Liputan Khusus
News Analysis Harga Beras di NTT Tembus Rp 18 Ribu, Kepala DJPb NTT: Pengaruhi Inflasi
Sementara itu, meskipun prospek pertumbuhan awal 2024 indikator produksi masih cukup kuat, namun konsumsi menunjukkan tanda-tanda perlambatan.
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Nusa Tenggara Timur ( DJPb NTT ), Catur Ariyanto Widodo menyebut kenaikan harga beras di NTT dipengaruhi oleh inflasi.
Catur menjelaskan, inflasi relatif terjaga di awal tahun ini, namun tekanan harga beras perlu diwaspadai terutama menjelang Ramadhan dan Idul Fitri. Adapun tingkat inflasi Januari 2024 tercatat 2,57 persen (yoy) atau 0,04 persen (mtm) atau 0,04 persen (ytd).
Sementara itu, meskipun prospek pertumbuhan awal 2024 indikator produksi masih cukup kuat, namun konsumsi menunjukkan tanda-tanda perlambatan.
Baca juga: Lipsus - Harga Beras di NTT Tembus Rp 18 Ribu, Desperidag Gelar Operasi Pasar di 6 Kota
Baca juga: Dinas Pertanian NTT Sebut Gagal Panen Memicu Tingginya Harga Beras
"Kemudian kita melihat juga komoditas yang andil dalam memberikan inflasi di sini adalah komoditas yang terkait dengan beras. Intinya makanan minuman dan juga tembakau. Di kelompok inilah yang kemudian inflasinya cukup tinggi," kata Catur.
Selain itu, lanjut dia, jika melihat dari sektor transportasi terutama di sektor transportasi udara dalam kaitan untuk mengatasi inflasi tersebut salah satunya juga dari dukungan fiskal ataupun dukungan APBN juga terlihat dari adanya alokasi setidaknya pada 5 Kementerian untuk mengendlaikan inflasi di Provinsi NTT.
Untuk diketahui, perekonomian global 2024 diperkirakan stagnan, dan moderasi inflasi berlanjut. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) global 2024 secara yoy diperkirakan 3,1 persen (IMF) dan 2,4 persen (World Bank).
Aktivitas manufaktur membaik di awal tahun 2024, Aktivitas sektor manufaktur di AS, Korsel, Vietnam, Brazil dan Australia pulih ke zona ekspansi. PMI negara Eropa masih terus kontraksi. India dan Indonesia terus melanjutkan ekspansi.
Kemudian tren moderasi harga komoditas berlanjut baik untuk komoditas energi (minyak brent, gas alam dan batubara) maupun komoditas pangan (CPO, tepung terigu, kedelai dan beras.
Di tengah tren pelemahan global tahun 2023, ekonomi Indonesia tumbuh relatif kuat (5,05 persen). Dominan didukung konsumsi rumah tangga yang tumbuh 4,82 persen dari sisi pengeluaran dan sektor manufaktur yang tumbuh 4,64 persen dari sisi produksi.
Neraca Perdagangan Januari 2024 juga melanjutkan tren surplus memasuki bulan ke-4 dan 5. Namun demikian untuk bulan Januari 2024, ekspor mengalami penurunan (kontraksi 8,1 persen yoy) di tengah kenaikan impor (tumbuh 0,4 persen yoy), sehingga surplus perdagangan kembali menyempit.
Sementara surplus neraca perdagangan pada Januari 2024 sebesar USD 2,02 Miliar. PMI manufaktur Januari 2024 masih terus ekspansif (52,9), konsisten ekspansif dalam 29 bulan berturut-turut.
Kondisi pasar keuangan domestik cukup dinamis. Nilai tukar rupiah tercatat mengalami depresiasi (melemah 1,39 persen ytd). Hingga 19 Februari 2024, terjadi capital inflow sebesar Rp18,24 triliun (ytd).(dhe)
Ikuti Liputan Khusus POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.