Unwira Kupang

Rektor Unwira Hadiri Peresmian dan Penyerahan Pastori Contoh Jemaat Ephata Nada Klasis Sabu Timur

Rektor Unwira mengatakan, setelah bencana Siklon Seroja pun, ada banyak orang yang tetap membantu korban yang terdampak bencana itu.

Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/HO
Peresmian dan penyerahan Pastori Contoh Jemaat Ephata Nada Klasis Sabu Timur dihadiri oleh Pdt. Dr. Mery L. Y. Kolimon, Ketua Majelis Sinode GMIT Periode 2020 – 2023, Pater Dr. Philipus Tule, SVD., Rektor Universitas Katolik Widya Mandira (UNWIRA) Kupang, Bapak Ir. Robertus Mas Rayawulan, ST., MT., Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Nusa Tenggara Timur (NTT), Bapak Budhi Benyamin Lily, ST., MT., dosen UNWIRA sekaligus arsitek Pembangunan Gereja Contoh dan Pastori Contoh, Pendeta-pendeta GMIT, dan Jemaat Ephata Nada Klasis Sabu Timur. 

POS-KUPANG.COM, SABU RAIJUA - Rektor Universitas Katolik Widya Mandira atau Unwira Kupang Pater Dr. Philipus Tule, SVD menghadiri peresmian dan penyerahan Pastori Contoh Jemaat Ephata Nada Klasis Sabu Timur, Jumat 9 Juni 2023.

Peresmian dan penyerahan Pastori Contoh ini juga dihadiri Ketua Majelis Sinode GMIT Pdt. Dr. Mery Kolimon, Ketua Ikatan Arsitek Indonesia NTT Ir. Robertus Mas Rayawulan, S.T., M.T., dosen Unwira Kupang sekaligus arsitek pembangunan gedung Gereja Contoh dan Pastori Contoh Budhi Benyamin Lily, S.T., M.T., pendeta GMIT dan jemaat Ephata Nada Klasis Sabu Timur.

Dalam sambutannya, Pater Dr. Philipus Tule, SVD., Rektor Unwira, bercerita tentang gempa bumi yang terjadi di Maumere pada tahun 1992. Menurut Rektor Unwira yang biasa dipanggil Pater Lipus, bencana itu merupakan ujian iman kita kepada Tuhan.

“Bencana seperti itu menunjukkan keterbatasan manusiawi kita. Dalam hal ini misalnya, para arsitek memiliki keterbatasan dalam membangun sesuatu, sehingga kadangkala bangunan-bangunan seperti gereja bisa runtuh karena gempa bumi dan bencana-bencana alam lainnya. Namun, hal yang perlu ditekankan kepada kita sebagai orang beriman ialah bahwa Gereja yang kita bangun itu ialah Gereja persekutuan. Gereja manusiawi bisa runtuh, tetapi Gereja persekutuan akan tetap ada karena kebersamaan dalam iman-lah yang kita bangun,” tutur Pater Lipus, ahli dan dosen Filsafat Islam (Islamologi) Unwira Kupang.

Baca juga: Unwira Kupang Kerjasama IAI NTT dan Sinode GMIT Bangun Pastori Contoh Tahan Bencana di Sabu Raijua

Bersyukur, lanjut Rektor Unwira yang ke-enam itu, setelah bencana Siklon Seroja pun, ada banyak orang yang tetap membantu korban yang terdampak bencana itu.

Dalam menanggapi bencana seperti Siklon Seroja, tambah alumnus Doktoral The Australian National University itu, Unwira Kupang dapat menolong masyarakat yang terdampak dengan membantu proses transformasi pembangunan pasca bencana melalui kekhasan arsitektur Unwira Kupang, yaitu arsitektur vernakular (model arsitektur yang mengedepankan kearifan lokal sekaligus menanggapi bencana alam dengan arsitektur-arsitektur lokal, bukan dengan Arsitektur modern).

“Terima kasih kepada Ibu Pdt. Dr. Mery L. Y. Kolimon yang telah melibatkan Unwira Kupang dalam karya-karya baik semacam ini. Kami berharap agar GMIT bisa terus bekerja sama dengan Gereja Katolik dalam usaha mewujudkan Kerajaan Allah di dunia,” ungkap Pater Lipus, Pastor SVD yang pernah menulis buku berjudul “Mengenal Kebudayaan Keo: Dongeng, Ritual, dan Organisasi Sosial”.

Sementara itu, Ir. Robertus Mas Rayawulan, ST., MT., Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Nusa Tenggara Timur (NTT), mengatakan upaya membangun umat atau jemaat harus berbanding lurus dengan upaya membangun gedung gereja yang baik.

Baca juga: Mahasiswa Unwira Kupang Ajak OSIS SMPK St.Yoseph Bangun Komunikasi Efektif Melalui Sosialisasi 

“Umat atau jemaat tidak akan terbangun dengan baik jika gereja tidak terbangun dengan baik juga. Sebab, hal itu berkaitan dengan segi kenyamanan umat dalam beribadah. Oleh karena itu, pembangunan gereja dengan bantuan arsitek dapat menjamin kualitas bangunan yang efisien, yaitu bangunan yang dapat menjamin kenyamanan umat beribadah karena ramah terhadap bencana. Sebab, arsitek membangun gereja dengan perhitungan yang teliti, sehingga bisa mengurangi penggunaan dana, tetapi dengan kualitas yang tetap terjaga dan ramah terhadap bencana,” tutur Ir. Robertus Mas Rayawulan, ST., MT., Wakil Dekan Fakultas Teknik Unwira Kupang.

Selain itu, dalam Suara Gembala-nya, Pdt. Dr. Mery L. Y. Kolimon, mengatakan ada komitmen dari GMIT untuk melakukan mitigasi bencana pasca Siklon Seroja, seperti dengan menanam mangrove, membuat upaya tanggap darurat dan mengurangi dampak bencana.

“Selama 2 (dua) bulan, GMIT telah bekerja. Awalnya, GMIT hanya bermodal Rp. 250.000.000. Memang, dana itu tidak cukup, tetapi kami menyerahkan dulu yang sementara ini,” ujar Ibu Pdt Mery Kolimon.

Baca juga: Mahasiswa Unwira Kupang Ajak OSIS SMPK St.Yoseph Bangun Komunikasi Efektif Melalui Sosialisasi 

Menurut Pendeta Mery Kolimon, bencana Siklon Seroja merupakan pembelajaran iman.

“Kakak-kakak (baca: alam lingkungan dan sekitarnya) menegur kita manusia sebagai adik mereka. Sebab, manusia merupakan ciptaan terakhir, sedangkan alam lingkungan dan sekitarnya merupakan ciptaan-ciptaan terdahulu sebagaimana yang dikisahkan dalam kitab Kejadian,” ungkap Pendeta Mery Kolimon.

Oleh karena itu, Pendeta Mery Kolimon menyebut warga punya tanggung jawab untuk mengelola, menjaga, dan melestarikan lingkungan dan alam sekitar kita. Melalui “Iman dan Ilmu” yang berjalan bersamaan, kita dapat menjaga dan merawat lingkungan dan alam sekitar kita.

“Ilmu dan iman saling berhubungan. Misalnya, di tengah Pandemi Covid-19 kemarin, umat beriman bisa selamat karena dapat mengatasi semuanya itu dengan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, terhadap bencana Siklon Seroja, para arsitek Unwira Kupang mampu menerjemahkan kearifan lokal masyarakat Sabu Raijua dalam bentuk bangunan yang luar biasa, sehingga mampu memunculkan Feminisme rumah adat Sabu Raijua,” jelasnya.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved