Merapi Erupsi
Gunung Merapi Erupsi, Awan Panas Meluncur ke Arah Boyolali dan Klaten Jateng, Masih Status Siaga
Meski demikian, menurut Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) status Merapi masih Siaga (Level III).
POS-KUPANG.COM, YOGYAKARTA - Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta meluncurkan empat kali awan panas guguran pada Minggu (21/1/2024) pagi hingga sore. Akibat awan panas guguran yang terjadi pada Minggu siang, terjadi hujan abu di Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten, Jateng.
Meski demikian, menurut Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) status Merapi masih Siaga (Level III).
Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), awan panas guguran pertama terjadi pada pukul 08.25 WIB. Awan panas tersebut memiliki amplitudo maksimal 62 milimeter (mm), durasi 191,28 detik, dan jarak luncur maksimal 2.000 meter ke barat daya atau menuju Kali Bebeng.
Setelah itu, pada Minggu pukul 13.55 WIB, terjadi awan panas guguran dengan amplitudo maksimal 42 mm, durasi 214,40 detik, dan jarak luncur maksimal 2.000 meter ke arah barat daya atau menuju Kali Bebeng.
Awan panas guguran berikutnya terjadi pada pukul 14:12 WIB dengan amplitudo maksimal 70 mm, durasi 239,64 detik, dan jarak luncur maksimal 2.400 meter ke arah barat daya. Saat dua kali awan panas guguran itu terjadi, visual Gunung Merapi tampak berkabut dan arah angin menuju ke timur.
Setelah itu, pada Minggu pukul 17.19, Merapi kembali meluncurkan awan panas guguran. Awan panas guguran itu memiliki amplitudo maksimal 70 mm, durasi 150 detik, dan jarak luncur maksimal 1.500 meter ke barat daya.
Kepala Bidang Penanganan Darurat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng, Muhamad Chomsul, mengatakan, awan panas guguran di Gunung Merapi pada Minggu siang menyebabkan terjadinya hujan abu di sejumlah wilayah di Jateng, yakni di Klaten dan Boyolali. Hujan abu dilaporkan mulai terjadi sekitar pukul 13.55 WIB.
"Berdasarkan hasil pantauan BPBD Klaten, tidak terjadi kepanikan warga maupun pengunjung di tempat wisata yang terdampak hujan abu. Hujan abu juga tidak terlalu berdampak karena setelah hujan abu ada hujan sehingga abu vulkaniknya tersapu," ucap Chomsul.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Klaten Nurcahyo mengungkapkan, dampak berupa abu vulkanik hanya terjadi pada dua dusun di Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, yakni Dusun Pajegan dan Dusun Girpasang. Daerah tersebut masuk ke dalam area Kawasan Rawan Bencana (KRB) III.
"Tetapi, dampak abu vulkanik ini tidak terlalu besar. Abu vulkanik juga langsung tersapu air hujan yang menyusul beberapa waktu kemudian," kata Nurcahyo.
Nurcahyo mengungkapkan, terjadinya erupsi sempat terlihat dari dua desa lainnya yang masuk dalam kategori KRB III, yakni Desa Balerante dan Desa Sidorejo di Kecamatan Kemalang. Namun, situasi masih aman dan terkendali di dua desa itu. Abu vulkanik pun tak menyebar sampai ke daerah tersebut.
Selanjutnya, Nurcahyo menyampaikan, pihaknya tengah melaksanakan koordinasi dan pemantauan mengenai kondisi terkini aktivitas gunung tersebut. Ia meminta agar warga tidak panik dan terus mengikuti informasi seputar gunung itu dari lembaga berwenang seperti BPPTKG.
"Untuk dampak langsung di Klaten, khususnya di KRB III, belum terlalu signifikan. Namun demikian, tetap ada kesiapsiagaan dan kewaspadaan pada seluruh sukarelawan tingkat desa, kecamatan, dan para pemangku kepentingan," kata Nurcahyo.
Sejumlah kecamatan
Sementara itu, di Boyolali, hujan abu melanda Kecamatan Cepogo, Musuk, Tamansari, Boyolali, Mojosongo, Teras, dan Sambi. Menurut Kepala BPBD Boyolali Suratno, hujan abu vulkanik yang turun tergolong dalam intensitas sedang.
"Hujan abu tipis-tipis tapi tetap terdeteksi dan apabila menggunakan kendaraan saat hujan abu memang menjadi seperti tampak tebal. Tetapi kemudian turun hujan, sehingga aktivitas masyarakat tidak terganggu signifikan," kata Suratno.
Suratno mengimbau masyarakat untuk tetap waspada namun tidak perlu panik dan tidak menyikapi fenomena itu secara berlebihan. Menurutnya, situasi Boyolali pada Minggu sore cukup aman dan terkendali.
"Apabila ada perubahan informasi yang perlu disampaikan terkait dengan aktivitas Merapi, akan segera kami ikuti dan kami ambil langkah-langkah sebagaimana mestinya," imbuhnya.
Baca juga: Gunung Marapi di Sumbar Kembali Muntahkan Abu Vulkanik Sebulan Usai Letusan yang Menewaskan 23 Orang
Sementara itu, Chomsul mengimbau masyarakat untuk menjauhi daerah rawan bahaya, sesuai dengan rekomendasi BPPTKG. Daerah rawan itu disebut Chomsul berada pada sektor selatan-barat daya, meliputi Sungai Boyong sejauh maksimal 5 kilometer (km) serta Sungai Bedog, Krasak, dan Bebeng sejauh maksimal 7 km.
"Pada sektor tenggara meliputi Sungai Woro sejauh maksimal 3 km dan Sungai Gendol 5 km. Lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius 3 km dari puncak," tutur Chomsul.
Penjelasan BPPTKG soal Rentetan Awan Panas
Gunung Merapi yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memasuki fase erupsi efusif sejak 4 Januari 2021. Awan panas guguran di Gunung Merapi yang beberapa waktu ini sering terjadi dipicu oleh curah hujan yang tinggi di puncak.
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Agus Budi Santoso mengatakan, suplai magma di Gunung Merapi masih terus berlangsung. Hal tersebut berdasarkan data kegempaan maupun deformasi.
"Kemudian dengan adanya curah hujan yang tinggi itu juga memicu keluarnya suplai magma tersebut ke permukaan. Kemudian membentuk awan panas seperti yang terjadi dalam beberapa hari terakhir ini," ujarnya, Minggu (21/1/2024).
Pertumbuhan kubah lava
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) saat ini masih menetapkan aktivitas Gunung Merapi pada Siaga (Level III).
Agus mengaku masih mempertahankan status aktivitas Gunung Merapi pada Siaga. Sebab jarak luncur awan panas guguran masih berada di dalam radius bahaya yang direkomendasikan.
"Jarak luncur dari awan panas yang selama ini terjadi masih di daerah potensi bahaya. Kalau misalnya itu sudah diperkirakan akan melebihi potensi bahaya dan akan berdampak ke pemukiman baru kita nanti evaluasi," tandasnya.
Diungkapkan Agus, status Siaga Gunung Merapi sudah berlangsung 3 tahun lebih sejak 5 November 2020. Sampai dengan saat ini aktivitas vulkanik Gunung Merapi masih cukup tinggi berupa aktivitas erupsi efusif.
"Ya (aktivitas Gunung Merapi) masih tinggi, yang seperti ini memang sudah menjadi perilakunya Merapi yang erupsi selama tiga tahun ini. Jadi aktivitasnya berupa pertumbuhan kubah lava, kemudian guguran awan panas sesekali, ada peningkatan suplai yang ketika keluar dia mengakibatkan kejadian rentetan awan panas dan yang seperti ini sudah beberapa kali terjadi," urainya.
Menurut Agus, aktivitas erupsi efusif Gunung Merapi belum akan berakhir dalam waktu dekat. Sebab sampai saat ini suplai magma masih berlangsung.
"Ini sudah menjadi kebiasaan Merapi selama tiga tahun ini dan yang penting jarak luncur dari awan panas ini tidak membahayakan penduduk di pemukiman," pungkasnya.
Status Siaga
Hingga saat ini, status Gunung Merapi masih Siaga (Level III). Status ini telah ditetapkan BPPTKG sejak 5 November 2020. BPPTKG juga belum mengubah radius bahaya erupsi Gunung Merapi.
Sebelumnya, pada Kamis (18/1/2024) dan Jumat (19/1), Merapi menyemburkan rentetan awan panas guguran sebanyak 11 kali. Rinciannya, dua kali awan panas guguran pada Kamis malam dan sembilan kali awan panas guguran sepanjang Jumat dini hari hingga pagi.
Baca juga: Gunung Merapi Muntahkan APG, Tim BPBD Boyolali dan Magelang Turun ke Lapangan
Sebelumnya, Kepala BPPTKG Agus Budi Santoso menyebut, rentetan awan panas guguran itu merupakan peningkatan intensitas erupsi Merapi yang kesembilan kalinya sejak status Siaga pada 5 November 2020. Selama tiga tahun lebih ini, bisa dibilang Merapi mengalami erupsi setiap hari.
Meski begitu, Agus justru mensyukuri hal itu. Pasalnya, itu berarti Merapi melepaskan energinya secara bertahap atau sedikit demi sedikit. Ini berbeda dengan letusan eksplosif pada tahun 2010 saat Merapi mengeluarkan energi besar dalam satu waktu sekaligus sehingga menimbulkan bencana dahsyat.
”Kami belum bisa memprediksi kapan fase erupsi Merapi ini berakhir karena suplai magma (dari dalam perut gunung) masih terus berlangsung,” kata Agus.
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.