Unwira Kupang
Kuliah Umum Internasional Unwira Bahas Tantangan Iman Kristiani di Era Sekular dan Pasca Kebenaran
kuliah umum ini merupakan rangkuman dari pergulatan pengalaman iman dalam komunitas sekolah selama beberapa tahun terakhir.
Penulis: Ray Rebon | Editor: Rosalina Woso
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ray Rebon
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang menyelenggarakan kuliah umum internasional dengan tema Menghidupi Iman Kristiani dalam Masyarakat Sekular di Era Pasca Kebenaran pada Jumat, 24 Mei 2024.
Acara yang berlangsung di Aula Hendrikus Unwira Kupang ini menghadirkan dua narasumber, Rev. FR. Michiels Peeters dari Tilburg University, Belanda, dan Romo Leo Mali dari Fakultas Filsafat Unwira Kupang. Herman Seran bertindak sebagai moderator dan Beverly Rambu sebagai pemandu acara.
Rektor Unwira Kupang, Pater Philipus Tule, SVD, secara resmi membuka kuliah umum ini yang dihadiri oleh ratusan peserta dari berbagai fakultas di Unwira dan Stipas Kupang, serta para akademisi dan tamu undangan lainnya.
Romo Leo Mali, pemateri pertama, menjelaskan bahwa kuliah umum ini merupakan rangkuman dari pergulatan pengalaman iman dalam komunitas sekolah selama beberapa tahun terakhir.
Baca juga: Jadwal Kapal Ferry ASDP Kupang NTT Sabtu 25 Mei 2024 KMP Inerie II Kupang-Rote-Kupang-Kalabahi
Ia menyoroti dua situasi utama yang mencerminkan semangat zaman sekarang dan secara luas mempengaruhi cara hidup bersama serta penghayatan iman anggota gereja, yaitu sekularisme dan era pasca kebenaran (post-truth).
Menurut Romo Leo Mali, sekularisme cenderung memisahkan secara ekstrem antara penghayatan iman dan kehidupan publik.
Hal ini memperkuat paham agnostik dan saintisme yang meragukan otoritas Tuhan dalam kehidupan manusia, sehingga agama menjadi urusan pribadi dan kehilangan relevansinya di ruang publik. Akibatnya, banyak orang meninggalkan gereja, membuatnya kehilangan daya tarik.
Tantangan ini diperberat oleh mentalitas post-truth, yang menolak adanya kebenaran ontologis yang absolut. Kriteria kebenaran kini datang dari keyakinan dan pemikiran individual.
Di satu sisi, keadaan ini menghindarkan masyarakat dari dogmatisme berpikir dan konflik, tetapi di sisi lain, mendorong relativisme dan berbagai bentuk tirani baru.
"Situasi ini mengundang kita untuk kembali pada pengalaman original kekristenan pada awal mula sekitar 2000 tahun yang lampau, ketika sosok Kristus menjadi manusia, maka semua yang dicari ditemukan di dalam diri-Nya," kata Rd. Leonardus.
"Di tengah situasi yang terhimpit oleh sekularisme dan post-truth serta keraguan akan kebenaran yang mutlak, hanya kredibilitas seorang saksi yang bisa diterima," katanya lagi.
Rev. FR. Michiels Peeters dari Tilburg University, dalam materi kuliahnya, berbagi kisah hidupnya yang relevan dengan tema besar kuliah umum ini. Peeters menekankan bahwa hidup dengan harapan untuk mendapatkan pekerjaan sering kali meninggalkan kekosongan dalam diri.
Ia mengajak peserta untuk tidak terlalu banyak berpikir, karena hal ini bisa mengganggu fungsi manusia.
Peeters juga bercerita tentang pengalamannya di bangku sekolah menengah dan universitas, di mana ia membedakan dua jenis guru; guru yang ceria dan bahagia tanpa pertanyaan serius yang mengganggu, dan guru yang sedih dan merasa hidup tidak bermakna.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.