Berita Flores Timur
Kerajinan Batok Kelapa Hingga Bonsai Jutaan Rupiah di Festival Bale Nagi Flores Timur
Komunitas Nagi Bonsai berharap Festival Bale Nagi membawa dampak positif bagi masyarakat yang tekun dengan usahanya masing-masing.
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Paul Kabelen
POS-KUPANG.COM, LARANTUKA - Festival Bele Nagi 2024 di Kota Larantuka, Kabupaten Flores Timur, NTT, menampilkan berbagai karya seni seperti kerajinan batok kelapa dan bonsai atau miniatur pohon.
Kerajinan batok kelapa berupa cangkir, cerek, dan gelas kecil itu dibanderol dengan harga terendah Rp 50 ribu sampai Rp 150 di Taman Kota Felix Fernandez Larantuka, Rabu, 3 April 2024 malam.
Fransiskus Parak Tukan (47), datang dari Desa Gekeng Deran di Kecamatan Tanjung Bunga untuk mempromosikan kerya seninya di Festival Bale Nagi yang rutin digelar Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Flores Timur itu.
"Kerjajinan batok kelapa. Dari bahan dasar sampai dibuat jadi barang seni, semuanya kita punya," ujarnya kepada wartawan.
Baca juga: Viral Rocky Gerung di Flores Timur, Nikmati Tanjung Bunga, Adonara Hingga Ikut Prosesi Semana Santa
Fransiskus menyebut, buah kelapa di Flores Timur sangat melimpah. Selain menjadi kopra dan minyak kelapa murni, tempurungnya juga dimodivikasi menjadi barang seni yang bernilai jual.
Di lapak yang sama, Ansel Pepang (42), warga Kelurahan Pohon Sirih, dan Sinto Bl de Rosari (57), warga Kelurahan Waihali, memamerkan aneka jenis bonsai seperti, santigi, beringin, dan asam lokal.
Tanaman hias dari anggota Komunitas Nagi Bonsai itu tak luput dari pandangan ribuan orang yang menggandrungi Festival Bale Nagi di jantung kota.
Menurut Ansel, harga bonsai sangat bervariasi dengan kisaran Rp 3 juta sampai belasan juta rupiah. Hingga kini, jenis bonsai yang paling populer dan kerap diburu adalah santigi.
"Yang ada di sini bisa Rp 3 juta, ada yang Rp 5 juta. Sementara beberapa jenis kami tidak jual, hanya pajang saja," katanya.
Ansel menuturkan, merawat bonsai butuh kesabaran dan ketekunan. Salah sedikit saja, tanaman yang indah akan mati sia-sia. Pisau untuk menyayat bonsai secara cangkok atau okulasi pun tetap steril.
"Salah potong maka langsung mati, jadi harus sabar dan butuh ketangkasan," ungkapnya.
Dia bersama para anggota Komunitas Nagi Bonsai berharap Festival Bale Nagi membawa dampak positif bagi masyarakat yang tekun dengan usahanya masing-masing.
Disaksikan POS-KUPANG.COM, Festival Bale Nagi yang mendapat dukungan dana Rp 317 juta itu dipenuhi ribuan manusia. Mereka menyaksikan penampilan pelajar dan group band musik di panggung utama.
Gelaran Festival Bale Nagi yang sudah masuk Karisma Even Nasional (KEN) juga melibatkan komunitas-komunitas kreatif dan para pecinta lingkungan.(*)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.