RUU TNI
DPR dan Pemerintah Didesak Hentikan Revisi UU TNI: Tidak Sejalan dengan Reformasi
Adapun revisi Undang Undang TNI itu disebut tidak sejalan dengan tujuan reformasi.
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah didesak supaya menghentikan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Adapun revisi Undang Undang TNI itu disebut tidak sejalan dengan tujuan reformasi.
Direktur Imparsial Gufron Mabruri menyebut masa tugas DPR RI periode 2019-2024 tidak lama lagi akan berakhir sehingga dikhawatirkan pembahasan RUU TNI bakal minim partisipasi publik.
Baca juga: PDIP Usul Pasal TNI Bisa Pensiun Usia 65 Tahun Dikaji Ulang
"Usulan perubahan juga bertentangan dengan prinsip negara demokrasi dan memundurkan reformasi TNI," kata Gufron dikutip dari Kompas.com, Selasa (4/6/2024).
Menurut Gufron, sebaiknya DPR dan pemerintah fokus mendorong sejumlah agenda reformasi TNI yang tertunda supaya profesional dan sesuai dengan prinsip demokrasi yang memisahkan antara peran militer dan supremasi sipil.
"Seperti membentuk Undang-Undang Tugas Perbantuan, reformasi sistem peradilan militer dan restrukturisasi komando teritorial (Koter), serta melakukan evaluasi dan koreksi secara menyeluruh terhadap penyimpangan tugas pokok TNI," papar Gufron.
Sebelumnya diberitakan, terdapat sejumlah usulan yang memicu polemik dalam draf terbaru revisi UU TNI.
Dalam draf yang diterima Kompas.com, Pasal 47 Ayat (1) RUU TNI berbunyi, “prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan”.
Kemudian, Ayat (2) berbunyi, “prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian Prajurit aktif sesuai dengan kebijakan presiden”.
Prajurit yang menduduki jabatan di kementerian/lembaga juga didasarkan atas permintaan pimpinan kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian serta tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku.
“Pengangkatan dan pemberhentian jabatan bagi prajurit sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian yang bersangkutan,” bunyi Ayat (4).
Kemudian, pembinaan karier prajurit yang menduduki jabatan sipil dilakukan Panglima TNI yang bekerja sama dengan pimpinan kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian yang bersangkutan. Ketentuan lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Hal lain yang juga menjadi sorotan adalah soal usulan memperpanjang usia pensiun perwira dari semula 58 tahun menjadi 60 tahun.
Dalam draf yang diterima, bunyi Pasal 53 Ayat (1) UU TNI akan diubah sebagai berikut, “prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 60 tahun bagi perwira dan paling tinggi 58 tahun bagi bintara dan tamtama”.
Kemudian, pada Ayat (2), khusus jabatan fungsional, prajurit dapat melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 65 tahun sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. RUU TNI juga mengakomodasi perpanjangan masa dinas sebanyak dua kali bagi perwira tinggi (pati) bintang empat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.