Berita Nasional
Presiden Joko Widodo Sangat Menyesalkan Pelanggaran HAM di Masa Lalu
Lebih dari 500.000 orang diperkirakan tewas dalam kekerasan sejak pertengahan 1960-an setelah Jenderal Soeharto merebut kekuasaan.
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Presiden Indonesia Joko Widodo telah menyatakan penyesalan atas “ pelanggaran berat hak asasi manusia” yang terjadi di masa lalu negaranya, termasuk pembersihan kekerasan anti-Komunis pada 1960-an dan hilangnya pengunjuk rasa mahasiswa pada akhir 1990-an.
Lebih dari setengah juta orang tewas di seluruh Indonesia dalam kekerasan yang dimulai pada pertengahan 1960-an ketika Jenderal Soeharto dan militer merebut kekuasaan menyusul kudeta Komunis yang gagal.
Satu juta atau lebih orang dipenjara, dicurigai sebagai komunis, selama episode berdarah dalam sejarah Indonesia, yang mengantarkan pemerintahan diktator Soeharto selama puluhan tahun.
“Dengan pikiran jernih dan hati yang tulus, saya sebagai pemimpin negara ini mengakui bahwa pelanggaran HAM berat telah terjadi dalam beberapa peristiwa dan saya sangat menyayangkan hal itu terjadi,” kata Widodo dalam pidato di istana negara di ibu kota. Jakarta pada hari Rabu 11 Januari 2023.
Presiden, yang akrab disapa Jokowi, menyebutkan 11 peristiwa lain, yang berlangsung antara tahun 1965 dan 2003 – sebelum masa jabatannya sebagai pemimpin – termasuk penembakan hingga tewas dan penculikan mahasiswa selama protes tahun 1998 yang menjatuhkan Soeharto.
“Saya bersimpati dan empati kepada para korban dan keluarganya,” kata Widodo.
Dia mengatakan pemerintah berusaha untuk "merehabilitasi" hak-hak korban "tanpa meniadakan resolusi yudisial", meskipun dia tidak merinci bagaimana hal itu akan dicapai.
Pelajar yang memimpin protes pada tahun 1998 diculik dan dihilangkan dan banyak juga korban di antara komunitas etnis Tionghoa, minoritas di Indonesia, yang dibenci karena dianggap kaya.
Widodo juga mengakui pelanggaran hak asasi di provinsi paling timur Papua yang bergolak di Indonesia, termasuk operasi tentara dan polisi tahun 2003 yang menyebabkan puluhan warga sipil tewas dan di mana petugas dituduh melakukan pembunuhan, penyiksaan dan penculikan.
Papua telah menjadi tempat pemberontakan puluhan tahun yang bertujuan untuk memperoleh kemerdekaan dari Indonesia, yang menguasai bekas jajahan Belanda pada 1960-an.
Kelompok hak asasi manusia mengatakan ungkapan penyesalan Widodo, seperti beberapa pemimpin Indonesia sebelumnya, tidak cukup jauh karena pengakuan dan ungkapan penyesalan tidak cukup tanpa kejahatan diselesaikan secara hukum di pengadilan dan pelaku diadili.
Almarhum Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid juga telah meminta maaf atas pertumpahan darah tahun 1960-an, sementara Presiden B.J. Habibie membentuk tim untuk menyelidiki kekerasan tahun 1998.
Aktivis hak asasi juga mencatat bahwa kasus-kasus telah dibuang oleh Kejaksaan Agung, yang bertugas menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia.
“Pengakuan saja tidak cukup. Seharusnya tidak hanya penyesalan, tapi juga permintaan maaf,” kata Usman Hamid, direktur Amnesty International Indonesia kepada Agence France-Presse (AFP).
Setiap ungkapan penyesalan juga harus mencakup penegasan kembali bahwa “kejahatan berat di masa lalu perlu diselesaikan dengan benar dan adil melalui jalur hukum,” katanya.
Berikut adalah daftar 12 pelanggaran HAM berat di Indonesia pada masa lalu yang disebutkan Presiden Jokowi:
1. Peristiwa 1965-1966
2. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985
3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989
4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989
5. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998
6. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998
7. Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999
8. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999
9. Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999
10. Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002
11. Peristiwa Wamena, Papua 2003
12. Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.
Bantah ada upaya hidupkan Komunisme
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menepis tudingan yang sempat beredar bahwa pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat Masa Lalu (PPHAM) untuk menghidupkan kembali komunisme di Tanah Air.
Tudingan itu sempat merebak karena kerja Tim PPHAM yang meninjau sejumlah peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk peristiwa 1965-66.
"Itu tidak benar karena berdasarkan hasil tim ini, justru yang harus disantuni bukan hanya korban dari PKI, tetapi juga direkomendasikan korban kejahatan yang muncul saat itu, termasuk para ulama dan keturunannya," kata Mahfud di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu.
Mahfud yang juga menjabat Ketua Tim Pengarah Tim PPHAM mewakili tim tersebut menyampaikan laporan kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Laporan tersebut, lanjut Mahfud, menjadi bukti bahwa tudingan terkait upaya membangkitkan komunisme sama sekali tidak benar.
"Tidak benar, ini misalnya mau memberi angin kepada lawan Islam karena (peristiwa pembunuhan) dukun santet di Banyuwangi itu yang akan diselesaikan dan disantuni atas rekomendasi Tim PPHAM ini semuanya ulama," ujarnya.
Mahfud mengajukan argumen serupa mengenai misalnya korban sejumlah peristiwa pelanggaran HAM berat di Aceh, yang menurut dia seluruhnya Islam.
"Kenapa harus dikatakan bahwa ini untuk mendiskreditkan Islam? Untuk memberi angin kepada PKI? Itu sama sekali tidak benar karena soal PKI itu sudah ada TAP MPR-nya," ujar Mahfud.
Tim PPHAM selain merekomendasikan pemenuhan santunan bagi para korban juga menyampaikan sejumlah rekomendasi sosial, politik, dan ekonomi kepada Presiden Jokowi.
"Termasuk pendidikan HAM kepada keluarga besar TNI dan Polri sudah disampaikan," kata Mahfud.
Selepas serah terima Laporan Tim PPHAM, Presiden Jokowi mewakili Pemerintah Indonesia menyatakan mengakui terjadinya pelanggaran HAM berat dalam 12 peristiwa di masa lalu dan menegaskan penyesalan mendalam atas peristiwa tersebut.
"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia berat memang terjadi di berbagai di berbagai peristiwa," kata Jokowi.
Ke-12 peristiwa tersebut adalah Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Talangsari di Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, dan Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.
Kemudian Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA Aceh 1999, Peristiwa Wasior Papua 2001-2002, Peristiwa Wamena Papua 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003.
Presiden menyampaikan simpati dan empati mendalam kepada para korban dan keluarga korban ke-12 peristiwa tersebut sembari menegaskan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial serta berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran HAM berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang.
Sumber: aljazeera.com/kompas.com/antaranews.com
Ikuti berita Pos-Kupang.com di GOOGLE NEWS
Jokowi
Presiden Joko Widodo
Pelanggaran HAM di Masa Lalu
pelanggaran berat hak asasi manusia
Soeharto
kudeta Komunis yang gagal
POS-KUPANG.COM
Pos Kupang Hari Ini
Dewan Pers dan IMS Tanda Tangani MoU Penguatan Perlindungan dan Keamanan bagi Pers Indonesia |
![]() |
---|
Ombudsman RI Soroti Potensi Maladministrasi pada Pending Claim BPJS Kesehatan |
![]() |
---|
Kapolres se-Timor Leste Ikut Seminar Public Speaking oleh Atase Polri KBRI Dili |
![]() |
---|
PLN Siap Sukseskan Program Pemerintah Makan Bergizi Gratis, Pastikan Kelistrikan Andal |
![]() |
---|
PLN Siap Sukseskan Program Makan Bergizi Gratis, Pastikan Kelistrikan Andal |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.