Berita Nasional
Pengusaha Kecewa Pajak Hiburan Naik, Menparekraf Minta Tunggu Putusan MK
Pengusaha hiburan mengaku kecewa dengan kebijakan pemerintah menaikkan batas bawah dan batas atas untuk tarif Pajak Hiburan.
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Pengusaha hiburan mengaku kecewa dengan kebijakan pemerintah menaikkan batas bawah (40 persen) dan batas atas (75 persen) untuk tarif Pajak Hiburan atau Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas kegiatan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa pada 2024.
"Kalau pemerintah bilangnya sedang bertumbuh, data dari mana mereka bilang industri hiburan bertumbuh?," ujar Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Asphija) Hana Suryani saat dihubungi Tribun, Rabu (17/1).
Sebab, menurut Hana, pemasukan negara lewat pajak hiburan jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan pajak restoran. Bahkan, saat ini pengusaha sudah merasa berat dengan pajak hiburan sebelumnya.
"Jadi pengusaha-pengusaha hiburan banyak sekarang tutup, akhirnya berubah ke kafe-kafe. Jadi dimana bertumbuhnya?," terang Hana.
Selain itu, Asphija mengaku tidak pernah dilibatkan atau diajak diskusi mengenai kenaikan pajak hiburan. "Tidak pernah dilibatkan. Karena justru itu yang sangat meresahkan buat kami," tambah Hana.
Padahal, menurut Hana, industri hiburan terkena dampak cukup parah saat pandemi Covid 19. Hampir tiga tahun dalam pengawasan ketat dengan kebijakan-kebijakan pembatasan. Namun, ketika mulai merangkak pulih, justru diberatkan karena pajak tinggi.
"Kalau memang kami diakui, usaha kami diakui sebagai penyumbang terbesar dan memang masih diandalkan oleh pemerintah ini. Artinya kami ini harus didengar," tutur Hana.
Hana menilai, besaran pajak yang sesuai untuk industri hiburan di angka 10 persen. Hal tersebut dinilainya cukup ideal lantaran menyamakan dengan industri restoran.
Baca juga: Hotman Paris Didukung Inul Daratista Protes Toak Kenaikan Pajak Hiburan: Demi Ga Nyungsep Berjamaah
"Saya berharap bisa 10 persen seperti restoran. Karena memang hiburan itu sudah bergeser. Secara kita lihat sekarang sudah era milenial bahwa hiburan itu sudah menjadi lifestyle dan kebutuhan healing," kata Hana.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi menilai pemerintah tidak arif jika meningkatkan pemasukan negara lewat pajak saat pelaku industri hiburan sedang berusaha bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi negara.
Selain itu menurut Dede, pemerintah harus melibatkan para pelaku industri dalam pembahasannya agar angka yang ditetapkan rasional. Pemerintah, seharusnya tidak sepihak dalam pembahasan penentuan pajak hiburan.
"Kalau naik dengan angka pajak seperti itu, apakah bisa hidup industri hiburan di Indonesia ini? Saya harap kebijakan ini ditinjau ulang," kata Dede.
Sebab, Dede melihat, ketika pandemi berakhir, sektor pariwisata bangkit lebih lama. Tahun 2022 mulai bangkit hingga 2024 memasuki fase 'survive'.
"Kalau naik dengan angka pajak seperti itu, apakah bisa hidup industri hiburan di Indonesia ini? Saya harap kebijakan ini ditinjau ulang oleh pemerintah dengan mempertimbangkan aspirasi para pelaku industri hiburan," terang Dede.
Dede berpandangan, upaya pemerintah untuk menaikan pemasukan negara lewat pajak berpotensi berdampak buruk pada industri pariwisata di Indonesia. Ditambah daya beli masyarakat yang belum naik signifikan.
"Pariwisata di Indonesia juga sedang berusaha bertahan. Oleh karenanya, saya melihat perlu ditinjau ulang jumlah besarannya (persentase pajak hiburan). Kalau ingin meningkatkan pemasukan lewat pajak, perlu diperhatikan aspirasi para pelaku usaha industri hiburan," tutur Dede.
Baca juga: Jokowi Teken Regulasi, Pajak Hiburan Naik jadi 40-75 Persen
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.