Berita NTT
DPRD NTT Nilai Penghapusan Kebijakan Pakai Tenun Bagi ASN Pemprov NTT 'Bunuh' Pengrajin
Meski ingin mengembalikan aturan ke yang lebih tinggi, kebijakan ini justru akan membuat pelaku UMKM dari sektor tenun ikut terdampak.
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Eflin Rote
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Kebijakan Penjabat Gubernur NTT Ayodhia Kalake untuk menghapus pemakaian tenun bagi aparatur sipil negara (ASN) lingkup Pemprov NTT dinilai bisa "membunuh" para pengrajin tenunan khas NTT.
Meski ingin mengembalikan aturan ke yang lebih tinggi, kebijakan ini justru akan membuat pelaku UMKM dari sektor tenun ikut terdampak.
Anggota DPRD NTT Yohanes Rumat mengatakan, rujukan pada aturan secara nasional memang ada penggunaan pakaian dinas tersendiri, seperti di NTT yang mengenakan tenunan dan pramuka.
Baca juga: Penjabat Gubernur NTT Ayodhia Kalake Belum Putuskan Pakai Staf Khusus
"Tentu kita menghormati, kita mengakui standar nasional itu berlaku seperti sedia kala. Artinya kembali ke aturan sesungguhnya. Hanya sayang kalau terkait dengan kebijakan lokal terkait dengan tenun lokal ditiadakan, sama artinya mematikan usaha para penenun atau UMKM," kata dia, Selasa 12 September 2023.
Politisi PKB itu ingin agar eksistensi dari tenunan lokal NTT dari 22 daerah itu tetap ada sebagai ciri khas. Meski begitu ia mengembalikan kebijakan itu ke Penjabat Gubernur NTT Ayodhia Kalake.
Ia justru menyodorkan agar penggunaan pakaian Pramuka boleh ditiadakan karena dari aspek aturan maupun pertimbangan belum cocok. Berbeda dengan tenunan yang mengakomodir beberapa komponen termasuk dari pelaku UMKM.
Baca juga: DPRD NTT Minta Penjabat Gubernur Hindari Faktor Subjektif Sebelum Pakai Staf Ahli atau Staf Khusus
Selama ini, produk tenunan itu mendapat tempat yang cukup baik di kalangan birokrat ketika Gubernur NTT Viktor Laiskodat meneken aturan tersebut.
"Kita di DPRD itu meminta janganlah (dihapus penggunaan tenunan). Nanti di semua fraksi-fraksi DPRD kita melobi supaya nanti kalau pemerintah tidak dengar, kami akan lobi antar fraksi untuk kalau bisa ini dipertahankan, jangan merugikan banyak pihak," ujarnya.
Dia menyarankan agar penggunaan tenunan khas NTT bagi ASN agar lebih modern sehingga tidak menyulitkan para pegawai. Ciri khas lokal harus dijaga, dengan modifikasi tenunan yang bisa disesuaikan dengan perkembangan era.
Yohanes Rumat mengaku kebijakan itu penggunaan tenunan bagi ASN itu berlaku sejak masa kepemimpinan Frans Lebu Raya, menjadi gubernur. Baginya kebijakan yang baik itu perlu dilanjutkan.
Dia tidak menampik adanya keluhan dari ASN yang merasa kesulitan ketika menggunakan tenun lokal, apalagi di komplek perkantoran.
Baca juga: Penjabat Gubernur NTT, Ayodhia Kalake Silaturahmi bersama Pemuka Agama di Kupang
"Kalau normal-normal saja, yang penting kain tenun, supaya UMKM yang ada tetap hidup, terutama di segmen pasaran kalangan ASN dan honorer. Tidak boleh dihapus, diperbaiki, disempurnakan, jangan dihapus, itu merugikan rakyat yang sudah bekerja kerja di bidang tenun," katanya.
Sekretaris Komisi I DPRD NTT Hironimus Banfanu mengatakan, kebijakan yang diambil oleh Penjabat Gubernur NTT Ayodhia Kalake karena memang latar belakang Ayodhia dari seorang birokrat.
Artinya, Ayodhia Kalake ingin menerapkan aturan pemerintahan secara detail. Kebijakan penggunaan tenunan itu, kata dia, bisa kembali digunakan setelah ada Kepala Daerah defenitif.
"Jadi otoritas menerjemahkan kearifan lokal. Ini pertimbangan beliau yang pasti menghubungkan ke regulasi pemerintahan," ujar.
Hironimus menegaskan kebijakan itu justru tidak menggangu pelaku UMKM. Ia beralasan kegiatan diluar waktu kerja kantoran, pakaian adat bisa kembali digunakan. Sehingga, kata dia, penerapan aturan itu memang agar mendudukkan aturan pada tempatnya. (fan)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lain di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.