Berita NTT

Anggota Komisi III DPR RI Jacky Uly, Persilahkan Masyarakat Gugat KHUP Baru 

pada tiga tahun setelah diundangkan. Dia mengklaim sebelum aturan itu diterpakan maka akan ada ujicoba untuk melihat ketentuan

Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
AGGOTA - Anggota Komisi III DPR RI, Drs. Jacky Uly 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Anggota Komisi III DPR RI, Drs. Jacky Uly mempersilahkan masyarakat untuk menggugat KUHP terbaru, yang sudah disahkan Selasa 6 Desember 2022 kemarin. 

Dia menyebut, RKHUP sebelumnya terlaksana dengan dua tahap. Pertama melakukan pembahasan bersama Komisi III dan Pemerintah. 

"Itu sudah dibicarakan dan kemudian ada persetujuan dari fraksi. Pada dasarnya dari 9 fraksi sudah menyetujui baru dibawa ke paripurna," kata Jacky ditemui di Kupang, Kamis 8 Desember 2022. 

Baca juga: Semarakan HUT Ke-4, JDA NTT Tampilkan Konser Twilight Over NTT

Dalam paripurna, menurut dia, hanya dilakukan pengesahan. Meski ada sejumlah pasal yang kontroversial, Jacky mengaku semua telah selesai dengan persetujuan fraksi. Artinya, semua proses telah diterima. 

"Riak dari masyarakat, silahkan. Judicial rivew kan terbuka," sebut Anggota fraksi NasDem ini.

Ia menjelaskan UU itu akan berlaku pada tiga tahun setelah diundangkan. Dia mengklaim sebelum aturan itu diterpakan maka akan ada ujicoba untuk melihat ketentuan yang belum relevan. 

Namun begitu, tidak menutup kemungkinan juga UU itu batal dijalankan bila ada gejolak lebih ditengah masyarakat. Kalaupun masyarakat tidak setuju, maka peraturan pelaksanaan bisa berubah. 

Dikesempatan berbeda, Pengamat Hukum dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr. Deddy Manafe, menyayangkan sikap anggota dewan yang justru tidak sepihak dengan masyarakat. 

Baca juga: 8 Daerah di NTT Dapat Peringatan BMKG, Waspada Cuaca Ekstrem Hujan Petir dan Angin Kencang Hari Ini

Deddy merasa aneh dengan narasi DPR yang memberi ruang bagi masyarakat untuk menggugat UU yang baru disahkan tu. 

"Anehnya kemudian disampaikan agar kalau tidak setuju gugat saja ke Mahkamah konstitusi. Persoalannya adalah saya sebagai rakyat di negara ini sudah membayar kalian wakil rakyat untuk mendengar suara kami. Suara seperti ini bukan baru diperdengarkan sekarang tapi dari dulu dengan demo dan bakar-bakaran," katanya. 

Ia menilai semangat mengkriminalkan sebanyak-banyaknya merupakan hal yang salah. Seolah keadaan ini memberi vermino bahwa negara sedang memproklamirkan dalam keadaan sakit. 

"Mereka bangga bahwa KUHP begitu banyak pasal kejahatan. Makin banyak pasal kejahatan berarti makin banyak penjahat di Indonesia dan makin banyak jenis perilaku jahat yang ada di Indonesia yang diakui oleh negara ini," ujarnya. 

Konsep kejahatan yang ditawarkan pemerintah lewat KUHP ini, sebut dia, belum tentu sama dengan perspektif masyarakat. Deddy bahkan menyebut kata penjahat dan kejahatan merupakan pelabelan atau cap politik yang diberikan negara. 

Baca juga: Anisa Pohan Lantik Josefina Suki Jadi Ketua Srikandi Demokrat NTT 

Pemaksaan pengesahan pasal bermasalah dalam KUHP, memang menunjukkan fungsi DPR yang sangat minim. Sebab, aspirasi masyarakat yang diserap justru berbanding terbalik dengan sikap di parlemen. 

Khianati Pancasila

Solusi uji materil yang diberikan Pemerintah maupun DPR, menurut Deddy, telah mengkhianati Pancasila, terutama di Sila Ke-4.  Inti dari Sila itu menginginkan adanya musyawarah mufakat. 

"Inti dari sila ke-4 adalah musyawarah mufakat, kalau sudah mufakat seharusnya tidak ada lagi di utak-atik.  
Tapi dalam praktek kemudian diberikan kepada rakyat yang merupakan konstituen atau pemilik negara untuk menggugat lagi hasil kerja yang wakilnya, ini kan aneh," terangnya. 

Sikap yang diperlihatkan DPR dan Pemerintah, ujar dia, sedang menjalankan mekanisme liberal. Sepertinya ada pencangkokan idelogi liberal ke idelogi Pancasila. Praktek yang ditunjukkan oleh kedua lembaga negara itu menjauh dari Pancasila. 

"Contohnya begini saya sebagai pemilik rumah saya menyewa pembantu rumah tangga untuk bekerja kemudian saya menggugat kembali kerjanya. Itu kan aneh. Kan saya tinggal pecat saja pembantu rumah tangga. daripada pelihara pembantu yang kerjanya hanya merusak itu logika sederhananya. Karena negara ini merupakan suatu keluarga besar," ujarnya lagi. (Fan)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved