Berita Kota Kupang
Jadi Nelayan Selam Untuk Sambung Hidup
Hal itu tergambar dari Nilai Tukar Nelayan (NTN) dan Nilai Tukar Pembudidayaan (NTP) 2023 yang belum naik secara signifikan.
Penulis: Agustina Yulian Tasino Dhema | Editor: Oby Lewanmeru
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Asti Dhema
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Cuaca di Pantai Bolok siang itu cukup terik. Tiupan angin membawa aroma ikan bakar ke pinggir pelabuhan Bolok.
Beberapa orang berkumpul membentuk unggun api untuk membakar ikan hasil tangkapan mereka. Tidak jauh dari kumpulan orang itu, tampak dua pria dan satu wanita berjibaku membersihkan perahu motor yang bersandar di Pantai Pelabuhan Bolok Kupang.
Perahu berukuran sekitar 2 meter mengapung di tepi kiri Pelabuhan Bolok Kupang akibat dihantam gelombang tinggi dan angin kencang. Tiga hari perahu motor itu telungkup dan rusak, tiga hari juga Randi (28) tidak berlayar.
Biasanya Randi berlayar dari Bolok bersama adik iparnya, Andro (24) hingga Pulau Semau atau Tablolong. Dalam waktu semalam keduanya bisa mendapatkan tangkapan satu box besar ikan. Hasil tangkapan mereka pun langsung dijual ke papa lele dengan harga Rp35 ribu untuk ikan kerapu dan ikan lainnya dengan harga Rp30 ribu per kumpulnya.
"Kadang ratusan ribu tergantung cuaca kadang sampai satu juta kalau cuaca baik,"ujar Randi.
Baca juga: Akibat Cuaca Ektrem Lima Armada Kapal Fery Parkir di Pelabuhan Bolok
Setelah berhasil membalikkan perahu motor ini dalam posisi normal, ketiganya menariknya ke bibir pantai dengan bercucuran keringat dan sekuat tenaga. Sesekali Randi menyeka keringat dan mengambil air laut untuk membersihkan area perahu yang kotor.
Sekitar pukul 14.00 WITA ketiganya berhasil menarik perahu ke bibir pantai dan mengikat tali pada pohon agar tidak terlepas. Mereka bercengkerama sambil menikmati pemandangan laut yang cukup tenang hari itu.
Sebagai nelayan kecil, Randi juga tergabung dalam kelompok-kelompok nelayan dan beberapa kali memasukkan proposal untuk memohon bantuan kepada pemerintah namun, hingga saat ini belum membuahkan hasil.
"Semua pernah gabung, sering kasih masuk proposal sudah tiga kali masuk proposal mungkin belum diterima. Minta mesin perahu motor. Belum ada tanggapan. Sudah berapa tahun usaha, sampe dapat sendiri,"ungkapnya pada Selasa, 16 Januari 2024.
Sudah 12 tahun Randi menekuni profesinya sebagai nelayan. Sejak ia putus sekolah di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas XI. Sebagai tulang punggung keluarga, ketika perahu motornya rusak, pria asal Oematnunu, Kabupaten Kupang ini harus putar otak mendapatkan penghasilan untuk menghidupi istri dan seorang anaknya.
Saat kondisi cuaca buruk dan tidak bisa melaut, Randi dan Andro biasanya alih profesi menjadi petani tomat di Oematnunu untuk bertahan hidup. Kalau pun ingin tetap melaut, keduanya menumpang di perahu nelayan lain kemudian menyelam untuk mendapatkan ikan.
"Kalau tidak, kita tangkap ikan pakai selam. Tergantung fisik, kalau capek, kita pulang.Kadang nebeng dengan orang yang rata-rata perahu kecil dan perahu lama. Kalau cuaca begini agak setengah mati. Kalau cuaca aman, kita laris,"ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono menyebutkan nelayan Indonesia masih belum sejahtera.
Hal itu tergambar dari Nilai Tukar Nelayan (NTN) dan Nilai Tukar Pembudidayaan (NTP) 2023 yang belum naik secara signifikan.
Pihaknya mencatat NTN 2023 mencapai 105,4, sedangkan NTP sebesar 104,92. Menurut Menteri Sakti, angka 105 itu berarti nelayan tetap miskin.
Ia menjelaskan, nelayan akan sejahtera jika nilai tukarnya berada di kisaran 200 hingga 300. Untuk mencapai angka tersebut, maka perlu adanya intervensi dari pemerintah.
Untuk itu, pemerintah, lanjut dia, membuat berbagai inovasi seperti membangun infrastruktur yang dibutuhkan nelayan. Mulai dari dermaga yang layak dan pabrik es, termasuk gudang pendingin berkapasitas maksimum 10 ton. (dhe)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.