Pilpres 2024

Majelis Kehormatan MK Temukan Dugaan Kebohongan Anwar Usman

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terus memeriksa dugaan pelanggaran kode etik sembilan Hakim Konstitusi.

Editor: Alfons Nedabang
TRIBUNNEWS.COM
Hakim Konstitusi Saldi Isra usai menjalani pemeriksaan oleh Majelis Kehormatan Mahakamah Konstitusi. 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terus memeriksa dugaan pelanggaran kode etik sembilan Hakim Konstitusi.

Sebelumnya, MK memutuskan mengabulkan sebagian uji materi syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden yang termaktub dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 menuai kontroversi.

Atas putusan tersebut, seseorang yang belum berusia 40 tahun bisa maju sebagai capres atau cawapres jika punya pengalaman sebagai kepala daerah atau pejabat lain yang dipilih melalui pemilu.

Berkat putusan MK ini, putra sulung Presiden Joko Widodo yang juga Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka, yang baru berusia 36 tahun dapat maju sebagai cawapres Pilpres 2024.

Putusan ini pun menuai polemik dan dianggap memuat konflik kepentingan lantaran diketuk oleh Ketua MK Anwar Usman yang merupakan adik ipar Jokowi sekaligus paman dari Gibran.

Baca juga: Periksa 3 Hakim Konstitusi, Majelis Kehormatan MK: Banyak Sekali Masalah yang Kami Temukan

Sedikitnya, ada 20 aduan yang masuk ke MK buntut putusan tersebut.

Ada yang melaporkan Anwar Usman dan memintanya mengundurkan diri, ada yang melaporkan semua hakim konstitusi, ada pula yang melaporkan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023.

Sejak Selasa (31/10/2023), MKMK terus melakukan pemeriksaan terhadap aduan ini, baik ke para pelapor maupun hakim konstitusi.

Meski putusan MKMK baru akan dibacakan pada 7 November 2023, telah ditemukan sejumlah hal ganjil dari pemeriksaan tersebut.

Perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang pada akhirnya dikabulkan oleh MK dimohonkan oleh seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta bernama Almas Tsaqibbirru.

Ternyata, baru-baru ini terungkap bahwa dokumen perbaikan permohonan tersebut tak ditandatangani kuasa hukum ataupun Almas sendiri.

Baca juga: MKMK Bisa Batalkan Putusan Mahkamah Konstitusi, Gibran Terancam Batal Cawapres

Temuan ini diungkap oleh Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), salah satu pelapor dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi.

PBHI mendapatkan dokumen tersebut langsung dari situs resmi MK dan dipaparkan dalam persidangan.

"Kami berharap ini juga diperiksa. Kami khawatir apabila dokumen ini tidak pernah ditandatangani sama sekali maka seharusnya dianggap tidak pernah ada perbaikan permohonan atau bahkan batal permohonannya," ungkap Ketua PBHI Julius Ibrani yang terhubung secara daring dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/11/2023).

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved