Berita Kabupaten Kupang
Pendeta Emy Sahertian Sentil Telinga Pemerintah Terkait Modus Operandi TPPO
belum ada tokoh politik yang berbicara soal peningkatan ekonomi di desa atau keberpihakan kepada rakyat masih kecil.
Penulis: Yohanes Alryanto Tapehen | Editor: Rosalina Woso
Laporan Reporter POS KUPANG.COM- Ryan Tapehen
POS KUPANG.COM, OELAMASI - Modus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) menurut aktivis kemanusiaan Pendeta Emy Sahertian kini mulai canggih melalui media digital dan dibalut dengan penyeludupan manusia (People Smuggling).
"Sekarang ini modusnya lari lebih cepat dari Undang-undang yang ada, yang kami lihat dan advokasi itu TPPO berwajah smuggling sehingga berharap tidak ada penurunan pinaltinya," ujarnya, Senin 20 Mei 2024.
Dia berharap dalam penerapan UU TPPO menyinggung juga terkait penyeludupan manusia agar betul-betul menimbulkan efek jera.
Dia juga meminta agar pemerintah konsen mengatasi TPPO dengan bekerjasama dengan Gereja dan jangan ego sektoral hingga ke pemerintah desa.
Baca juga: Empat Bacabup Ende Ikut Fit and Proper Test di DPD Demokrat NTT, Hasilnya Memuaskan
"Kalau di tingkat basis misalnya kepala desa bekerjasama dengan pendeta dan berjalan baik tentu saya pikir bisa mendeteksi awal dari modus baru dan lebih efektif mencegah terjadinya TPPO," katanya.
Juga melihat perubahan iklim saat ini dan banyak yang gagal tanam dan gagal panen membuat banyak orang yang ingin bekerja di luar negeri lebih memilih jalan maut daripada jalan selamat.
Hal itu dia katakan karena bila melalui jalur resmi tentu proseduralnya memakan waktu lama sementara saat ini kebutuhan ekonomi terus menuntut dapur tetap berasap dan perut tetap terisi.
Bahkan melihat proses perektutan sekarang sudah digital tentu pemerintah harus lebih waspada dan sekarang gereja kata dia perlu bergerak menguatkan umat dan jemaat.
"Perekrutan makin masif, banyak penangkapan pelabuhan tapi saya lihat penangkapan itu tidak menyelesaikan masalah di hulu, dia mau makan apa karena ekonomi di desa saat ini sedang tidak baik-baik saja," ungkapnya.
Bahkan dalam pengamatannya tingkat TPPO ini berbanding lurus dengan tingkat kemiskinan, jadi bila masih ada kemiskinan makan TPPO tentu akan terus ada.
Dengan keras juga dia menyentil telinga pemerintan terkait minimnya tindak lanjut pasca pengadilan dan pasca penangkapan terhadap korban TPPO.
Ketika dipulangkan ketimpangan integrasi sosial membuat dia harus putar otak dan akhirnya kembali mengabil jalan yang sama dengan modus yang berbeda.
"Makanya kita lihat mata rantai TPPO dan smuggling itu makin masif. Ketika mereka dideportasi dan dilepaskan ke desanya dan di desanya masih bermasalah dia akan kreatif lagi mencari modus baru dan harta terkahir pasti hati nurani dan kejujuran yang dijual sehingga dia pasti pilih jalan maut," jelasnya.
Dia secara terang-terangan kepada pemerintah provinsi dan Kabupaten Kota di NTT harus melihat pengembangan ekonomi di daerah pedesaan terutama yang bermasalah dengan ekologis.
Melihat saat ini tahun Politik dirinya juga melihat belum ada tokoh politik yang berbicara soal peningkatan ekonomi di desa atau keberpihakan kepada rakyat masih kecil.
"Bagi saya saat ini politisi masih berpihak kepada kapitalis dan korporasi yang mau menanam modal tapi rakyat yang masih miskin akan jadi sasaran empuk," tutupnya.(ary)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.