Berita Rote Ndao

Kakanwil Kemenkumham NTT: Pencegahan Perdagangan Orang Dimulai dari Masyarakat Desa

Bagi Marciana, mencari kerja itu hal mutlak, siapa saja pasti ingin bekerja untuk kesejahteraan hidup. Tetapi harus sesuai dengan tata caranya

Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/MARIO GIOVANI TETI
Kakanwil Kemenkumham NTT (tengah), Marciana Dominika Jone, Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Kupang, Darwanto, Lapas Baa, OPD terkait, BP2MI, APH dan para Camat foto bersama usai giat Sosialisasi Pencegahan TPPO yang digelar Kantor Imigrasi Kelas I TPI Kupang di Hotel Ricky, Ba'a, Kabupaten Rote Ndao, Jumat, 26 Mei 2023 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Mario Giovani Teti

POS-KUPANG.COM, BA'A -  Kepala Kanwil Kemenkumham NTT, Marciana Dominika Jone mengatakan, pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang ( TPPO ) harus dimulai dari masyarakat di wilayah desa.

Hal ini disampaikannya saat diwawancarai POS-KUPANG.COM usai memaparkan materi terkait Sosialisasi Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang digelar Kantor Imigrasi Kupang di Hotel Ricky, Ba'a, Kabupaten Rote Ndao, Jumat, 26 Mei 2023.

Bagi Marciana, mencari kerja itu hal mutlak, siapa saja pasti ingin bekerja untuk kesejahteraan hidup. Tetapi harus sesuai dengan tata caranya atau prosedurnya.

Baca juga: Pemkab Rote Ndao Perpanjang MoU Jaminan Sosial bagi Pekerja TKD dan Perangkat Desa

"Sosialisasi untuk perekrutan pekerja itu harus dimulai dari wilayah "Desa" karena banyak orang yang pergi kerja tanpa surat atau keterangan dari wilayah desa. Pergi bekerja begitu saja," ungkap Marciana.

Ia juga mengakui masih banyak masyarakat di NTT yang tidak berani untuk melaporkan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

"Tujuan sosialisasi pencegahan TPPO ini supaya orang Indonesia siapa saja  yang mau bekerja, khususnya di Rote, baik orang yang mau kerja antar-daerah, antar-negara atau mau bekerja di mana saja, pastikan bekerja secara aman dan  baik, termasuk bagi orang yang mempekerjakan anak di bawah umur agar tidak masuk dalam pelanggaran HAM," pesan Marciana.

Orang nomor satu di Kanwil Kemenkumham NTT juga menerangkan, jika berbicara tentang TPPO apakah unsur eksploitasinya terpenuhi, jika tidak hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai TPPO

Menurutnya, TPPO sering kali terjadi karena perekrutan dan pengiriman tenaga kerja yang non-prosedural. Di NTT sendiri permasalahan TPPO cukup banyak, namun banyak yang tidak dilaporkan.

Kemudian, masih kata Marciana, di sisi lain masih banyak calon tenaga kerja yang akan keluar (AKAD maupun AKAN) tidak dilengkapi dengan dokumen atau surat-surat resmi misalnya pemalsuan identitas diri (KTP), hasil rekam medis, maupun dokumen lainnya yang tidak sesuai dengan data asli dari calon TKI.

Baca juga: Delegasi BKKBN NTT Laksanakan Forum KPPS dan Monev di Rote Ndao

"Sebab itu, seluruh instansi terkait baik di pusat maupun di daerah perlu wajib mengambil langkah-langkah untuk pencegahan dan penanganan TPPO," imbunya.

“Sebagai pegawai pemerintah, kita wajib menjamin dan melindungi hak asasi warga negara yang bekerja, baik di dalam negeri maupun di luar negeri," lanjutnya. 

Marciana menyampaikan, unsur hati-hati selalu diterapkan Kemenkumham NTT dalam rangka mencegah tindak pidana perdagangan orang. 

Karena, kata dia, memang domain Kemenkumham di situ terutama pihaknya sangat hati-hati sekali dalam menerbitkan paspor. 

"Kami akan melakukan profiling untuk mengetahui sebenarnya pemohon paspor ini siapa. Jika mencurigakan maka kami akan menunda penerbitan pasport," tandas Merciana.

Berdasarkan pengalaman yang sering ditemukan, bahwa ada yang memalsukan identitas diri (KTP), tidak memiliki kartu kuning dari Disnakertrans, hingga memalsukan hasil rekam medis dan sertifikasi pelatihan.

“Selain itu juga masih ditemukan Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) yang sarana dan prasarananya tidak layak. Kemudian mereka mengirim tenaga kerja ke luar negeri tanpa mempersiapkan kemampuannya dengan baik," kata Marciana.

Dirinya menambahkan, tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang dengan ancaman dan penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, serta penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat dengan tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Selain itu, jelasnya, bentuk-bentuk TPPO tidak hanya terbatas di bidang ketenagakerjaan seperti kerja paksa seks dan eksploitasi seks, perbudakan, dan pembantu rumah tangga dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang. TPPO juga mencakup beberapa bentuk buruh atau pekerja anak, penjualan bayi, dan pengambilan organ tubuh.

Marciana berharap pemerintah daerah mengambil langkah-langkah untuk pencegahan dan penanganan TPPO.

Ia juga meninginkan pemerintah daerah guna membentuk Balai Latihan Kerja atau BLK untuk menyediakan tenaga kerja yang terampil sebelum dikirim untuk bekerja di dalam negeri AKAD dan di luar negeri atau AKAN.

"Pemerintah Kabupaten Rote Ndao khususnya, didorong mengadvokasi kebijakan pencegahan dan penanganan TPPO dengan menyusun rancangan peraturan daerah (raperda) terkait hal itu," tutup Marciana. (Rio)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved