendungan Tilong juga dipersiapkan untuk menampung air hujan yang turun di sepanjang daerah alisan sungai (DAS) dengan kapasitas tampung sebanyak 19,07 juta meter kubik dengan luas genangan 154,9 ha.

Tipe bendungan urugan, elevasi mercu 162 meter, lebar mercu 65 meter. Saat itu jaringan irigasi telah dibangun saluran pembawa sepanjang 24,20 km yang terdiri dari saluran pembawa kanan 16,92 km dan saluran pembawa kiri 7,28 km.

Pada saat selesai pembangunan, mulai diisi air pada 9 Mei 2001. Saat itu, tinggi muka air Bendungan Tilong sudah mencapai 96,45 meter, artinya besar volume air yang sudah tersimpan sebanyak 14,12 juta meter kubik, dengan menggenangi 126,17 ha area genangannya. 

Koordinasi dengan BWS NT II

Penjabat Bupati Kupang, Alexon Lumba, tidak berkomentar banyak saat dimintai komentarnya terkait pengeluhan masyarakat Desa Oelnasi, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, yang tidak kebagian air dari Bendungan Tilong.

Alexon menegaskan, pengelolaan Bendungan Tilong itu merupakan kewenangan penuh dari Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II atau BWS NT II. Namun, tegas Alexon, bila ada persoalan terkait dengan kebutuhan masyarakatnya, maka dia berjanji akan turun tangan dan menyelesaikan persoalan ini.

"Alasan kenapa air belum sampai itu kami tidak bisa berkomentar. Tapi, sebagai kepala daerah yang mempunyai wilayah administrasi dimana Bendungan Tilong itu berada, tentu kami akan berupaya berkomunikasi dengan teman-teman di BWS," ungkapnya.

Alexon mengatakan, pengeluhan dari masyarakat Oelnasi, juga sudah Pemkab terima. Alexon menambahkan, dia mendapat informasi bahwa pada saat pembangunan awal dan saat penyerahan tanah ulayat masyarakat kepada BWS itu, ada perjanjian diantara kedua belah pihak.

Salah satu poin perjanjiannya yakni pihak BWS menyediakan instalasi air bagi warga masyarakat disana.
Untuk itu, kata Alexon, sebelum berbicara lebih lanjut ke BWS NT 2, dia meminta agar masyarakat bisa menyediakan dan membawa bukti perjanjian itu terlebih dahulu kepadanya.

Hal ini, bermaksud sebagai dasar bagi dia untuk bisa nengupayakan atau memperjuangan kebutuhan masyarakat diaksud. "Kalau tidak ada itu, saya tidak bisa pakai dasar untuk omong apa dengan BWS," tukasnya. (ary)

 

 

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved