Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Minggu 21 April 2024, IA Bukan Seorang Upahan

sikap kreatif selalu mencurahkan daya energi sesuai karisma mereka untuk melayani orang-orang yang mereka jumpai.

|
Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/HO-ROMO LEO MALI
Romo Leo Mali menyampaikan Renungan Harian Katolik Minggu 21 April 2024 dengan judul IA Bukan Seorang Upahan 

POS-KUPANG.COM - Renungan Harian Katolik Minggu 21 April 2024 dengan judul IA Bukan Seorang Upahan

Renungan Harian Katolik Minggu 21 April 2024 dengan judul IA Bukan Seorang Upahan ditulis oleh Romo Leo Mali dan mengacu dalam Bacaan 1 Yoh.3:1-2; Kis. 4:8-12 dan Injil: Yohanes 10:11-18.

Yesus yang bangkit medatangi para murid. Ia membuka pikiran dan hati mereka untuk mengerti semua hal yang sudah dikatakanNya sebelum IA wafat di salib. (bdk. Yoh.24-44).

Salah satu hal penting yang sudah dikatakan kepada mereka  adalah penggambaran diriNya sebagai gembala yang baik. Sementara umat manusia IA lukiskan sebagai domba-domba kesayanganNya. Demikian kita dengar dalam Injil hari ini (Yoh.10:11-18), pada perayaan hari doa panggilan sedunia.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Jumat 19 April 2024, "Saulus, Saulus, Mengapa Engkau Menganiaya Aku?"

Sebagaimana seorang gembala yang baik rela mempertaruhkan nyawanya demi domba-dombanya, demikian pula Yesus merelakan nyawaNya di salib bagi dunia. Alasannya karena IA bukan seorang upahan yang mengutamakan kepentingan dirinya sendiri. Akan tetap IA adalah gembala sejati yang menaruh hati sepenuhnya pada keselamatan umat manusia. Ia bukan seorang upahan.

Gembala yang baik bukan Seorang upahan

Seorang upahan bekerja untuk mendapat imbalan. Ia bekerja atas nama tuan yang empunya domba-domba. Hal yang utama bagi seorang upahan adalah imbalan, upah atau gaji.

Seorang gembala upahan bekerja untuk menyelamatkan hidupnya. Karena concernnya adalah upah yang layak untuk hidup yang baik maka ia tidak mungkin mengambil resiko yang lebih besar dari hidupnya sendiri.

Perhatiannya pada domba-domba yang ia gembalakan terbatas, senilai dengan upah yang didapatkannya. Kalau ada bahaya, yang pertama-tama dipikirkan adalah bagaimana menyelamatkan diri.  Karena tentu saja hidupnya jauh lebih penting.

Seperti dikatakan Yesus, “ketika melihat serigala datang, ia meninggalkan domba-domba itu lalu lari. Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak memperhatikan domba-domba itu.”(Yoh.10:12-13).

Seorang upahan tidak peduli kalau serigala menerkam domba-domba atau bahaya lain mencerai-beraikan domba-dombanya. Karena yang utama baginya adalah keselamatan dirinya sendiri.  

Yesus menampilkan diriNya sebagai figur seorang gembala yang baik, yang  IA pertentangkan dengan figur orang upahan. “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya.”(Yoh.10:11). Seorang upahan adalah orang asing yang mendapatkan status sebagai gembala dari pemilik domba-domba.

Mereka tidak memiliki hubungan yang istimewa dengan domba-domba. Kalau pun ada, maka hubungan itu cumalah bersifat fungsional belaka karena di dapat sebagai pemberian pemilik domba.

Sementara sebagai seorang gembala sejati yang juga sekaligus pemilik domba, Yesus memperlakukan domba-domba-Nya dengan penuh perhatian. Antara Yesus sebagai gembala dan domba-domba-Nya terdapat hubungan saling kenal yang istimewa.

Hubungan kedekatan itu bersifat eksistensial dan melekat pada jati diri mereka masing-masing. “Aku mengenali domba-domba-Ku, dan domba-domba-Ku mengenal Aku.” (Yoh.1:14) Hubungan saling kenal itu sedemikian erat.

Yesus mendasarkan kedekatan-Nya dengan umat yang IA kasihi sebagai domba-domba-Nya seperti hubungan-Nya dengan Bapa. “Sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa.” (Yoh.1:15). 

Ungkapan “mengenal” dalam Kitab Suci tidak hanya berarti mengetahui suatu hal sebagai hasil olah pikir manusia. Tetapi, lebih dari itu mengenal berarti juga mengasihi dan menyukai sosok tertentu yang hadir, termasuk suka untuk mengenal Allah. (Bdk. Hos. 6:6) .

Yesus melihat hubungan-Nya dengan umat-Nya sebagai domba-domba milik-Nya sebagai buah dari hubungan kasih antara IA dan Allah Bapa. Kasih kegembalaan Yesus Kristus, sebagai gembala sejati, kepada domba-domba-Nya adalah kesaksian mengenai cinta antara IA dan Bapa. Karena itu di salib, IA merelakan hidup-Nya, milik-Nya yang paling berharga demi umat-Nya.

Tetapi pada peristiwa Paskah, melalui kebangkitan-Nya, Kristus mengambil kembali kehidupan-Nya. Kalau pada manusia, hidup adalah anugerah dari “yang lain” maka pada Yesus, hidup adalah milik dari diri-Nya sendiri. Sebab DIA adalah hidup itu sendiri (bdk. Yoh.14.6).

Panggilan untuk terlibat dan peduli

Kehidupan domba-domba di tengah “padang kehidupan”, sejatinya penuh dengan kesulitan dan ketidakpastian. Sesewaktu bahaya datang mengancam. Demikianlah kehidupan manusia yang nyata. Dengan menegaskan diri-Nya sebagai gembala sejati dan bukan seorang upahan, Yesus tidak saja berbicara mengenai diri-Nya. Tetap lebih dari itu, IA berbicara mengenai cinta-Nya yang terlibat dalam perjuangan hidup manusia.

Yesus mengajak kita melalui kesaksian hidupNya sendiri bahwa sebagai domba-domba-Nya, umat kesayangan-Nya, kita telah menerima anugerah besar dari Allah yakni menjadi anak-anak Allah. Seperti kata Rasul Yohanes, “Lihatlah, betapa besar kasih Allah yang dikaruniakan Bapa kepada kita sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah.” (1Yoh.3:1).

Panggilan untuk kembali menyadari martabat sebagai anak-anak Allah semakin mendesak di tengah dunia yang tersekularisasi oleh karena keinginan manusia untuk men-Tuhankan dirinya. Banyak orang abaikan anugerah besar ini. Tidak terkecuali umat kesayangan Tuhan juga kerapkali melupakan hal ini.

Dunia yang tidak mengenal Allah tidak akan sanggup mengenal dirinya sendiri dan gampang jatuh berulang-ulang secara tragis dalam pelbagai situasi tanpa harapan. Meminjam ungkapan Rasul Petrus, dunia seperti ini, akan menjadi seperti para tukang yang sedang membangun sambil membuang batu sendi bangunan rumahnya sendiri. (Bdk. Kis. 4:8-12).

Atas keprihatinan ini, pada hari ini, hari minggu panggilan sedunia, kita hendak bersyukur kepada Tuhan atas kesetiaan, ketekunan, dan hidup daris emua  orang yang telah menanggapi panggilan Tuhan dengan seluruh hidup mereka. Kita ingat ibu-bapak keluarga yang tidak memikirkan diri sendiri dan setia membangun kehidupan keluarga mereka dengan penuh cinta dan ketulusan dan melayani anak-anak dan menemani pertumbuhan mereka.

Kita ingat para guru, dokter dan perawat, pegawai negeri, pekerja sosial yang melakukan pekerjaannya dengan penuh dedikasi dan semangat kerjasama untuk membangun dunia yang lebih adil. Kita ingat para pengusaha dan pekerja, petani dan pedagang kecil, yang mengupayakan perekonomian yang dijiwai prinsip solidaritas.

Kita ingat para politisi yang dengan susah payah di tengah situasi yang serba transaksional mengupayakan kehidupan politik yang lebih beretika dan adil, serta masyarakat yang lebih manusiawi. Kita ingat para polisi, aparat keamanan, jaksa, hakim, pengacara yang membangun tertib hidup bersama di tengah situasi hukum yang sering diperjualbelikan.

Juga kita bersyukur dan ingat akan mereka yang membaktikan seluruh hidupnya kepada Tuhan dalam keheningan doa maupun tindakan kerasulan di tempat-tempat terpencil, dalam keadaan yang serba terbatas namun dengan sikap kreatif selalu mencurahkan daya energi sesuai karisma mereka untuk melayani orang-orang yang mereka jumpai.

Tidak terkecuali kita ingat juga Para imam, kaum yang tertahbis yang telah menerima panggilan imamat dan dengan susah payah membaktikan dirinya bagi pewartaan Injil, untuk memecah-mecahkan hidupnya bersama Roti Ekaristi yang dibagi-bagikan di tengah kehidupan yang cenderung mementingkan dirisendiri.

Semua sosok yang kita lihat di atas, menghidupkan kembali ingatan serta kerinduan kita akan sosok Yesus Gembala sejati. Mereka menabur harapan serta menunjukkan keindahan Kerajaan Allah kepada semua orang agar tergerak menaburkan harapan dan perdamaian. Maka mengutip kembali pesannya pada hari orang muda sedunia di Lisabon 1-6 Agustus 2023, Sri Paus Fransiskus menghimbau:

Marilah kita bangun dari tidur, keluar dari ketidakpedulian, membuka jeruji penjara di mana kita kadang-kadang mengurung diri, hingga kita masing-masing dapat menemukan panggilan di dalam Gereja dan dunia serta menjadi peziarah harapan dan pembawa damai! 

Marilah kita bergairah akan kehidupan dan berkomitmen terhadap pemeliharaan penuh kasih pada orang-orang di sekitar kita dan lingkungan yang kita tempati. 

Bagi kita, seperti juga bagi para murid, merayakan kebangkitan Tuhan, berarti merayakan kemuliaanNya yang begitu nyata. Allah begitu peduli pada hidup kita. Ia mengangkat kita menjadi anak-anakNya. Hidup kita menjadi begitu bernilai. 

Seperti kepada para murid, identitas baru sebagai anak-anak Allah,  melahirkan bagi kita harapan di tengah kelam kabut kehidupan ini. Harapan itu membersitkan kepastian. Sebuah masa depan baru terbuka.Inilah kebenaran yang IA bukakan bagi kita dari cinta sejati seorang gembala: gembala sejati dan bukan seorang upahan.

Kita berharap dan meminta, semoga IA memberikan pula kita hati baru yang peduli, seperti hati-Nya. Agar hidup kita menjadi kesaksian tentang kebenaran ini. (*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved