Artikel Kesehatan
Waspada TB Laten, Infeksi Tuberkulosis yang Tidak Bergejala Namun Berbahaya
Penderita TB laten sering kali tidak merasa dirinya sakit karena tidak mengeluhkan adanya gejala.
oleh dr. Stevia Ariella Pasande
POS-KUPANG.COM - "Penderita TB laten sering kali tidak merasa dirinya sakit karena tidak mengeluhkan adanya gejala. Namun, jika tidak segera ditangani dengan tepat, TB laten bisa berkembang menjadi TB aktif yang berbahaya".
Penyakit Tuberkulosis atau yang biasa disingkat TB adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini paling banyak menyerang paru-paru. Berdasarkan data Global TB Report tahun 2022, Indonesia berada pada posisi kedua kasus TB terbanyak di dunia dengan angka estimasi kasus mencapai 900 ribu orang, terutama pada kelompok usia produktif usia 25 sampai 45 tahun.
Penderita TB aktif umumnya disertai dengan gejala, seperti batuk yang tak kunjung sembuh lebih dari 3 minggu dengan atau tanpa batuk darah, berat badan turun, keringat malam dan tidak ada nafsu makan sehingga pasien akan segera datang berobat.
Baca juga: Kenali Gejala Penyakit TBC atau Tuberkulosis, Nyeri Dada Saat Bernafas Hingga Penurunan Berat Badan
Saat kuman TB masuk ke dalam tubuh seseorang maka sistem kekebalan tubuh akan berusaha mengeliminasi kuman tersebut. Ada suatu kondisi dimana tubuh tidak dapat mengeliminasi kuman TB secara sempurna namun dapat mengendalikannya sehingga tidak menimbulkan gejala TB. Kuman TB tetap berada di dalam tubuh penderita dengan kondisi tidak aktif atau “tertidur”. Kondisi inilah yang disebut TB laten.
Orang yang menderita infeksi TB laten tidak merasakan gejala dan tidak dapat menularkannya. Walaupun begitu, bila tidak dilakukan pengobatan, maka kuman ini bisa menjadi aktif. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 5–10 persen infeksi bakteri TB dapat berkembang menjadi TB aktif dalam 2–5 tahun pertama.
Kapan kita mencurigai seseorang terkena infeksi TB laten? Pertama orang yang kontak erat (serumah) dengan penderita TB aktif. Kedua pada kelompok rentan yaitu orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti orang dengan HIV/AIDS (ODHA), malnutrisi, diabetes melitus, orang yang sedang menjalani pengobatan kanker atau sedang menjalani cuci darah. Ketiga, anak-anak yang tinggal di daerah dengan kasus TB tinggi. Keempat tenaga kesehatan yang merawat penderita TB aktif.
Orang-orang dengan kondisi seperti diatas sebaiknya diperiksakan ke dokter walau tidak menunjukkan gejala TB aktif. Apabila ada infeksi TB laten, saat dilakukan tes Mantoux (uji tuberculin) atau pemeriksaan Interferon Gamma-Release Assay (IGRA) hasilnya akan positif, tetapi hasil pemeriksaan rontgen thorax normal serta hasil pemeriksaan dahak TB negatif.
Jika pemeriksaan menunjukkan bahwa seseorang menderita TB laten, pengobatan perlu segera dilakukan guna mencegah bakteri TB berkembang menjadi TB aktif. Obat-obatan yang umum diresepkan untuk mengatasi TB laten adalah Isoniasid (INH), Rifapentin (RPT) dan Rifampisin (RIF).
Baca juga: 3 Minggu Batuk Berdahak Disertai Darah, Awas Itu Gejala Penyakit TBC Paru, Jangan Diabaikan
Di Indonesia, terapi pencegahan tuberkulosis (TPT) untuk mengobati TB laten dilakukan dalam jangka pendek selama 3-6 bulan tergantung obat yang diberikan. Untuk penderita HIV biasanya membutuhkan waktu lebih lama. Namun, pengobatan ini harus diubah jika bakteri TB ditularkan dari individu yang menderita TB resisten obat (MDR TB). Tak hanya itu, pengobatan TB laten juga perlu disesuaikan dengan kondisi medis yang menyertai penderita serta potensi interaksi obat jika pasien sedang mengonsumsi obat-obatan lain.
Segera periksakan diri ke dokter jika Anda melakukan kontak erat dengan penderita TB aktif atau termasuk dalam kelompok yang rentan agar segera mendapatkan pengobatan. Pengobatan dilakukan sesuai dengan arahan dokter. Penghentian pengobatan TB tanpa instruksi dokter dapat menyebabkan terjadinya TB Resisten Obat (TB MDR), yaitu TB yang kebal terhadap berbagai obat sehingga sulit untuk disembuhkan. (*)
Ikuti Artikel Kesehatan POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS