OPINI

Opini Albertus Muda, S.Ag: Perhatian dalam Pembelajaran

Proses pembelajaran yang efektif membutuhkan keterlibatan emosional dan kognitif yang mendalam dari para peserta didik.

|
Editor: Ryan Nong
POS-KUPANG.COM/ISTIMEWA
Albertus Muda, S.Ag., guru SMA Negeri 2 Nubatukan Lembata 

POS-KUPANG.COM - Dari hari ke hari, kita dapat mengamati secara kasat mata bahwa para peserta didik saat mengikuti pembelajaran, semakin menurun bahkan rendah perhatiannya atas materi ajar yang disampaikan oleh guru. Kondisi ini tidak hanya melanda siswa sekolah menengah atas, tetapi juga siswa-siswi sekolah menengah pertama dan sekolah dasar.

Betapa pentingnnya perhatian siswa selama proses pembelajaran, maka seorang guru dituntut mengemas proses pembelajaran yang menyenangkan guna menarik perhatian peserta didik. Proses pembelajaran yang menyenangkan akan memungkinkan peserta didik mengikuti penyampaian materi dengan baik.

Sebaliknya, anak-anak akan mudah didera kejenuhan apabila pembelajaran berlangsung monoton. Akibatnya, peserta didik menjadi kurang fokus dan kehilangan semangat dalam mengikuti proses pembelajaran.

Baca juga: Opini Albertus Muda S.Ag: Pendidikan, Pengajaran dan Kekerasan

Futri Ramadhani Nasution, et al (2022) mengatakan, salah satu aspek terlaksananya pembelajaran yang efektif dapat dilihat dari tingkat perhatian peserta didik terhadap penyampaian materi yang diberikan oleh guru. Demikian juga Sutrisno (2021) mengatakan bahwa konsentrasi menunjukkan adanya peranan minat dalam belajar yaitu menciptakan, menimbulkan konsentrasi atau perhatian dalam belajar.

Sementara itu, Safari dalam Syahputra (2020) sebagaimana dikutip Nasution, et al (2022) memberi batasan perhatian sebagai sebuah aktivitas yang tampak melalui pengamatan mendalam dengan mengesampingkan yang lain agar memiliki fokus yang baik. Setiap peserta didik memiliki perhatian yang relatif baik ketika mereka memiliki konsentrasi dan kemauan untuk memahami materi yang diberikan oleh guru.

Baca juga: Opini Albertus Muda, S.Ag: Pendidikan Kritis dan Pemetaan Kecerdasan

Proses pembelajaran yang efektif membutuhkan keterlibatan emosional dan kognitif yang mendalam dari para peserta didik. Ketika perhatian kurang mendapat porsi atau tidak diberikan dengan sepenuh hati, informasi dan konsep yang diajarkan cenderung akan hilang begitu saja, tanpa mencapai tujuan utama, yaitu membangun pemahaman yang kokoh.     

Perhatian yang diberikan dengan fokus akan memungkinkan para peserta didik untuk memroses informasi lebih efektif, sehingga dapat disimpan dalam ingatan untuk jangka waktu yang lama. Melalui perhatian yang baik, peserta didik dapat mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah ada, memperdalam pemahaman, dan memperluas wawasan mereka.

Perhatian yang diberikan secara mendalam dapat mendorong kreativitas dan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah. Dengan terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, mereka mampu menghubungkan konsep-konsep yang berbeda dan menghasilkan gagasan-gagasan baru yang dapat memecahkan tantangan kompleks. Perhatian yang baik juga memungkinkan peserta didik dapat melihat masalah dari berbagai sudut pandang, yang pada gilirannya dapat menghasilkan solusi inovatif.

Baca juga: Opini Albertus Muda, S.Ag: Revolusi Diri Wakil Rakyat

Ketika perhatian diberikan pada setiap proses, pembelajaran tidak hanya menjadi sekadar memahami konsep-konsep dasar, tetapi juga tentang memahami hubungan yang lebih mendalam antara berbagai konsep. Dengan demikian, peserta didik dapat membangun pemahaman yang lebih kompleks dan mendalam terhadap topik yang dipelajari, yang akan berguna dalam penerapan praktis di dunia nyata.

Perhatian yang diberikan secara maksimal dapat meningkatkan motivasi belajar. Peserta didik yang merasa diperhatikan akan merasa dihargai dan diakui, yang pada akhirnya akan memotivasi mereka untuk belajar dengan lebih antusias. Mereka akan merasa puas ketika mampu menguasai materi dengan baik, dan hal ini akan memberikan dampak positif dalam pengembangan diri mereka secara menyeluruh.

Memahami Anak

Guru sebagai fasilitator diharapkan memahami setiap peserta didik dengan segala keunikannya. Anak didik bukanlah obyek dalam proses pembelajaran melainkan subyek yang mesti diperlakukan secara manusiawi. Sebagai subyek belajar, maka guru mestinya membangun relasi atau hubungan yang dialogis partisipatif dalam seluruh proses pembelajaran.

Anak mesti dilibatkan sepenuhnya agar tidak sibuk dengan dirinya sendiri atau dengan sesama temannya. Di titik ini, guru mesti memiliki kompetensi memadai untuk memahami tahapan-tahapan perkembangan anak didik. Tahapan-tahapan perkembangan yang perlu dipahami seorang guru meliputi perkembangan berbahasa, berpikir, berkepribadian dan bersosial anak.

Guru mesti menyadari bahwa ia sedang mengajar seseorang yang bisa menjadi semakin baik dan bermanfaat, tetapi bisa juga menjadi seseorang yang semakin jahat bahkan menghancurkan. Semua tergantung pada bagaimana dan apa yang guru ajarkan pada seseorang tersebut. Guru sedang mengajar dan membimbing mental dan akhlak.

Guru pun sedang menata hati. Sedangkan tingkah laku hanyalah aplikasi dari mental dan akhlak. Jika ingin mengubah kondisi negara yang sedang kacau ini menjadi lebih baik, maka jangan langsung mengubah tingkah lakunya, tetapi ubahlah pola pikirnya. Lakukan revolusi yang santun yakni revolusi pikiran.

Urgensi Perhatian

Pada dasarnya pendidikan yang membentuk manusia secara utuh mesti menempatkan anak sebagai subyek belajar. Jika tidak demikian, maka anak hanya diperlakukan sebagai obyek yang nantinya diobyekan dalam pendidikan. Konsekuensinya, anak akan berpikir sempit dan dangkal, munafik, tidak sportif, tidak cerdas dan tidak dewasa.

Guna memotivasi anak didik untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, maka cara mengajar yang monolog mesti segera beralih menuju pembelajaran dialogis partisipatif. Guru yang baik harus bisa melibatkan siswa untuk terlibat dalam proses bersama. Metode tanya jawab mesti digunakan oleh guru juga diskusi. Guru mesti membuat anak bertanya di kelas. Dengan demikian, anak akan memfokuskan perhatiannya pada pelajaran yang sedang berlangsung.

Menurut Mangunwijaya (2004), menaruh perhatian adalah langkah awal yang mendahului segala proses belajar. Aspek perasaan atau afeksi mendahului aspek pemikiran atau kognitif. Oleh karenanya, guru mesti lebih bijak agar tidak serta merta mengambil kesimpulan bahwa anak itu bodoh atau pandai, melainkan apakah anak sudah memiliki hati terhadap sesuatu atau belum.

Guru sebagai pendidik diharapkan tidak mencap anak didik itu bodoh jika anak tidak memfokuskan perhatiannya pada proses belajar. Guru mesti merasa kuatir jika terlalu banyak mencela dan kurang memuji anak. Maka, salah satu cara untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan adalah dengan tidak menjelek-jelekkan anak apalagi mengatakannya bodoh di hadapan teman-temannya.

Mangunwijaya kembali menegaskan, anak didik mesti merasakan bahwa setiap milimeter kemajuannya dicatat dan dihargai oleh guru. Setiap jengkal kemajuan, meski sekecil apa pun harus mendapat pujian dari guru. Hal ini akan berdampak pada anak didik yang kurang mampu, kurang konsentrasi atau kurang perhatian bahkan terbelakang dengan sendirinya akan muncul kepercayaan diri bahwa dia tidak bodoh, dapat terampil dan maju juga kembali fokus.

Berhadapan dengan kondisi psikologis anak didik yang kurang menaruh perhatian pada materi pelajaran yang disajikan oleh guru dan pendidik, maka guru mesti kreatif dalam mengelola pembelajaran. Suasana pembelajaran yang dalam suasana penghafalan tanpa pengertian yang memadai mesti segera beralih pada berpikir kritis dan membuka ruang bertanya dan dialog.

Oleh karenanya, pada era menuju kehidupan yang lebih baik saat ini, kita perlu memperhatikan lagi pendidikan otonomi pribadi di sekolah-sekolah. Anak didik seharusnya dididik dan didampingi untuk belajar berpikir mandiri secara kritis tentang realitas kehidupannya, berani berbeda pendapat yang didukung alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Beberapa saran konstruktif yang perlu diperhatikan untuk diterapkan dalam seluruh proses pembelajaran di sekolah. Pertama, dalam proses pembelajaran berlangsung, anak hendaknya dihargai sebagai subyek yang mau berkembang dan maju. Anak perlu disapa agar kehadirannya sungguh diperhatikan dan dibutuhkan.

Kedua, suasana pembelajaran hendaknya dibangun dalam suasana dialogis yang menyenangkan. Itu berarti, proses pembelajaran akan sangat menyenangkan jika berlangsung dalam suasana dialog, saling berkomunikasi secara timbal balik. Perhatian anak pun akan terus ditingkatkan karena sebagai subyek anak merasa dilibatkan. Konsekuensinya anak akan melibatkan diri dengan memperhatikan seluruh proses pembelajaran.

Ketiga, anak didik mesti diberi ruang seluas-luasnya untuk bertanya dan menanyakan apa yang belum ia pahami dan mengerti. Di sini rasa ingin tahu anak perlu digali dan sekaligus mengukur aspek perhatian anak apakah anak sudah sungguh-sungguh mengikuti proses pembelajaran atau sekedar hadir memenuhi daftar hadir atau presensi.

Keempat, dalam setiap kesempatan mata pelajaran apa pun pendidikan religiositas hendaknya selalu diselipkan di sela-sela waktu mengajar. Religiositas penting untuk mengasah kecerdasan emosional dan spiritual anak agar nantinya dapat bertindak secara lebih arif menghadapi persoalan yang bernuansa agama.

Kelima, anak perlu dididik untuk disiplin dalam pengertian disiplin yang bertanggung jawab bukan disiplin yang mengekang anak menjadi tidak bebas. Karena disiplin yang mengekang anak akan menghambat anak dalam mengembangkan kreativitasnya. Suasana hati merdeka dan belajar tanpa paksaan perlu mendapat perhatian dalam ruang-ruang kelas kita selama proses pembelajaran.

Akhirnya sebagai guru dan pendidik kita jangan lupa untuk senantiasa memberi pujian kepada anak didik. Pujian kepada anak didik akan membuat anak semakin percaya diri bahwa ia bisa dan mampu. Apalagi anak yang kurang mampu atau pas-pasan akan merasa bahwa dirinya ternyata bisa.

Perhatian merupakan fondasi utama yang memastikan pembelajaran efektif dan berkesan. Dengan memberikan perhatian yang mendalam, peserta didik dapat memperdalam pemahaman, mengembangkan keterampilan kognitif dan kreatif, serta meningkatkan motivasinya.

Olehnya, para guru mesti memastikan memberi perhatian secara konsisten dan efektif dalam setiap tahap pembelajaran, guna menciptakan generasi yang unggul dan berdaya saing. (Penulis adalah guru SMA Negeri 2 Nubatukan Kabupaten Lembata NTT)

 

Ikuti opini terbaru POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

 

Albertus Muda, S.Ag., guru SMA Negeri 2 Nubatukan Lembata

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved