Berita Nasional

Rawan Kekerasan Seksual Anak, Pemkab Garut Dorong Regulasi Kebiri untuk Hukum Pelaku 

Namun, regulasinya belum ada hingga sulit memberikan pemberatan hukuman berupa kebiri terhadap pelaku kekerasan seksual pada anak.

Editor: Ryan Nong
Ilustrasi
ILustrasi- Kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur rawan terjadi di Garut. Pemerintah dorong hukuman kebiri. 

POS-KUPANG.COM – Pemerintah Kabupaten Garut mendorong adanya regulasi hukuman kebiri bagi para pelaku kekerasan seksual terhadap anak

Melalui Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ( DP2KBP3A ), Pemkab Garut  berharap ada regulasi yang bisa memberatkan hukuman bagi pera pelaku kejahatan kekerasan itu.

“Kita berharap itu (kebiri) bisa dilakukan dan ada regulasinya,” ucap Sekretaris Dinas DP2KBP3A Rahmat Wibawa dikutip dari Kompas.com pada Senin (5/6/2023).

Baca juga: Suara Perempuan Alor Bentuk Tim Terpadu Penanganan Kekerasan Seksual Anak dan Perempuan

Rahmat mengakui, Kabupaten Garut menjadi salah satu daerah yang rawan tindakan kekerasan seksual terhadap anak. Salah satu penyebabnya adalah tingginya jumlah penduduk di Kabupaten Garut dan pengaruh-pengaruh eksternal seperti media sosial dan internet.

Sementara terkait penanganan 17 anak korban pencabulan guru ngajinya yang saat ini proses hukumnya tengah berjalan, menurut Rahmat pihaknya terus melakukan pendampingan bagi korban dan keluarganya, terutama pendampingan psikologis.

Wacana pemberatan hukuman berupa kebiri bagi pelaku kekerasan seksual pada anak, jelas Rahmat, sempat menjadi bahasan di tingkatan pemerintah pusat hingga sudah masuk teknis kebiri yang akan dilakukan.

Namun, regulasinya belum ada hingga sulit memberikan pemberatan hukuman berupa kebiri terhadap pelaku kekerasan seksual pada anak.

Baca juga: Menaker Ida Fauziyah Rilis Aturan Baru: Pelaku Kekerasan Seksual Bisa Dipecat

“Atas nama pemerintah daerah, kita berharap ada pemberatan hukuman, karena ini akan menjadi efek jera, masyarakat juga harus tahu perbuatan tersebut memiliki konsekwensi hukum yang tidak ringan hukumannya,” jelasnya.

Dalam kasus kekerasan seksual anak, selain pada anak, justru orangtua juga mengalami trauma berat.

"Makanya kita juga memberi dampingan psikologis pada anak dan orangtuanya, baru satu kali kita beri dampingan psikologis, ini akan terus berlanjut,” katanya.

Selain dampingan psikologis, menurut Rahmat pihaknya juga berupaya memberikan perlindungan terhadap para korban agar tidak menjadi korban kedua kalinya akibat Tindakan bullying di lingkungan rumah dan sekolahnya.

“Kita sudah koordinasi dengan sekolah agar tidak terjadi bullying, karena trauma anak bisa muncul dari perlakuan lingkungannya, termasuk sekolah, jangan sampai ada pembunuhan karakter,” tegasnya.

Baca juga: Cegah Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak, DP3A Timor Tengah Utara Terbentur Keterbatasan Dana 

Hingga saat ini, menurut Rahmat, para korban tidak ditempatkan di fasilitas rumah aman mengingat lingkungan tempat tinggal korban relatif aman karena pelaku bukan asli warga kampung korban.

Sehingga, keluarga pelaku tidak ada yang berusaha mempengaruhi keluarga korban untuk menempuh jalan damai.

“Pelaku itu aslinya orang Cisero, Cisurupan, bukan asli warga sekitar, makanya lingkungannya aman, anak-anak tinggal di rumah masing-masing,” katanya.

Rahmat menambahkan, hasil koordiansi pihaknya dengan kepolisian, sampai saat ini belum ada satupun korban yang mendapat perlakuan sodomi dari pelaku. Namun, pihaknya Bersama apparat kepolisian terus melakukan pendampingan untuk memastikan hal tersebut. (*)

 

Berita ini telah tayang di Kompas.com

Ikuti berita terbaru POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved