Remaja jadi PSK
Mencengangkan! 500 Remaja jadi PSK di Lembata NTT, Ada Apa?
Pegiat HIV dan AIDS di Lembata, Nefri Eken, mencatat setidaknya ada 507 remaja telah menjadi pekerja seks jalanan di kabupaten itu.
POS-KUPANG.COM, Lewoleba - Mencengangkan! Lebih dari 500 remaja di kabupaten Lembata Provinsi Nusa Tenggara Timur ( NTT ) disebut menjadi pekerja seks jalanan atau pekerja seks komersil (PSK).
Parahnya, mereka masih berusia antara 15 tahun hingga 17 tahun.
Pegiat HIV dan AIDS di Lembata, Nefri Eken, mencatat setidaknya ada 507 remaja telah menjadi pekerja seks jalanan di kabupaten itu.
Para remaja pekerja seks jalanan itu ada yang masih aktif sekolah dan ada yang telah putus sekolah.
Baca juga: Pergaulan Bebas Remaja di Lembata Sudah Tidak Wajar
Baca juga: Begini Tingkat Diskriminasi dan Stigma Buruk Penderita HIV/AIDS di Lembata
Fakta mencengangkan itu diungkapkan Nefri Eken saat pertemuan lintas sektor Komisi Penanggulangan AIDS Daerah ( KPAD ) dan Pemerintah Daerah Kabupaten Lembata di ruang rapat Kantor Bupati Lembata, Rabu, 29 November 2023 lalu.
Hal itu menjadi salah satu masalah sosial yang kian memprihatinkan di Kabupaten yang mekar pada 1999, selain tingginya kasus HIV/AIDS.
Nefri Eken menyebut, fenomena remaja menjadipekerja terungkap saat KPAD Kabupaten Lembata dan pegiat HIV/Aids serta Dinas Kesehatan melakukan pemetaan di Kota Lewoleba.
Ini pula ditengarai menjadi sinyal buruk di tengah upaya penanggulangan penyakit HIV/AIDS di Kabupaten Lembata.
Dia menyebut, dari hasil pemetaan, tidak semua remaja menjadi pekerja seks karena alasan ekonomi. Ada juga remaja yang sudah biasa melakukan seks bebas karena alasan fantasi akibat terpapar pornografi dan pornoaksi.
Dia mengingatkan para orangtua untuk mulai menjaga anak-anak khususnya para remaja di tengah era pergaulan bebas yang sulit dikontrol.
Nefri berujar ratusan remaja pekerja seks jalanan ini juga ada yang dihimpun dalam satu grup dan ada pula yang bertugas sebagai koordinatornya.
Fakta ini juga dipertegas lagi oleh Paskalis Witak dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata. Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata dan KPAD telah melakukan mobile VCT (penemuan penderita HIV/AIDS secara mobile yang menyasar kelompok rentan) yang juga menyasar para pekerja seks jalanan dan mereka menemukan ratusan remaja yang masih duduk di bangku SMP dan SMA sudah menjadi pekerja seks jalanan.
Paskalis Witak juga mengingatkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) supaya lebih giat lagi melakukan penyisiran di tempat-tempat umum saat malam hari. Dia menyebut sejumlah tempat yang jadi hotspot atau tempat yang biasa menjadi lokasi para remaja melakukan transaksi seks.
Beberapa di antaranya adalah pantai Harnus, Eks Kantor Bupati Lembata, Pantai SGB Bungsu, Pantai Hukung, Tanjakan Lusikawak, Taman Kota, pantai Pada, Waijarang dan beberapa tempat lainnya.
Walaupun demikian, para pekerja seks jalanan ini masi sulit dilacak karena ada banyak tempat yang diduga dijadikan sebagai tempat transaksi seks.
Pergaulan bebas remaja di Lembata memprihatinkan
Adapun kini, pergaulan bebas remaja di Kabupaten Lembata telah memasuki fase memprihatinkan. Para remaja rentan terpapar Pornografi dan pornoaksi serta terjebak seks bebas.
Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS di Kabupaten Lembata.
“Pergaulan sudah di tingkat yang tidak wajar karena mereka (remaja) melakukan hubungan seks di usia sangat muda,” ungkap Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Kabupaten Lembata, Maria Anastasia Barabaje Tapobali, Kamis, 30 November 2023.
Dalam pertemuan lintas sektor yang diselenggarakan Asosiasi Dinas Kesehatan di Aula Hotel Olympic Lewoleba itu, Anastasia Barabaje Tapobali juga menyebut bahwa remaja dan anak muda perlu mendapat perhatian khusus karena mereka juga berpotensi terjangkit HIV/AIDS.
Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) dan Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata telah melakukan sosialisasi dan pemeriksaan kesehatan di sekolah-sekolah di Kota Lewoleba dan sekitarnya. Para pelajar di Kota Lewoleba jadi salah satu kelompok rentan yang berpotensi terkena HIV.
Pegiat HIV/AIDS Nefri Eken mengatakan KPAD Lembata, RSUD Lewoleba, RS Damian, RS Bukit, dan kelompok pramuka telah melakukan kampanye dan pembagian selebaran tentang bahaya HIV/AIDS dan cara penularannya saat peringatan hari HIV/AIDS pada 1 Desember 2023.
Mereka berkumpul di Simpang Lima Wangatoa dan membagikan selebaran kepada para pengendara mobil dan sepeda motor.
“Kita memberikan edukasi kepada masyarakat supaya mereka bisa memahami penularan virus ini. Kita stop stigma terhadap penderita HIV/AIDS. Jauhi penyakitnya dan jangan jauhi penderitanya,” ungkap Nefri.
174 penderita HIV/AIDS meninggal dunia
Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata mencatat sebanyak 174 penderita HIV/AIDS meninggal dunia dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2018-2023). Sementara selama 2023, Dinas Kesehatan mencatat 8 orang meninggal dunia karena HIV/AIDS.
Hingga kini (2023), jumlah orang dengan HIV/AIDS ( ODHA ) di Kabupaten Lembata mencapai 183 orang. Jumlah terbanyak berada di Kecamatan Nubatukan dengan total 90 orang.
Per Agustus 2023 sebanyak 34 ODHA dinyatakan hilang kontak atau tidak bisa dihubungi lagi. Karena hilang kontak, Dinas Kesehatan tidak bisa lagi memantau perkembangan mereka.
Pegiat HIV/AIDS di Lembata, Nefri Eken mengatakan persoalan HIV/AIDS itu seperti fenomena gunung es (tampak sedikit di permukaan tetapi justru banyak yang tidak terdata). Dia meminta pemerintah daerah serius menuntaskan masalah penyakit menular ini.
Salah satu bentuk keseriusan itu bisa ditunjukkan dengan memberikan dana hibah kepada Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Kabupaten Lembata.
Menurutnya, selama ini, KPAD mendapat dana yang minim dari bagian kesejahteraan (Kesra) Setda Lembata. Masalahnya, dana dari kesra itu tidak hanya ditujunkan kepada KPAD saja tetapi juga untuk kepentingan lainnya.
KPAD Kabupaten Lembata punya peran penting dalam urusan penanggulangan HIV/AIDS. Dengan anggaran yang cukup, lembaga ini bisa melakukan pemetaan kelompok rentan, promosi, pencegahan, konseling, tes sukarela secara rahasia, pengobatan, perawatan dan dukungan kepada para kelompok rentan.
“Dinkes (Dinas Kesehatan) hanya urus minum obat tetapi pemetaan dan pelatihan pendidik sebaya hanya KPAD yang bisa buat,” katanya dalam pertemuan lintas sektor di Aula Kantor Bupati Lembata, Rabu, 29 November 2023.
Paskalis Witak dari Dinas Kesehatan mengakui ada ODHA saat ini sudah tidak minum obat HIV/AIDS lagi. Salah satu alasannya adalah karena mereka tertekan karena dikucilkan di tengah masyarakat.
Paskalis menyebutkan stigma dan diskriminasi terhadap ODHA di Lembata masih sangat tinggi, bahkan tergolong ‘gila.’ Baru dua orang ODHA di Lembata yang sudah berani mengaku diri sebagai penderita HIV/AIDS di hadapan publik. Keduanya juga sering memberikan testimoni saat sosialisasi tentang HIV/AIDS.
Mayoritas masyarakat Lembata masih belum paham soal penularan HIV/AIDS. Disangka, penyakit ini menular dengan mudah melalui udara atau kontak fisik biasa. Paskalis memaparkan HIV/AIDS hanya menular setidaknya melalui tiga medium yaitu darah, cairan kelamin (laki-laki dan perempuan) dan air susu ibu (ASI).
“HIV itu virus yang sebabkan antibodi tidak bekerja maksimal maka semua penyakit bisa masuk. Penyakit yang masuk ini yang kemudian disebut AIDS. HIV jadi persoalan kesehatan yang cukup kompleks di Lembata,” ungkapnya. (llr/*)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.