Kasus KSP Indosurya

Jenderal Ito Sumardi: Bos KSP Indosurya Licik, Simpan Harta di Luar Negeri

Mantan Kabareskrim Komjen Pol Ito Sumardi mengungkapkan bahwa salah satu keluarganya menjadi korban penggelapan dana KSP Indosurya.

Editor: Alfons Nedabang
Kontan.co.id
Ilustrasi nasabah KSP Indosurya menuntut pengembalian uang simpanan. 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Mantan Kabareskrim Komjen Pol Ito Sumardi mengungkapkan bahwa salah satu keluarganya menjadi korban penggelapan dana Koperasi Simpan Pinjam atau KSP Indosurya.

Tak tanggung-tanggung, Ito mengatakan jika keluarganya itu ditipu hingga Rp 190 miliar oleh pihak KSP Indosurya. Tak hanya keluarga Ito, sederet artis yang turut menjadi korban adalah Arnold Purnomo, Anya Dwinov hingga Patricia Gouw.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan sempat menyoroti kasus ini yang diduga menggelapkan dana nasabah sebesar Rp 106 triliun dengan ribuan korban.

Ito menambahkan, dia yang mendampingi keluarganya sempat melakukan sejumlah upaya agar permasalah ini bisa diselesaikan dengan baik. Apalagi, keluarganya juga sempat dijanjikan uang kembali meski tidak 100 persen.

Namun, rupannya janji-janji dari pihak KSP Indosurya hanya akal-akalan saja. Hingga kini, Ito mengatakan kelurganya belum menerima uang seperti di janjikan yakni 80 persen hingga 50 persen dari total Rp 190 miliar.

Kini, Ito bersama keluarganya berupaya lewat jalur hukum untuk menuntut haknya kembali. Meski, Ito menyadari jika bos KSP Indosurya Henry Surya merupakan orang yang licik.

Karena, melalui jaringannya, Ito mendapati sejumlah kekayaan dan harta dari bos Indosurya disimpan di luar negeri.

Baca juga: Keluarga Jenderal Ito Sumardi Tertipu KSP Indosurya, Kerugian Capai Rp 190 Miliar

"Ya sangat besar (kerugian nasabah). saya sendiri sudah menelusuri melalui jaringan saya, orang ini pintar, licik karena dia menyimpan hartanya itu ada yang di Amerika, ada yang di Singapura, ada yang di negara-negara luar," kata Ito Sumardi saat dihubungi Tribun Network, Rabu (22/2).

Ito juga mempertanyakan soal kasus KSP Indosurya yang dihentikan begitu saja. Apalagi, dua terdakwa bos KSP Indosurya divonis bebas oleh hakim dalam perkara itu.

Padahal, menurut Ito, melalui pengalamannya sebagai Kabareskim, unsur pidana yang dilakukan oleh Bos KSP Indosurya sudah terpenuhi. Mulai dari penipuan dan penggelapan dana nasabah.

"Menurut saya itu tidak masuk akal, dan kalau penegak hukumnya berpikiran seperti itu benar-benar dia tidak profesionalal," terangnya.

"Karena unsut pidananya sudah telak, penipuan bisa masuk, penggelapan bisa masuk, itu sudah masuk itu unsur pidananya. Saya jelek-jelek juga saya S3, jadi saya sangat paham betul masalah hukum. Jadi kalau saya, sudah tidak alasan kita harus segera melakukan proses hukum, di tahan dia," tegas Ito.

Ito juga sempat mengaku heran soal adanya anggapan kasus KSP Indosurya ini bisa berjalan jika para korbannya melapor semua. Padahal, tercatat ada lebih dari 2000 nasabah yang terdaftar di KSP Indosurya.

Menurutnya itu akan memakan waktu lama dan prosesnya hukumnnya akan berjalan lambat.

Baca juga: Ditangkap, Oknum Mahasiswa Pembuat Aplikasi Penipuan Online Modus Kirim Undangan Pernikahan Digital

"Ada yang lucu lagi, saya dengar benar atau tidak. Kasus ini gimana kok lama benar penangannya? 'Iya kita mesti nunggu semua orang yang menjadi korban melapor', kalau nunggu 2800 atau berapa, korban lapor kan sampai kapan?" ucap Ito.

"Itu tidak benar, seharusnya diproses dulu yang sudah dilapor, meskipun kita tidak bisa mengatakan Ne Bis In Idem, yang kita lapor perorangan dulu, ditangani perorangan dulu baru nanti, kecuali kalau ditanganin bisa dari korporasi ya, kemudian suatu saat bisa Ne Bis In Idem, tapi kalau perorangan enggak karena dia urusannya sama saya, urusan sama sampean, urusan sama orang lain. Itu yang kita tempuh nanti," jelasnya.

Sementara, Anggota Komisi III DPR RI Achmad Dimyati Natakusumah meminta agar Kejakgung maupun Kepolisian agar menguatkan bukti-bukti dalam proses kasasi ke Mahkamah Agung (MA) maupun saat membuka penyelidikan lagi kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya.

Menyikapi putusan pengadilan yang memutus lepas terdakwa kasus Indosurya Henry Surya, Kejakgung telah mengajukan kasasi ke MA. Sedangkan Polri juga membuka lagi penyelidikan kasus Indosurya.

Dimyati mengatakan, sekalipun terpidana kasus Indosurya sudah divonis bebas oleh pengadilan, namun masih ada upaya hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung. Mereka melakukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

“Vonis bebas ini kan belum di tingkat akhir. Kalau sesuatu belum putus (inkracht) belum bisa dinyatakan bersalah atau tidak bersalah. Bisa saja dalam proses banding nanti pelakunya dinyatakan bersalah dan dihukum,” kata Dimyati.

Dimyati berharap agar Kejaksaan yang melakukan kasasi, maupun Kepolisian yang membuka kembali kasus ini, menguatkan dakwaannya.

Baca juga: Pelaku Pembunuhan Berantai di Bekasi-Cianjur Raup Uang Rp 1 Miliar dari Korban Penipuan 

“Jika dakwaannya tidak jelas dasar-dasarnya, maka akan sulit bagi hakim untuk melakukan hukuman,” ungkapnya.

Selain itu, pihak kepolisian, kejaksaan harus saling menguatkan bukti-bukti dalam dakwaan.

"Jangan sampai hakim yang disalahkan. Padahal memang dakwaan maupun tuntutannya kabur,” kata Dimyati.

Menurut Dimyati, saat ini Kejakgung memiliki Jaksa Agung ST Burhanuddin yang bagus.

"Jaksa Agung akan bisa melihat apakah berkas perkara maupun dakwaan yang dibuat dalam kasus Indosurya itu main-main atau serius," pungkasnya.

Dia Boleh Membayar Siapapun Agar Aman, Kita Kejar terus

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan perbuatan yang dilakukan oleh para terdakwa kasus penggelapan KSP Indosurya jelas merupakan tindak pidana.

Menurut Mahfud, tindak pidana dalam perkara tersebut sudah ditegaskan baik oleh Kejaksaan Agung, Bareskrim Polri, maupun PPATK dalam rapat-rapat koordinasi bersama kementerian dan lembaga terkait.

Mahfud membeberkan tindak pidana yang dilakukan oleh KSP Indosurya di antaranya adalah menghimpun uang dari masyarakat tanpa memiliki badan hukum yang jelas.

Baca juga: Hoaks, Masyarakat NTT Diimbau Waspada Penipuan Atas Nama Bank NTT

Selain itu, KSP Indosurya pun tidak memiliki dasar hukum sebagai koperasi.

Uang yang dihimpun dari masyarakat dengan sekurangnya 23 ribu korban tersebut, kata Mahfud, kemudian dimanfaatkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan ekonomi yang tersembunyi. Tindakan-tindakan tersebut melanggar undang-undang perbankan dan juga undang-undang tentang pencucian uang.

Sehingga, dakwaan dari Kejaksaan terhadap para terdakwa dalam kasus tersebut sudah jelas. Namun demikian, pengadilan justru memvonis lepas dua terdakwa dalam kasus tersebut.

"Oleh sebab itu, kalau begitu main-mainnya, mari kita kuat-kuatan saja," kata Mahfud beberapa waktu lalu.

"Dia boleh membayar siapapun agar aman, kita kejar terus agar dia membayar terus juga," sambung dia.

Menurut Mahfud, asas ne bis in idem atau seseorang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang telah mendapat putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, tidak berlaku apabila para terdakwa kasus tersebut dijerat dengan locus delicti dan tempus deliciti yang berbeda.

Hal tersebut, karena kasus tersebut terjadi di banyak tempat yang berbeda dan waktu yang berbeda.

Untuk itu, saat ini pemerintah masih melakukan analisa untuk melakukan kasasi dan membuka kemungkinan dibukanya penyidikan baru terkait kasus tersebut.

"Pokoknya sekarang masih ada analisis, kita tidak boleh kalah. Rakyat dihisap terus," kata Mahfud.

Baca juga: Tim Eksekutor Kejari Kota Kupang Ringkus Terpidana Penipuan

Dikabarkan sebelumnya, Kasus KSP Indosurya menjadi perhatian publik sejak 2020. Nilai penggelapannya diperkirakan mencapai Rp106 triliun.

Nilai itu, menjadikan Indosurya sebagai kasus dengan nilai penggelapan terbesar di Indonesia. Dua petinggi KSP Indosurya menjadi terdakwa kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana divonis lepas oleh majelis hakim.

Para petinggi yang divonis lepas itu adalah Ketua KSP Indosurya Henry Surya dan Direktur Keuangan June Indria.

June divonis lepas lebih dulu pada Rabu (18/1/2023) di Pengadilan Negeri (PN Jakarta Barat). Hakim menyatakan melepaskan June Indria dari segala tuntutan hukum. Hak-hak June juga dipulihkan.

Kemudian, Henry juga divonis lepas oleh PN Jakbar pada Selasa (24/1/2023). Henry disebut terbukti melakukan perbuatan perdata dalam kasus ini.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Henry Surya tersebut di atas terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana melainkan perkara perdata," kata Hakim Ketua Syafrudin Ainor. (tribun network/yuda)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

 

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved