Pilpres 2024
Gegara Dana Kampanye Hanya Rp1 Miliar, Anies-Muhaimin Kini Dilaporkan ke Bawaslu RI
Gara-gara dana kampanye paling minim dalam Pilpres 2024 ini, pasangan Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar dilaporkan ke Bawaslu RI.
Penulis: Frans Krowin | Editor: Frans Krowin
POS-KUPANG.COM – Gara-gara dana kampanye paling minim dalam Pilpres 2024 ini, pasangan Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu RI. Pelapor menyebutkan bahwa publik tak percaya dengan hal tersebut.
Laporan ke Bawaslu RI tersebut dilakukan kumpulan advokat dari Lingkar Nusantara (LISAN) yang dipimpin Ketua LISAN, Hendarsam Marantoko.
Dalam pernyataannya, Hendarsam Marantoko mengatakan, bahwa pelaporan ke Bawaslu RI dilakukan Lingkar Nusantara pada Jumat 22 Desember 2023.
“Pasangan AMIN mencantumkan dana awal kampanye hanya Rp 1 miliar, itu memang sangat janggal,” ungkap Hendarsam kepada awak media, Minggu 24 Desember 2023.
Dikatakannya, angka itu tidak realistis jika dilihat dari aktivitas kampanye pasangan Anies-Muhaimin selama ini. Jika dihitung dari biaya pesawat jet pribadi dan sewa kantor tim sukses di area Menteng saja, anggarannya sudah memakan biaya cukup tinggi.
Ia juga menyebutkan bahwa jika dihitung secara kasar, biaya kantor, sewa jet, biaya operasional, baliho dan kebutuhan alat peraga lainnya, tak mungkin total dananya hanya Rp 1 miliar.
“Coba kita hitung, biaya sewa kantor mewah di area elit, biaya sewa jet pribadi untuk kampanye di 38 provinsi, baliho dan lainnya, apa mungkin dananya Rp 1 miliar? Tidak mungkin,” ucapnya.
Oleh karena itu, lanjut Hendarsam, Lingkar Nusantara menduga kalau pasangan Anies-Muhaimin memanipulasi data dana awal kampanye. Sebagai pembanding, Hendarsam mengangkat pengalaman Pilgub DKI 2017 silam.
Saat itu, pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno menghabiskan dana lebih dari Rp 50 miliar.
“Makanya sulit dipahami kalau dana kampanye untuk tingkat gubernur provinsi jauh lebih tinggi dari kontestasi tertinggi di Indonesia, yaitu pemilihan presiden dan wakil presiden,” ucapnya.
Dikatakannya, jika pasangan Anies-Muhaimin memanipulasi dana awal kampanye hanya untuk pencitraan, maka hal tersebut sungguh disesalkan. Tidak elok untuk hajatan bermartabat ini.
“Kalau dari awal saja sudah tidak transparan, bagaimana nanti ketika sudah menjabat. Karena itu, mari kita cermati agar bangsa ini kelak dipimpin oleh orang yang berintegritas tinggi dan tidak manipulatif terhadap bangsanya sendiri,” tandasnya.
Untuk diketahui, pembiayaan kampanye Pemilu 2024 diprediksi menghadapi masalah klasik, terkait dana gelap yang mengucur tanpa tercatat sebagai dana kampanye resmi.
Padahal, Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mewajibkan seluruh peserta pemilu membuat Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK) sebagai wadah khusus pembiayaan kampanye.
Terdapat indikasi awal bahwa jumlah yang dilaporkan secara resmi ke KPU tidak sebanding dengan gelontoran duit yang sudah beredar untuk kampanye.
Pakar menilai bahwa sistem pemilu di Indonesia memang tidak mendukung tata kelola dana kampanye yang bertanggung jawab.
Ivan Yustiavandana Sudah Curiga
Pembiayaan kampanye di luar rekening resmi juga tercium dari temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait peningkatan transaksi mencurigakan jelang Pemilu 2024.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan bahwa indikasi transaksi mencurigakan muncul dari kejanggalan aktivitas RKDK yang cenderung tak bergerak.
Logikanya, dengan kegiatan kampanye yang semakin intens, arus transaksi di RKDK seharusnya "sibuk" karena uang yang tersimpan digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan.
Namun, pergerakan uang justru diduga terjadi pada rekening-rekening bendahara partai politik dengan nominal yang disebut lebih dari setengah triliun rupiah.
"Semua sudah kita lihat. Semua sudah diinformasikan ke KPU dan Bawaslu. Kita masih menunggu, ini kan kita bicara triliunan," kata Ivan di sela-sela acara Diseminasi PPATK, Jakarta pada 14 Desember 2023.
Jauh sebelum itu, pada Rapat Koordinasi Tahunan PPATK, 19 Januari 2023 lalu, Ivan telah mengungkit bahwa PPATK mengendus dugaan aliran dana jumbo hasil kejahatan lingkungan seperti tambang ilegal dan tindak pidana lain mengalir ke partai politik yang ditengarai untuk kepentingan elektoral.
Pelaksana tugas (Plt) Deputi Analisis dan Pemeriksaan PPATK Danang Tri Hartono memaparkan, pada 2021, Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) dalam kategori itu meningkat dari 60 LTKM bank menjadi 191 LTKM bank pada 2022.
Nominalnya juga membengkak signifikan, dari Rp 883,2 miliar pada 2021 tiba-tiba meroket ke angka Rp 3,8 triliun pada 2022.
Pada LTKM nonbank, uang hasil tindak pidana lingkungan hidup juga naik.
Pada 2021, tercatat 49 LTKM nonbank dengan nominal Rp 145,3 miliar.
Pada 2022, jumlahnya menjadi 160 LTKM non-bank dengan nominal Rp 184,3 miliar.
"Luar biasa terkait GFC (green financial crime) ini. Ada yang mencapai Rp 1 triliun (untuk) satu kasus dan itu alirannya ke mana, ada yang ke anggota parpol," ujar Danang kala itu.
Danang juga mengungkapkan, kejahatan lingkungan seperti itu, dengan aliran dana semacam ini, tidak dilakukan aktor independen.
"Ini bahwa sudah mulai dari sekarang persiapan dalam rangka 2024 itu sudah terjadi," katanya.
Baca juga: Modal Kampanye Anies-Muhaimin Paling Minim, Hanya Bersumber dari Kantong Sendiri
Baca juga: Kobarkan Semangat Taklukkan Tempat Kelahiran SBY, Hasto: Saatnya Menangkan Ganjar-Mahfud
Namun, PPATK tak asal menduga aliran dana kejahatan lingkungan itu akan digunakan untuk pemilu.
Menurut PPATK, aliran dana dari kejahatan lingkungan untuk kepentingan pemilu bukan baru kali ini terendus, tetapi sudah terbukti lewat pengalaman-pengalaman sebelumnya dan dilihat bahwa ada kecenderungan yang sama saat ini. (*)
Ikuti Pos-Kupang.Com di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.