Wisata NTT

Wisata NTT - MengunjungI Kampung Adat Praimadita di Kabupaten Sumba Timur

Kali ini kita diajak untuk mengunjungi Kampung Adat Praimadita, Desa Praimadita, Kecamatan Karera, Kabupaten Sumba Timur

Editor: Agustinus Sape
PAREKRAFNTT.ID
Pemandangan Kampung Adat Praimadita, Desa Praimadita, Kecamatan Karera, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur 

POS-KUPANG.COM - Pulau Sumba di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki banyak kampung adat dengan tradisi dan budayanya yang tetap dijaga hingga saat ini.

Tradisi dan budaya tersebut kini justru menjadi daya tarik wisata terutama bagi wisatawan dari kota-kota atau negara-negara modern. Berkunjung ke kampung-kampung ibarat memutar jarum jam kembali masa lampau ratusan bahkan ribuan tahun lalu.

Kali ini kita diajak untuk mengunjungi Kampung Adat Praimadita, Desa Praimadita, Kecamatan Karera, Kabupaten Sumba Timur, yang diambil dari hasil penelitian tim Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kondisi Demografi

Jumlah penduduk Desa Praimadita mencapai 2.433 orang, yang terdiri 1.232 laki-laki dan 1.201 perempuan dengan 592 kepala keluarga (KK). Persebaran penduduk di empat wilayah dusun, yakni Manupandak, Matawai Marapu, Reinjara, dan Katundu. Dusun Manupandak dibagi dalam 4 wilayah rukun tetangga (RT), Matawai Marapu 2 RT, Reinjara 5 RT, dan Katundu 3 RT.

Usaha perekonomian masyarakat Desa Praimadita didominasi bidang pertanian (padi ladang), disusul bidang peternakan (kerbau, sapi, babi, dan kambing), bidang kelautan dan perikanan air tawar, serta perdagangan.

Aksesibilitas

Akses transportasi umum dari Kota Waingapu, ibu kota Kabupaten Sumba Timur ke Kampung Adat Praimadita sekitar 100 kilometer. Biasanya ditempuh sekitar lima jam perjalanan dengan menggunakan truk bak kayu, yang merupakan transportasi umum reguler bagi masyarakat setempat. Warga biasanya merogoh kocek sekitar Rp 30.000 per orang dari Waingapu ke Desa Praimadita (mungkin saat ini tarifnya sudah naik, Red).

Sementara bagi wisatawan atau pengunjung bisa juga memanfaatkan jasa mobil strada Rp 1,5 juta untuk trasnportasi dari Waingapu ke Desa Praimadita.

Bila ingin keliling kampung atau menuju destinasi wisata di sekitar Praimadita hanya bisa dillakukan dengan jalan kaki, naik motor warga, atau mobil yang disewa dari Waingapu.

Harga sewa kendaraan belum ditentukan (selama ini hanya tergantung pengertian baik wisatawan) Perkiraan: Ojek Rp 10-50 ribu tergantung jauh dekat lokasi. Bila ingin ke Pulau Salura atau pantai lainnya bisa menggunakan perahu atau speed boat. Per grup Rp 5-7 orang minimal Rp 1 juta (PP).

Dari Kupang atau daerah lainnya, wisatawan bisa menggunakan pesawat terbang dari daerah tujuan menuju ke Bandar Udara Mehang Kunda, Waingapu.

Sebelum melanjutkan perjalanan ke Desa Praimadita, wisatawan bisa menikmati suasana khas Kota Waingapu sambil mengunjungi Kampung Prailiu yang tak jauh dari bandara.

Di sana wisatawan bisa melihat rumah adat khas Sumba Timur dan melihat kubur batu para raja serta melihat karya para penenun Sumba dan aksesoris khas Sumba lainnya.

Setelah puas menikmati suasana kota, wisatawan bisa mengunjungi spot pemandangan yang mempesona yakni bukit Wairinding dan Bukit Raksasa Tidur.

Bila ingin berfoto dengan tenun khas Sumba, maka wisatawan bisa menyewa kain pada penjaga lokasi Bukit Wairinding yakni sebesar Rp 50 ribu per lembar kain.

