Pilpres 2024

Gibran Diserang Bertubi-tubi, Elit Gerindra Kini Angkat Bicara, Singgung Operasi Rahasia

Sejak mendaftarkan diri sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto sebagai calon presiden, Gibran Rakabuming Raka diserang bertubi-tubi

Penulis: Frans Krowin | Editor: Frans Krowin
kolase POS-KUPANG.COM
BERTUBI-TUBI – Gibran Rakabuming Raka kini mendapatkan serang bertubi-tubi. Serangan itu disebut-sebut sebagai bagian dari operasi rahasia untuk menjegal Wali Kota Solo untuk maju dan bertarung pada Pilpres 2024. 

POS-KUPANG.COM -  Sejak mendaftarkan diri sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto sebagai calon presiden, Gibran Rakabuming Raka mendapatkan serangan bertubi-tubi dari pelbagai kalangan.

Serangan itu semakin dahsyat, setelah hakim Makhamah Konstitusi memutuskan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden yang akan bertanding pada Pilpres 2024 mendatang.

Atas fakta tersebut,  elite Partai Gerindra pun angkat bicara. Apalagi Gibran adalah Putra Sulung Presiden Jokowi yang saat ini maju sebagai calon wakil mendampingi Prabowo Subianto.

Prabowo Subianto yang maju dari Koalisi Indonesia Maju merupakan  Ketua Umum Partai Gerindra. Saat ini Prabowo juga mengemban tugas sebagai Menteri Pertahanan RI.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menyebutkan bahwa dirinya mendapatkan informasi kalau ada sejumlah pihak yang sedang menjalani operasi rahasia untuk menjegal Gibran Rakabuming Raka untuk mendampingi Prabowo Subianto. Hanya saja ia tidak menjelaskan dugaannya tersebut.

"Saya memang mendapat informasi, ada teman-teman yang mengingatkan sepertinya ada operasi rahasia yang intinya menggagalkan Mas Gibran hanya untuk jadi cawapresnya Pak Prabowo," kata Habiburokhman, Jumat 3 November 2023 seperti dikutip dari Kompas.TV.

Ia menjelaskan dugaan itu muncul setelah ada anggota DPR yang mengusulkan hak angket kepada Mahkamah Konstitusi atau MK.

Selain itu, kata dia, ada yang melakukan penggiringan opini dengan mengatakan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) tentang laporan dugaan pelanggaran etik hakim MK bisa membatalkan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Ada isu soal hak angket, apa disebut soal MKMK, padahal udah jelas kalau hak angket itu tidak bisa diajukan kepada keputusan MK karena MK itu independen sebagai lembaga yudikatif, sebagaimana diatur di konstitusi kita," papar Habiburokhman.

"Begitu juga soal putusan MKMK, ada yang menggiring putusan MKMK bisa membatalkan putusan MK. Padahal UUD kita itu mengatur bahwa putusan MK bersifat final dan putusan MK adalah pengadilan tingkat pertama dan terakhir," katanya.

Ia mencontohkan kasus tindak pidana korupsi yang menimpa mantan Ketua MK Akil Mochtar.

Saat itu, kata dia, Akil terbukti melakukan korupsi saat membuat putusan perkara terkait pilkada. Tapi, kasus rasuah tersebut tak lantas membatalkan putusan MK.

"Misalnya seperti mantan Ketua MK Akil Mochtar yang dalam tugasnya terbukti melakukan korupsi, tetapi putusannya dalam perkara sejumlah sengketa pilkada tak membatalkan putusan tersebut," katanya.

Meski begitu, ia menilai masyarakat telah cerdas dan tak akan mudah diperalat kepentingan politik tertentu.

"Sekarang mungkin ingin mendelegitimasi secara politik. Rakyat sudah cerdas."

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved