Opini
Opini: Bahaya Fake Comprehension dalam Interaksi Pembelajaran di Kelas
Sebuah kebiasaan paten dan pakem bawasannya proses pembelajaran yang terjadi di dalam ruang kelas lebih banyak ditutup-tutupi.
Oleh Apolonius Anas
Direktur Lembaga Bimbingan Kursus dan Pelatihan U-Genius Kefamenanu
POS-KUPANG.COM - Judul gagasan ini bermula saat diskusi bersama para siswa kelas khusus dalam proses bimbingan Bahasa Inggris di Bimbingan dan Konsultasi Belajar U-Genius Kefamenanu beberapa waktu lalu. Seperti biasa salah satu cara meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Inggris, para siswa di U-Genius wajib mempresentasikan materi masing-masing secara bergantian.
Kebiasaan ini telah lama diterapkan di U-Genius Kefamenanu demi meningkatkan keterampilan berbicara para siswa. Mereka berdiskusi dalam Bahasa Inggris tentang berbagai tema menarik yang berpeluang menjadi polemik dalam diskusi.
Tema ditentukan oleh masing masing siswa yang berpedoman pada keunikan dan minat siswa. Saat diskusi berlangsung muncullah sebuah diksi yang menurut saya pantas untuk penulis elaborasi dalam sebuah opini media yaitu "mengerti palsu atau pura-pura mengerti" atau (fake comprehension) dalam kelas sebagai fenomena unik dalam interaksi pembelajaran di sekolah.
Berdasarkan pemaparan siswa, terkuak sebuah kebiasaan paten dan pakem bawasannya proses pembelajaran yang terjadi di dalam ruang kelas lebih banyak ditutup-tutupi terutama dalam memahami isi materi pelajaran. Dalam arti ruang terbuka untuk berdiskusi dan menjalin tanya jawab terhadap materi yang diajarkan guru sama sekali tidak dibudayakan dengan baik.
Guru punya kecenderungan kejar materi, waktu demi memenuhi tuntutan kurikulum. Keadaan seperti ini terjadi dalam pembelajaran dengan jumlah siswa sangat banyak. Alhasil banyak peserta didik pulang dengan tangan hampa tanpa mendapat sedikit pun asupan ilmu baru dari pelajaran yang diikutinya. Seperti kata pepatah tong kosong nyaring bunyinya. Celakanya itu terjadi secara berulang sampai kelas selanjutnya.
Kebiasaan menutup-nutupi dalam upaya menguasai materi pembelajaran memang lumrah terjadi. Apalagi jumlah siswa dalam kelas sangat banyak. Guru mengajar berbasis otoritas tanpa mengedepankan prioritas melayani siswa sampai tuntas (nothing left behind). Guru mengabaikan interaksi dialogis yaitu aktivitas resiprokal antara guru dan siswa pada materi yang diajarkan.
Di pihak siswa terpaan dan kompetisi secara sosial yang terjadi dalam kelas baik siswa yang cepat paham, sedang dan lambat sangat terasa. Nasib siswa yang lamban cenderung apes. Mereka sering diabaikan sehingga hal ini berpeluang memahami materi secara palsu (fake comprehension).
Dalam dunia pendidikan, interaksi antara guru dan siswa sangat penting dalam memastikan pemahaman materi yang diajarkan. Komunikasi dalam pola interaksi dialogis yang efektif antara guru dan siswa memainkan peran kunci dalam proses pembelajaran. Guru perlu menyampaikan materi dengan jelas dan menarik agar siswa dapat memahaminya dengan baik. Di sisi lain, siswa juga perlu merespons dengan baik agar proses komunikasi menjadi dua arah yang produktif.
Interaksi yang positif dua arah (resiprokal) antara guru dan siswa membantu membangun hubungan yang kuat dan saling percaya. Ketika siswa merasa nyaman dengan guru mereka, mereka cenderung lebih terbuka bertanya dan berdiskusi tentang materi yang sulit dipahami.
Suasana pembelajaran yang kaku berimplikasi pada munculnya fenomena yang dikenal sebagai "fake comprehension" (mengerti palsu) tadi, di mana siswa menyatakan bahwa mereka mengerti padahal sebenarnya mereka masih bingung atau belum memahami sepenuhnya.
Siswa ingin cepat selesai, cepat pulang karena materi atau presentasi guru tidak menarik dan membingungkan mereka. Ini adalah masalah yang serius yang dapat menghambat proses dan tujuan pembelajaran secara keseluruhan. Implikasi akademisnya bermuara pada salah mengerti, beda mengerti bahkan tidak mengerti dengan sumber belajarnya.
Ketika seorang guru bertanya kepada kelasnya, "Sudah paham?", banyak siswa akan dengan cepat menjawab "sudah", terlepas dari seberapa baik mereka benar-benar memahami materi tersebut. Alasan di balik fenomena ini bisa bermacam-macam, mulai dari rasa malu untuk mengakui ketidaktahuan hingga tekanan sosial untuk terlihat cerdas di hadapan teman-teman sekelas.
Beberapa siswa mungkin merasa malu atau takut dijauhi oleh teman-teman mereka jika mereka mengakui bahwa mereka belum mengerti. Ini bisa menjadi tantangan besar terutama di lingkungan sekolah yang kompetitif. Siswa-siswa yang kurang percaya diri mungkin merasa tidak nyaman untuk mengungkapkan ketidakpahaman mereka di depan guru dan teman-teman sekelas. Atau berbagai fenomena psikologis yang membuat siswa berpura-pura mengerti.
Implikasi Fake Comprehension
Ketika siswa menyatakan bahwa mereka mengerti padahal sebenarnya tidak menjadi tanda bahwa proses pembelajaran yang terjadi hanya asal-asalan atau sekedar rutinitas belaka. Fenomena itu biasa disebut sebagai "kesalahpahaman yang berlanjut" atau "kesalahpahaman konseptual".
Jika siswa memiliki rasa ingin tahu yang kuat, maka mereka cenderung mencari bantuan tambahan atau klarifikasi, yang dapat menyebabkan kesalahpahaman yang berlanjut bisa diatasi dengan baik.
Ada empat alasan hal ini terjadi. Pertama, secara psikologis, siswa berada pada posisi takut karena jika mereka mengakui bahwa mereka tidak mengerti, mereka akan dianggap kurang pintar oleh guru atau teman-teman mereka.
Kedua, siswa yang merasa kurang percaya diri mungkin tidak yakin bahwa mereka dapat memahami materi pelajaran dengan bantuan tambahan. Mereka merasa tidak cukup cerdas atau kompeten untuk memahaminya.
Ketiga, beberapa siswa mungkin merasa bahwa mereka tidak mengerti merupakan bentuk kekalahan atau penurunan status sosial. Mereka ingin menjaga citra diri mereka sebagai siswa yang cerdas dan mampu.
Keempat, siswa mungkin tidak yakin bagaimana cara mengajukan pertanyaan atau meminta klarifikasi tanpa terlihat bodoh atau mengganggu. Mereka mungkin merasa tidak nyaman untuk mengekspresikan ketidakpahaman mereka atas cara guru membawakan materi.
Siswa yang tidak memahami materi dengan baik karena mengerti palsu dapat mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran selanjutnya, yang dapat menghambat kemajuan akademis sehingga berdampak secara signifikan pada keberhasilan siswa.
Keadaan ini terjadi karena para siswa membangun fondasi pemahaman yang rapuh yang berimplikasi pada kesulitan yang lebih besar di masa depan karena materi pelajaran sering kali saling terkait. Kemudian muncul pula hal yang sangat krusial yaitu ketidakmampuan menerapkan pengetahuan.
Ketika siswa secara kontinu berpura-pura mengerti, mereka cenderung tertinggal dalam pembelajaran dan akhirnya mengalami kesulitan akademis. Ini bisa berdampak pada nilai mereka, performa di kelas, dan kemampuan mereka untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
Proses belajar yang sehat pada hakikatnya melibatkan pemecahan masalah, analisis, dan evaluasi. Ketika siswa hanya berpura-pura mengerti, mereka melewatkan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut, yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari sebagai pelajar dan karier mereka di masa depan.
Solusi Fake Comprehension
Fakta tentang siswa berpura-pura mengerti memang telah membudaya dalam pembelajaran di kelas. Karena keadaan itu berkaitan dengan gambaran pendidikan atau pembelajaran sebagai sebuah rutinitas dan membosankan bagi para siswa. Sehingga kegiatan pembelajaran hanya berorientasi pada cepat selesai baik secara administrasi maupun secara materi sehingga tuntutan kurikulum terpenuhi tanpa peduli siswa mengerti atau tidak apa yang diajarkan guru.
Untuk mencegah terjadinya fake comprehension, maka guru bisa mengaktifkan pembelajaran berbasis proyek. Project Based Learning memungkinkan siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih dalam dengan menerapkan konsep yang dipelajari dalam konteks proyek nyata. Ini memaksa mereka untuk memahami konsep tersebut agar dapat menerapkannya secara efektif.
Selain itu guru juga mendorong diskusi dan kolaborasi antara siswa membantu mereka untuk menguji pemahaman mereka secara aktif.
Dalam situasi ini, mereka harus menjelaskan konsep kepada teman sekelas mereka atau memecahkan masalah bersama-sama, yang membantu mencegah pemahaman palsu.
Melakukan evaluasi formatif yang teratur juga bisa mencegah fake comprehension. Hal ini dilakukan demi membantu guru melacak pemahaman siswa secara terus-menerus. Dengan memberikan umpan balik yang sesuai, guru dapat membantu siswa untuk mengoreksi pemahaman mereka sebelum masalah tersebut menjadi lebih serius.
Di sisi lain menganjurkan siswa menggunakan teknologi juga dapat menjadi alat yang tepat untuk memperkuat pemahaman, tetapi penggunaannya harus dipandu dengan bijaksana oleh guru. Penggunaan platform pembelajaran online, misalnya, dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar secara mandiri, tetapi juga memerlukan bimbingan yang cermat untuk memastikan bahwa pemahaman yang diperoleh adalah yang benar.
Memberikan contoh konkret dan memodelkan pemecahan masalah atau pemahaman konsep juga bisa membantu mencegah fake comprehension bagi siswa demi memahami bagaimana konsep tersebut diterapkan dalam konteks nyata.
Dengan menerapkan berbagai strategi di atas, pendidik dapat membantu mencegah munculnya fake comprehension dalam proses pembelajaran. Ini tidak hanya membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang materi, tetapi juga membekali mereka dengan keterampilan metakognitif yang penting untuk keberhasilan belajar jangka panjang sendiri dan mengembangkan strategi untuk mengatasi persoalan yang dihadapi.
Mengerti palsu merupakan tantangan nyata dalam proses pembelajaran yang membutuhkan perhatian serius dari para pendidik. Dengan menciptakan lingkungan yang mendukung dan mendorong siswa untuk mengakui ketidakpahaman mereka, guru dapat mempromosikan pemahaman yang lebih mendalam dan berkelanjutan.*
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
interaksi pembelajaran di kelas
fake comprehension
pemahaman palsu
pura-pura mengerti
Apolonius Anas
Direktur U-Genius Institut
Opini
Pos Kupang Hari Ini
POS-KUPANG.COM
Opini: Urgensi Langkah dan Kebijakan Strategis untuk Akselerasi Pembangunan Daerah |
![]() |
---|
Sepeda Motor Milik Tenaga Medis Puskesmas Oeolo, Kabupaten TTU Raib Digasak Maling |
![]() |
---|
Polsek Sabu Barat Galang Kamtibmas terhadap Tokoh Masyarakat Paguyuban Flores |
![]() |
---|
Seorang Pria di Kabupaten TTU Dianiaya Kepala Desa Letmafo Cs |
![]() |
---|
PKM di SMP Negeri Sekon, Dosen Unimor Sosialisasi Penggunaan AI untuk Dukung Pembelajaran |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.