Wisatawan juga bisa mencoba naik kuda Sumba di sekitar bukit.

Setelah puas menikmati pemandangan, wisatawan bisa mengunjungi Pantai Walakiri yang terkenal dengan keindahan pantai dan pohon bakau ‘menari’ yang indah serta menikmat matahari tenggelam di pinggir bibir pantai sambil menikmati secangkir kopi Sumba.

Setelah menikmati city tour, wisatawan bisa menikmati makan malam di Pelabuhan Sumba Timur atau di beberapa restaurant di Waingapu dan beristirahat sebelum berangkat ke Desa Praimadita.

Perjalanan ke Desa Praimadita cukup jauh sehingga disarankan untuk berangkat di pagi hari sekitar pukul 06.00 Wita sehingga masih bisa menikmati pemandangan di beberapa spot sebelum tiba di Desa Praimadita dan masih mendapatkan kesempatan untuk menikmati sunset di Pantai Katundu.

Sebagai informasi, sarana komunikasi dan informasi yang bisa diakses oleh warga dan wisatawan di Desa Praimadita hanyalah jaringan seluler GSM Telkomsel, tanpa jaringan 3G dan 4G untuk akses internet sehingga wisatawan bisa memanfaatkan internet secara maksimal saat berada di Kota Waingapu dan menyiapkan diri untuk menjelajah Desa Praimadita tanpa sinyal internet.

Amenity

Akses terhadap sarana kebutuhan dasar, seperti air bersih, listrik, sarana kesehatan, belum berfungsi secara optimal sehingga perlu dikembangkan agar dapat berfungsi secara optimal.

Saat ini warga memanfaatkan sungai di sekitar desa untuk mencuci dan memberi minum ternak seperti sapi, kerbau, dan kuda, sementara untuk makan dan minum juga mandi masyarakat menggunakan air bersih dari PDAM meski terbatas dan mata air setempat.

Akses air bersih masih menjadi kendala utama bagi warga di salah satu dusun terutama di musim kemarau. Meski demikian, berdasarkan pengalaman pengunjung dan wisatawan yang sudah ke lokasi ini, masyarakat bisa masih bisa menyediakan air bersih yang layak dikonsumsi oleh wisatawan atau pengunjung.

Masalah penerangan (listrik), masih berhadapan dengan rencana perluasan jaringan listrik PLN yang belum terkoneksi di seluruh wilayah Desa Praimadita, sehingga pemerintah daerah membatu dengan PLTS secara bertahap agar menjangkau seluruh dusun.

Sementara untuk akses sarana kesehatan, kondisinya cukup baik karena ada satu unit Puskesmas dan satu unit Rumah Sakit Bergerak di desa tetanggga meski masih terkendala tenaga medis seperti dokter dan dokter spesialis.

Sedangkan untuk sarana ibadah di desa tersebut ada tujuh gereja, yakni GKS dan denominasi lain, serta satu kapela Katolik persis di pintu masuk Kampung Adat Desa Praimadita.

Ada pula satu musola di Rumah Tunggu yang berada di Pantai Katundu.

Meski belum memiliki restaurant yang representatif, wisatawan dan pengunjung tidak perlu khawatir karena para ibu di desa ini bisa menyiapkan makanan yang sehat dan bersih untuk selama kunjungan di Desa Praimadita.

Ada pula kedai makan warga meski aktivitasnya belum setiap hari hanya tergantung kunjungan wisatawan. Bila wisatawan atau pengunjung sudah lebih banyak, maka tim melihat potendi pengembangan warung makan pun bisa berlangsung setiap hari.

Ketersediaan bahan kebutuhan pokok dan distribusinya cukup memadai. Ada beberapa kios kecil dan sedang yang bisa menjadi tempat belanja snack atau kebutuhan dasar selama travelling seperti perlengkapan mandi, dan lain-lain.

Sementara khusus untuk penjualan suvenir hanya untuk skala kecil sesuai pesanan.  Sedangkan areal khusus untuk parkir belum tersedia karena belum dirasakan sebagai kebutuhan mendesak.

Meski demikian, Desa Praimadita memiliki luas lahan yang cukup untuk tempat parkir kendaraan pengunjung atau wisatawan. Keamanan wisatawan dan pengunjung di desa ini pun terjamin sehingga pengunjung tidak perlu takut selama berkeliling di desa.

Akomodasi

Di bidang sarana perumahan, masih ada beberapa rumah di Desa Praimadita yang masuk dalam kategori belum layak huni dan belum memiliki MCK yang bersih dan memadai.

Kendala lain yang dihadapi di desa yakni minimnya fasilitas penginapan bagi pengunjung atau wisatawan. Hanya ada satu unit home stay (vila) dengan kondisi cukup baik, namun pengelolaannya dikhususkan bagi tamu pemilik dengan daya tampung empat kamar lengkap dengan kamar mandi, listrik, dan air yang memadai.

Tamu jarang tinggal lama karena tidak ada penginapan lain. Rumah warga pun tidak semua bisa dijadikan homestay karena sangat sederhana bahkan ada yang tidak memiliki MCK sehingga tidak membuat wisatawan nyaman.

Meski demikian, terdapat rumah milik keluarga Umbu Yadar (Alm)- Putra Raja Karera Umbu Hunga Meha (Alm) di Desa Ngonggi, desa tetangga Praimadita yang selama ini dijadikan sebagai tempat menginap para tamu desa dan wisatawan lain.

Selain itu ada pula rumah tunggu dengan musola yang memiliki 4 kamar dan dua toilet bantuan dari PUPR.

Namun, saat ini kondisinya tidak terawat, meski demikian Kepala Desa Praimadita memiliki komitmen agar rumah tunggu bisa direnovasi untuk keperluan pariwisata.

Saat ini juga tersedia penginapan sederhana dari kayu beratapkan alang-alang yang cukup bersih dan nyaman dibangun tepat menghadap Pantai Katundu.

Ada dua rumah penginapan. Satu rumah sudah selesai dibangun dengan 5 kamar dan satu lagi sedang dalam proses penyelesaian.

Rumah penginapan ini dilengkapi 4 toilet tepat di belakang rumah. Untuk konsumsi, wisatawan atau pengunjung bisa memesan makanan pada beberapa ibu di sekitar penginapan sehingga bisa disiapkan.

Hal yang perlu diperhatikan terkait akomodasi ini adalah kemungkinan pengembangan (community living), keterampilan melayani, dan kemampuan komunikasi masyarakat untuk menerima kunjungan wisatawan mancanegara dan domestik.

Tingkat kunjungan wisatawan dari tahun ke tahun cukup meningkat tetapi perlu ada upaya untuk menata objek wisata Kampung Adat Praimadita senjadi lebih baik lagi.

Awareness

Sejauh pengamatan tim literasi Desa Praimadita, penerimaan masyarakat terhadap wisatawan mancanegara maupun domestik sebenarnya sudah mulai terbina sejak dahulu. Hal tersebut didukung dengan budaya dan kebiasaan setempat dan wilayah sekitarnya yang selalu ramah
terhadap setiap tamu yang berkunjung.

Bahkan, kesadaran masyarakat tentang pentingnya sustainable tourism (pariwisata berkesinambungan) sudah tumbuh seiring dengan perjalanan sejarah Sumba Timur sebagai salah satu tujuan wisata favorit.

Namun, masih terdapat faktor-faktor penghambat di antaranya tingkat pendidikan, rendahnya kesadaran masyarakat, kondisi keterbatasan
ekonomi keluarga, serta keterisolasian wilayah tersebut (akses jalan) yang perlu mendapat perhatian bersama dalam membangun Kampung Adat Praimadita menjadi salah satu objek wisata ke depan.

Beberapa Destinasi Wisata dan aktivitas wisata yang bisa dinikmati di Desa Praimadita

A. Atraksi Alam

a. Menjala Ikan/Panen Ikan (La Luana)

Satu tahun sekali, ada tradisi panen ikan bersama seluruh masyarakat Desa Praimadita termasuk kampung-kampung lain di sekitarnya di Muara Lalona. Panen hanya dilakukan pada saat yang ditentukan oleh tua adat (Rato).

Dilarang menjala ikan di lokasi tersebut di luar jadwal, bahkan pohon bakau atau pohon di sekitar danau pun tidak boleh dipotong atau dilukai. Orang yang melakukannya bisa sakit.

Orang yang sedang datang bulan atau hamil dilarang masuk ke danau tempat panen ikan. Pamali. Bila nekat bisa hilang.

Sebelum panen dilakukan ada ritual adat yang dilakukan oleh marapu, potong ayam dan babi juga melakukan sembayang (hamayang). Setelah ritual selesai, Rato akan menebarkan jala marapu lalu seluruh warga dipersilahkan menjala ikan yang ada sampai waktu yang ditentukan.

Setelah Rato mengatakan waktu selesai, maka tak ada lagi yang boleh memanen. Waktu panen hanya dilakukan satu hari. Biasanya panen dilakukan pada bulan Juli atau Agustus mulai pukul 11.00-15.00 Wita.

b. Menikmati sunrise dan sunset di Pantai Katundu

c. Pacuan Kuda yang dilaksanakan selama 10 hari di bulan September- Oktober setiap tahunnya. Peserta berasal dari tujuh kecamatan di Sumba Timur bagian selatan.

d. Menikmati wisata bahari sambil berlayar ke Pantai Malaikababa, Pantai Watu Tutuk, Pantai Waihungu, Watu Karanjang (nusa. pulau kecil), Pulau Salura, Pulau Kotak, Pulau Manggudu di (Desa Praisalura), dan Watu Parunggu di belakang Pulau Salura.

e. Berenang, surfing, memancing dan snorkling di pantai.

f. Melihat penyu di Pantai Malaikababa

g. Melakukan olahraga pantai (volley pantai), bola kaki,

B. Budaya

a. Tradisi saat panen padi (April-Juli)

Sebelum panen padi, keluarga akan memberi informasi kepada keluarga, sanak saudara (peika analalu) bahwa mereka akan melakukan panen. Keluarga dan tetangga yang sudah mendapatkan infomrasi biasanya akan membawa beras, gula, ayam, dan bahan makanan lain bagi keluarga yang akan panen.

Lalu, akan ada sembayang (hamayang) dengan memotong ayam jantan. Tua adat akan melihat alur hati dan usus untuk mengetahui apakah panen akan berhasil atau adakah hambatan saat panen.

Saat panen, para ibu akan saling bernyanyi dan berbalas pantun (pagganyang). Dua bakul padi pertama yang dipotong akan disimpan untuk bibit dan sembayang sesuai tradisi Marapu.

Mereka yakin dengan melakukan hal tersebut, mereka bisa melakukan panen berulang-ulang kali dan hasil yang diperoleh juga tidak akan ada habisnya.

Kemudian akan ada saat menginjak padi (parina) yang telah dipanen. Saat injak, beberapa orang akan berdiri pada satu jalur, memegang tali sebagai penopang saat injak padi. Satu orang akan bernyanyi dan memberi semangat bagi yang lain saat menginjak padi (ludu parina).

Lalu tiba saat membersihkan padi (paimbun). Para ibu akan diundang oleh keluarga yang akan membersihkan padi. Pembersihan padi dilakukan dengan cara manual memanfaatkan angin untuk memisahkan padi yang berisi dan tidak berisi. Sebagai bentuk terima kasih, para ibu yang membantu akan mendapatkan padi dari tuan rumah.

b. Ritual memberi makan orang mati (2 Maret)

Ritual ini dilakukan satu tahun sekali untuk ‘memberi makan’ orang yang sudah meninggal dunia baik keluarga maupun leluhur. Wuang uhu ma meti, keluarga akan menyiapkan ayam jantan/betina atau babi. Lalu melakukan hamayang dengan melihat hati ayam dan tali perut dekat hati ayam atau melihat hati babi.

c. Tradisi memberi nama anak yang baru lahir

Masyarakat Desa Praimadita akan memberi nama anaknya dengan nama orangtua maupun leluhur (Tunya Tamu). Mereka percaya bila nama leluhur telah ditentukan untuk memberi nama pada anaknya maka mereka harus melakukan ritual potong tali pusar.

Bila saat potong tali pusar dan berdarah berarti leluhur yang akan digunakan namanya setuju namun bila tidak berdarah leluhur tidak setuju. Nama anak harus diganti.

d. Ritual Mendirikan Rumah Adat

Tidak semua keluarga di Desa Praimadita dan sekitarnya bisa mendirikan rumah adat. Hanyalah keturunan tertentu yang bisa mendirikan rumah adat misalnya turunan raja.

Saat mendirikan rumah adat, keluarga harus menyiapkan babi, ayam, dan sirih pinang untuk melakukan ritual adat.

Sebelum peletakan batu pertama, ada empat tiang kayu utama untuk rumah yang harus diberi ‘makan’ empat mamuli (simbol rahim wanita), untuk mengangungkan wanita sebagai sumber segala kehidupan. sejenis perhiasan biasanya digunakan oleh wanita).

Pondasi utama tiang. Penyangga utama memberikan utama yang terbaik,

Tiang pertama (Kambaniru uratu) simbol Sang Khalik dikenal sebagai sosok ‘ma mbakul womata ma mbalar kahilu’ atau Yang Maha Melihat, Yang Maha Mendengar.

Tiang kedua (Kambaniru ba’nda) simbol untuk kekayaan dan hewan

Tiang ketiga (Kambaniru li lalei-manguama) simbol untuk kehidupan pernikahan/kawin-mawin

Tiang keempat ( Kambaniru ngadu mataku) simbol pangan agar urusan makan dan minum selalu diberkati.

Saat naikan alang –alang (wittu) rumah atau atap (pawitung). Keluarga memotong babi dan ayam untuk ritual.

Lalu saat rumah sudah jadi makan keluarga juga kembali menyiapkan babi untuk ditikam dan ayam untuk dipotong. Keluarga juga akan mengundang suku lain dalam tahapan ini dan makan bersama.

NB: Di titik paling atas rumah adat(hindi) ditaruh barang berharga emas (mamuli, kanatar, koin perak),(tanggu marapu) (tergantung kabisu ada yang kris) sebagai simbol leluhur bisa berkomunikasi dengan sang pemilk rumah. Tapi tidak semua rumah adat bisa memiliki tanggu marapu.

Hanya keturunan raja atau orang tertentu saja yang bisa punya tanggu marapu di rumah adatnya. Tidak seperti rumah adat lainnya, padi hasil panen tidak diletakan di rumah adat. Lumbung atau tempat padi dibuat khusus dan tidak berada di dalam rumah adat. Koin . Ana mbeaka (bola) dari anyaman. (tergantung kabihu pun bisa bersoaya intuk. Repsentasi/ simbol para leluhur (Marapu) Tanggu Marapu

Setelah selesai tanam padi, biasanya akan ada acara adat yang dilakukan di rumah ibadat. Intinya, meminta para leluhur dan Sang Khalik menjaga agar padi terlindung dari segela gangguan dan bisa menghasilkan padi yang baik. Begitupun setelah panen, dilakukan ritual di rumah adat sebagai bentuk terima kasih.

e. Ritual Sembayang untuk Hewan

Ritual dilakukan di titik sembayang (katuada) simbolnya berupa batu dan kayu. Saat titik sembayang ditentukan maka perlu disiapkan emas (amahu rara) mamuli sebagai dasar. Di Katuada inilah, empunya hewan melakukan sembayang. Bisa juga beberapa pemiliki yang menggunakan padang gembala yang sama melakukan ritual bersama di titik yang ditentukan.

Sesama pemilik hewan bisa saling mendukung dengan membawa babi atau ayam untuk kebutuhan ritual. Ritual ini biasanya dilakukan pada bulan Juli.

Alasannya, bulan Juli diyakini sebagai saat ternak berkelahi dan kawin (patua’a mbada/wula patua). Ada beberapa jenis katuada sesuai peruntukannya. Katuada Kawin’du (katuada di sekitar rumah), Katuada Pa’da untuk sembayang hewan, dan Katuada Wua Ka untuk semabayang di sawah.

f. Tradisi saat Kematian

Keluarga yang berduka akan melakukan diskusi (bari) untuk menentukan keluarga mana saja yang akan diundang secara adat untuk menghadiri sidang kedukaan misalnya anak perempuan yang telah menikah dan tinggal bersama suami, ipar, dan keluarga besar lainnya.

Saat penguburan, anak perempuan membawa kerbau atau kuda, nyera membawa kain dan satung terbaik, dan kuta angu lulu (saudara) membawa babi, beras, kopi, dan gula.

C. Tempat keramat

Masyarakat Desa Praimadita dan sekitarnya masih percaya pada cerita turun temutun tentang tempat terlarang atau pamali. Misalnya di Pahomba, Suku Kaluwa tidak bisa naik di lokasi tersebut. Bila melanggar maka bisa sakit atau meninggal dunia.

Ada pula Pangguru

Tanuama tempat tinggal awal warga Desa Praimadita, tidak boleh sembarang dikunjungi. Ada jenis burung tertentu yang bila melewati lokasi itu maka akan jatuh dan mati.

Selain itu, ada pula Batu Penji di Pulau Salura berbentuk bulan sabit yang keramat. Batu penji pernah hendak dicuri oleh salah satu turunan Desa Praimadita namun gagal.

D. Kesenian

Desa Praimadita dan desa lain di sekitarnya memiliki beberapa tarian, lagu, serta alat musik yang bisa dimaksimalkan pemakaiannya tidak hanya untuk kegiatan di desa namun sebagai bagian dari pengembangan pariwisata di desa tersebut.

Lagu

Lagu kematian: You Yela khusus kematian orang besar atau turunan raja

Lagu panen: Lu'du panggayang (nyanyian bersahut-sahutan)

Lagu injak padi: Lu'du parina uhu

Alat musik

Gong dan tambur

Cara menabuh tambur dan memukul gong berbeda dalam situasi nikah(adat) berduka, dan bahagia.

Penyambutan tamu terhormat (bahasa adat panggara taung; natoni), kematian, adat kawin mawin. Misalnya waktu datang pertama ke Desa Praimadita.

Tarian

Tarian laki-laki : harama (tarian), kabokang (tarian penyambutan) bisa ditarikan oleh laki-laki maupun parempuan. Bisa juga ditarikan saat ada kematian (setelah penguburan ada menari) dan penyambutan tamu terhormat.

Ada pula tarian kadingang, reanja guku (khusus perempuan), dan nimbu harama.

Permainan

Permainan gasing antar kampung (pajulu maka) biasanya dilakukan saat panen atau saat membangun rumah adat untuk mengisi waktu senggang. Taji ayam (pata’jing manu) juga sering dilakukan di desa ini.

Makanan

Salah satu makanan khas dari Desa Praimadita dikenal dengan nama uhu kadita taigangga yang terbuat dari pulut hitam, ada juga manggullu yang dibuat dari pisang merah, kaparak kirilu (petatas yang dikeringkan dan ditumbuk).

Secara umum Desa Praimadita sudah bisa dikunjungi wisatawan meski masih banyak fasilitas terbatas namun tim memberikan beberapa rekomendasi untuk memaksimalkan potensi yang ada di Desa Praimadita diantaranya:

Desa Praimadita memiliki potensi alam, budaya, dan akses yang bisa mendukung pengembangan pariwisata di daerah tersebut. Beberapa kegiatan yang bisa dikembangkan untuk wisatawan

Treking – (Jelajah kampung, hutan, dan bukit dan menikmati sunset di Pantai Katundu dan Bukit Malaikaba dengan berjalan kaki atau naik kuda)

Melihat dan belajar cara menggembalakan, merawat, atau memberi makan ternak baik ayam, kuda, kerbau, sapi, dan kambing. Khusus untuk babi (dengan pengecualian) bila dimungkinkan.

Lokasi Desa Praimadita sebenarnya masih menampilkan kekhasan batu kubur namun rumah yang ada sudah sangat modern. Baik bila ada rumah contoh budaya seperti galeri untuk dokumentasikan cerita, foto, bahkan video untuk wisatawan yang ingin tahu lebih banyak soal tradisi budaya, dll dari Desa Praimadita.

Para wisatawan bisa langsung menonton video dokumentasi soal Praimadita dari wunang terakhir dari desa tersebut.

Masyarakat perlu ditraining bukan hanya soal budaya, dan cara menerima wisatawan tetapi juga soal pertanian dan peternakan agar bisa support kebutuhan makanan wisatawan karena ibu kota sangat jauh.

Dalam perjalanan menuju ke Desa Praimadita ada beberapa spot foto yang menarik, seperti di Tanah Rara dan Bukit Hiliwuku, perlu ada tanda, papan nama agar wisatawan tahu spot foto terbaik.

Hanya ada satu tempat singgah untuk minum dan makan yakni di Pasar Merdeka, bila memungkinkan ada satu tempat minum kopi yang digalakan warga baik di desa sebelum Praimadita maupun di spot destinasi Praimadita.

Hanya satu atau dua orang Ibu yang bisa menenun kain di Desa Praimadita dan sekitarnya, bentuk souvenir perlu disiapkan agar wisatawan bisa membawa sesuatu dari desa itu. Misalnya, bisa berupa foto dengan pakaian adat di Desa Praimadita, dll. Bisa disiapkan warga sekitar.

Wisata bahari menggunakan boat atau perahu cukup menantang, perlu menentukan jam yang tepat untuk start dan finish saat akan menyusuri wilayah pantai dari Pantai Katundu.

Keamanan dan kenyamanan penumpang boat nomor satu. Pelampung perlu disiapkan sesuai jumlah penumpang, perahu perlu dicat agar menarik.

Memperbanyak permainan pantai misalnya volley pantai, banana boat, alat snorkling, alat surfing, dll.

Menyediakan lopo-lopo istirahat dan tempat makan di sekitar destinasi wisata

Perlu memperbanyak tempat sampah di lokasi wisata.

Masyarakat perlu disadarkan untuk mulai merawat lingkungan rumah dan lokasi sekitar batu kubur, membuat desa menjadi lebih asri dan hijau

Kuburan raja di Desa Ngonggi, Rato Hamayang dari Desa Praimadita menjadi cerita menarik yang bisa diangkat untuk membuat lebih banyak wisatawan tertarik berkunjung di Desa Praimadita.

Dokumentasi Desa dan destinasi sekitar perlu diperbanyak termasuk.

Objek Pendukung

Kampung Adat Praimadita jika dikembangkan ke depan, akan didukung objek wisata menarik lainnya di desa-desa sekitar, yakni wisata bahari khas laut selatan dan air terjun, di antaranya:

1) Air Terjun Laputi, di Desa Praingkareha, Kecamatan Tabundung yang airnya mengalir sepanjang tahun melalui hamparan bebatuan yang bertingkat-tingkat. Di puncaknya terdapat sebuah danau keramat, di mana terdapat belut yang tidak boleh ditangkap dan dimakan karena menurut kepercayaan masyarakat setempat jika belut tersebut dimakan maka orang tersebut akan mati.

2) Air Terjun Wai Kanabu di Desa Waikanabu, Kecamatan Tabundung yang terkoneksi dengan kawasan Taman Nasional Laiwanggi Wanggameti dengan berbagai flora dan fauna yang unik dan menarik.

3) Air Terjun Hirumanu yang terletak di Desa Kananggar, Kecamatan Paberiwai yang sangat indah karena kondisi jalan dengan kemiringan terjal yang menantang.

4) Air Terjun Laindamuki di Desa Pindu Hurani, Kecamatan Tabundung

5) Pantai Watu Parunu di Desa Lainjanji, Kecamatan Wulla Waijelu, dengan karakteristik tebing tinggi yang terbentuk dari susunan beberapa jenis batu memberi pesona tersendiri saat mengunjungi pantai tersebut, Seakan siap menantang kerasnya arus pantai selatan. Saat air bergerak surut, anda dapat mendekati areal tebing melalui celah batu alam yang oleh penduduk setempat disebut Watu Parunu.

6) Pantai Tawui di Desa Tawui, Kecamatan Pinu Pahar, dengan ciri khas gulungan ombak yang tak henti-henti dan hamparan kerikil membungkus sepanjang garis pantai membuat siapa saja enggan untuk beranjak dari tempat ini karena sangat exotis.

7) Kubur dan Rumah Raja Karera di Tana Rungu, Desa Nggongi. Ada pula makan orang Belanda zaman dulu dan makan Umbu Dawa Kareu (pendeta) di Desa Kananggar.

(https://parekrafntt.id)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved