Tokoh NTT

Profil Tokoh NTT Hermensen Ballo, Petinju yang Dua Kali Tampil di Ajang Olimpiade

Siapa menyangka sosok yang menghabiskan masa kecilnya di Desa Mantasi-kini Kecamatan Kota Raja dua kali tampil di ajang Olimpiade.

Editor: Edi Hayong
Foto: Dok / FB
Hermensen Ballo (tengah) ketika menjadi Pelatih Pelatnas Pra Olympic 2021 

POS-KUPANG.COM- Nama Hermensen Ballo, pria kelahiran Kota Kupang, Provinsi NTT 26 Februari 1971 untuk urusan 'baku pukul' bukan orang baru, baik di tanah kelahirannya maupun di ajang Nasional maupun internasional.

Siapa menyangka sosok yang menghabiskan masa kecilnya di Desa Mantasi-kini Kecamatan Kota Raja dua kali tampil di ajang Olimpiade.

Pertama Olimpiade XXVI/1996 Atlanta dan Olimpiade Sydney XXVII/2000 Sydney. Pada ajang ini Hermensen Ballo bertanding di kelas terbang.

Mengutip hasil wawancara sang legenda dengan Finon Manulang di Olympian Indonesia, Hermensen Ballo melitanikan catatan perjalanan dari masa Sekolah Dasar (SD) sampai pada menikmati pertarungan kelas internasional.

Hermensen bercerita bahwa tanah kelahirannya sangat dikenal dengan urusan 'baku pukul' dan dia termasuk salah seorang tukang berkelahi ketika masih duduk di bangku SD.

Baca juga: Profil Tokoh NTT Irjen Pol. Daniel Tahi Monang Silitonga, Kapolda NTT

Bahkan karena suka berkelahi, Hermensen Ballo harus pindah SD sampai tujuh sekolah dan harus pindah sampai akhirnya di SoE Ibu kota Kabupaten Timor Tengah Selatan dia bisa sekolah dengan baik dan lulus.

"Kupang itu panas. Orang yang tidak suka berkelahi ada juga. Tapi kita ini paling suka berkelahi. Di kampung kita tidak berkelahi sehari saja bukan laki-laki namanya," kenang Hermensen.

Menurut Hermensen, kakak dan seniornya adalah petinju alamiah. Petinju besar Kupang rata-rata dari Kecamatan Kota Raja.

"Pelatih yang pernah membimbing saya itu mulai dari kakak, Yonas Ballo. Kemudian Max Oil, Ken Balawa, John Malessy untuk pelatnas SEA Games Singapura. Butje Lilipori untuk menghadapi PON 1993 Jakarta. Pertina NTT kontrak Pak Butje biar datang ke Kupang. Di pertandingan PON 1993 saya merebut medali emas, dalam final mengalahkan Amos Aninam dari Irian Jaya," sebut Hermensen.

Dia melanjutkan, Wiem Gommies juga melatihnya kemudian Zulkaryono Arifin, Hidayat Abin, Ronny Sigarlaki, Frans VB untuk Pra Olympic. Ada juga Daniel Bahari dan Sutan Rambing terbilang dua pelatih yang banyak membimbingnya termasuk pelatih lain dari Kuba.

"Ada pelatih Roy Muskanan, Ali Nurawi, David Hari, Yacob Akodetan, Abdul Nuhun, Yance Uwest dan Musa Bako. Itu nama-nama pelatih yang pernah menangani saya, seingat saya," jelasnya.

Tentang lawan pertama, Dia mengatakan, petinju asal SoE di pertandingan antarsasana Kabupaten TTS. Menang dan juara pada tahun 1995 ketika usianya baru memasuki 14 tahun.

"Dulu umur 14 tahun saya disuruh main dan ketemu senior pengalaman, Marten Mabilaka, almahrum. KO ronde pertama, karena lowblow dan saya jatuh. Terus dihitung. Saya bangun tapi kakak Yonas sudah buang handuk, tanda menyerah. Saya marah. Saya jatuh karena pukulan terlarang, bukan karena pukulan sah. Itu sangat tidak fair. Sakit rasanya. Akhirnya kami ketemu ladi di Porda dan saya balas. Saya menang dan saya senang sekali," lanjut Hermensen.

Siapa petinju Indonesia yang pernah menjadi lawan terberat? Hermensen menyebut Denny da Costa dari Jawa Barat. Dia menang terus, waktu itu dan tidak ada petinju NTT yang bisa menang melawan Da Costa. Hermensen menang dan merasa puas bisa mengalahkan lawan yang sebelumnya tidak terkalahkan.

Ketika menjadi juara, bonus apa saja yang pernah diterima, Hermensen mengatakan, dari Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur berupa rumah dan pekerjaan. Dua kali dia mendapat rumah. Ketika juara PON 1993, dia mendapat rumah T-36 dan uang sepuluh juta. Juara PON lagi pada 1996, dapat rumah, uang sepuluh juta, dan pekerjaan sebagai PNS.

Baca juga: Profil Tokoh NTT Sinyo Aliandoe, Pelatih  yang Nyaris Loloskan Indonesia ke Piala Dunia 1986

Bagaimana untuk menjadi wakil Indonesia di olimpiade, Hermensen mengatakan, minimal finalis per kelas mental juga harus bagus. Dirinya melalui berbagai proses dari awal sampai yang paling berat, yaitu pertandingan kualifikasi dan lolos.

"Saya mewakili negara di olimpiade bukan dengan cara instan. Kami semua olympian tinju berjuang sampai darah terasa mendidih. Jalan menuju olimpiade tidak didapat dari langit. Saya beruntung bisa sampai dua kali bertanding di olimpiade. Pertama, Atlanta (Olimpiade XXVI/Atlanta 1996). Saya di sana (kelas 51 kilogram) bersama La Paene Masara (DKI Jakarta, kelas 48 kilogram), Nemo Bahari (Bali, kelas 57 kilogram), dan Hendrik Simangunsong (Sumatera Utara, kelas 71 kilogram). Kedua, Sydney (Olimpiade XXVII/2000 Sydney, Australia). Saya tetap di kelas terbang (51 kilogram), dan La Paene (kelas terbang ringan 48 kilogram)," bebernya.

Ketika tampil di olimpiade, dirinya merasa luar biasa. Setiap olympian dari cabor mana saja, kalau ditanya kesan tentang olimpiade pasti jawabnya tidak beda-beda amat. Olimpiade sangat super.

Dikatakannya, setelah tiba di Indonesia dari olimpiade karena minim jam terbang sehingga tidak bisa membawa pulang medali, dia berpikir untuk pensiun dari tinju. Tinju dianggapnya sudah selesai. Tapi pada tahun 2001, dia dipanggil lagi masuk Pelatnas.

"Karena sudah terlanjur kecewa, saya kabur dari kabur pelatnas. Saya tidak mau ditangani oleh orang yang sama di Olimpiade Sydney. Saya lari dari Pelatnas. Naik kapal laut dari Tanjung Priok pulang Kupang. Tiga hari di laut termasuk singgah di Tanjung Perak dan Gilimanuk," katanya.

 Untuk bisa menjadi petinju olimpiade, apa saja yang harus dilakukan, kata Hermensen, dia harus memenangkan pertandingan supaya mendapat nilai baik dari tim pelatih. Kalau bisa umur 20 sudah juara. Kalau sudah juara, panggil masuk pelatnas, jangan belum juara sudah masuk pelatnas, itu tidak mendidik.

Setiap atlert harus bisa mematuhi semua aturan, memberi contoh yang bagus serta menyemangati teman sendiri.

Ketika memilih pensiun dari tinju, apa yang dipikirkan, Her mengatakan keluarga, Bagaimanapun keluarga itu penting, itu harus dipikirkan. Sejak pensiun dirinya fokus menjadi PNS ikut menangani petinju pelatda NTT dan petinju pelatnas. Tidaksekali saja Ia menerima SK (Surat Keputusan) sebagai pelatih pelatda dan pelatih pelatnas.(*)

Profil Hermensen Ballo :

Nama: Hermensen Ballo, SH.
Lahir: Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur, 26 Februari 1971.
Pekerjaan: PNS, KABID Pembudayaan Olahraga, Dinas Kepemudaan dan Olahraga (Dispora) Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Nama istri: Jane Magdalena, SE, kelahiran Surabaya, 15 Juni 1974.

Nama anak:

1. Jarden Gil Holy Sydney Ballo, kelahiran Kupang, 21 Maret 2002, sekarang kuliah Fakultas Kesehatan Masyarakat, jurusan Psycholog.
2. Suzanthyka Mayoliesta Chelsea Ballo, kelahiran Kupang, 20 Mei 2006, SMA kelas 1, Sekolah Kristen Generasi Unggul.
3. Prince Trystan Dama Ballo, kelahiran 15 Juni 2007, kelas 3, SMP Kristen Generasi Unggul.(*)

Sumber : rondeaktual.com

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved