Berita Nasional

Pro Kontra Pembentukan Kementerian Baru

Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Dradjad Wibowo menyampaikan pembentukan kementerian baru bukan hal yang sederhana.

Editor: Alfons Nedabang
TRIBUNNEWS.COM/REYNAS ABDILA
Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Dradjad Wibowo, saat kunjungan ke Studio Tribun Network, Palmerah, Jakarta, Jumat (8/12/2023). 

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teguh Dartanto menyatakan pogram makan siang dan susu gratis dalam tataran ide dan wacana memang sangat bagus.

Akan tetapi dalam tataran implementasi penuh tantangan yang harus diselesaikan serta membutuhkan kajian panjang.

“Pertama tantangan keuangan, kita tidak memiliki ruang fiskal yang cukup utk membiayai program ini sehingga perlu melakukan realokasi anggaran bansos yang lain, sehingga bisa membuat banyak kegaduhan,” ucap Teguh kepada Tribun Network, Jumat (23/2/2024).

Kemudian aspek teknis produksi dan distribusi makanan ke sekolah-sekolah akan jauh lebih kompleks.

Berbeda dengan Jepang, setiap sekolah memiliki dapur umum sendiri-sendiri sehingga produksi dan distribusi mudah dilaksanakan, biaya distribusi dan produksi bisa jadi lebih mahal dibandingkan ongkos makanannya.

Transformasi bantuan beras miskin (Raskin) menjadi Banguan Pangan Non Tunai (BPNT) salah satu alasannya adalah biaya distribusi lebih mahal.

Baca juga: Bahlil Lahadalia: Gibran Telah Beri Bukti, Pantas Jadi Pendamping Prabowo Subianto

Teguh juga menyoroti masalah aspek kesehatan dari makanan yang diproduksi yang dipikirkan.

Aspek selera makanan yang berbeda-beda antar daerah sehingga isu local context makanan ini pun perlu diperhatikan.

”Bisa jadi anak-anak tidak menyukai makanan yang disajikan yang terjadi adalah food waste,” urainya.

Teguh meyakini apabila tidak ada realokasi anggaran bansos atau subsidi energi ke program makan siang gratis maka salah satu solusinya adalah menambah utang penerbitan obligasi.

Program ini pun secara logis tidak akan banyak memberi multiplier effects karena terjadi crowding out effect dari kegiatan belanja rumah tangga.

Pria yang meraih gelar S3 bidang pembangunan internasional dari Nagoya University ini memandang wacana pembentukan kementerian baru khusus menangani makan siang bukan solusi.

“Menurut saya bukan sebuah solusi yang akan menyelesaikan masalah utama dari isu makan siang gratis. Mungkin perlu belajar dulu dari Jepang atau negara lain yang memiliki program serupa,” papar Teguh.

Overlapping Tupoksi

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai belum ada urgensi pembentukan kemenko khusus yang menangani program utama pemerintahan Prabowo-Gibran itu.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved