Opini
Opini: Dirgahayu Pos Kupang
Hari ini, Surat Kabar Harian Pos Kupang menandai hari spesial dalam angka 30. Bila dilihat secara sepintas, 30 tahun adalah waktu yang teramat cepat.
Oleh: Jose Nelson M Vidigal
( Tinggal di Ruteng )
POS-KUPANG.COM - Hari spesial itu ditentukan manusia untuk menandai sebuah peristiwa penting, seperti hari lahir seorang manusia atau hari lahir sebuah institusi/perusahaan.
Hari ini, Surat Kabar Harian Pos Kupang (PK) menandai hari spesial dalam angka 30. Bila dilihat secara sepintas, 30 tahun adalah waktu yang teramat cepat. Namun, bila dimaknai, 30 tahun merupakan waktu yang teramat jauh untuk sekali tempuh, dan teramat sukar untuk sekali jalan.
Bagi sebuah perusahaan media seperti Pos Kupang, memasuki usia ke-30 tahun tergolong dalam usia dewasa. Namun, hal terpenting dari setiap peralihan usia ialah mengakui intervensi Tuhan yang hadir dalam diri para pioner dan kontributor media ini.
Kita ingat nama-nama seperti Damyan Godho, Valens Goa Doy, dan Rudolf Nggai yang menjadi fundator berdirinya Pos Kupang. Kendati ketiganya sudah berpulang menghadap Sang Khalik kehidupan, namun jasa mereka tetap dikenang.
Peralihan usia yang sarat makna, bukan soal angka 30 yang tersedia begitu saja, tetapi terlebih pada sepak terjang media ini sejak berdirinya hingga saat ini. Tentu banyak tantangan yang dihadapi. Tantangan awal yang terasa berat ialah mengupayakan provinsi kepulauan ini mengakses informasi dari surat kabar ini dalam waktu yang bersamaan.
Salah satu cara yang ditempuh waktu itu ialah melakukan percetakan jarak jauh pada PT. Arnoldus Nusa Indah (PT.ANI) di Ende untuk melayani wilayah Flores dan Lembata.
Baca juga: Opini : Makna Sopi Dalam Budaya NTT
Selain itu, pada masa krisis moneter tahun 1997 yang mengakibatkan harga material cetak yang melambung tinggi membuat perjalanan media ini sempoyongan. Tetapi toh, media ini terus maju dan maju terus hingga menggapai prestasi perdananya pada tahun 2006 sebagai salah satu dari 10 koran terbaik nasional versi Dewan Pers.
Bagi media yang kuat dan tangguh, menghadapi situasi sulit seperti itu, memaksa media ini untuk terus berinovasi dan beradaptasi hingga menemukan solusinya sendiri.
Setiap prestasi yang diraih oleh media ini tentu dirajut dari berbagai kritikan yang konstruktif dari para kontributor kolom ini. Bahwasannya, media ini hadir untuk mewakili rakyat, menjadi ‘oposisi’ dan pengawas program pemerintah, sekaligus menjadi bagian dari pengembangan sumber daya manusia pada umumnya dan masyarakat NTT pada khususnya.
Tantangan terbaru ialah hadirnya media-media daring (online) yang diprediksi akan menggeser eksistensi media cetak. Dampaknya pun dapat terasa melalui penutupan salah satu percetakan Pos Kupang di Ruteng, menurunnya oplah dan keterlambatan kehadiran surat kabar harian ini di beberapa kabupaten di NTT.
Bagi saya, menutup sebuah percetakan adalah sebuah langkah mundur, saat di era kemudahan pelayanan (on demand). Ketika konsumen menginginkan untuk membaca berita di pagi hari, koran baru muncul di sore hari atau bahkan hari berikutnya.
Kehadiran media daring tentu mengubah peradaban manusia dari time series menjadi real time. Berita detik ini langsung terolah dalam big data dan secara cepat dapat disimpulkan dan ditindaklanjuti oleh pembaca.
Baca juga: Opini : Tantangan Profesionalisme Guru (dan PGRI)
Peralihan dari sistem cetak ke sistem digital berarti pelipatgandaan kecepatan secara eksponensial, semakin hari semakin gesit. Di tengah maraknya persaingan media, muncul pula tantangan lain mengenai kualitas sebuah tulisan, entah berita atau opini yang menimbulkan multi tafsir di masyarakat.
Sebuah media cetak yang masih eksis di tengah menjamurnya persaingan media daring, indikator media tersebut mau dan siap untuk terdisrupsi.
Terkadang terdisrupsinya sebuah perusahaan bukan karena resesi, melainkan terdesak oleh tuntutan pelanggan yang on demand. Adanya disruption menyadarkan para pengusaha bahwa, yang memiliki mental penumpang (menunggu) akan mudah tergerus oleh yang on demand dan lambat laun, usahanya akan mati.
Di tengah maraknya media daring tersebut, Pos Kupang justru memperbaiki kualitasnya dengan mengurangi kolom opini dari dua judul menjadi satu judul sehari, dan merubah kolom opini dari senin sampai sabtu menjadi senin sampai jumat.
Perbaikan kualitas ini di satu sisi baik, karena akan menghasilkan penulis-penulis berkualitas yang mengisi kolom ini. Namun, di sisi lain para penulis berkualitas adalah juga orang-orang yang itu-itu saja. Jika penulis kolom ini hanya orang-orang itu saja, maka pada suatu titik mereka akan mengalami kelesuan karena sudah sering menulis di media yang sama.
Atas dasar itu, pada usia yang bernas ini, sesekali Pos Kupang menginisiasi perlombaan menulis opini untuk melahirkan penulis-penulis baru di kalangan sekolah, kampus, wanita dan umum. Biarlah para kontributor rutin menjadi juri.
Tulisan yang baik akan mendapatkan apresiasi, entah opininya dimuat di kolom ini atau dalam bentuk lain yang dapat merangsang banyak orang untuk menulis. Karena ketika seseorang ingin menjadi penulis yang baik, ia akan meningkatkan kualitas dirinya sebagai pembaca yang baik.
Baca juga: Opini : Beragama yang Baik dan Benar
Sejauh yang saya ikuti dari media-media ternama di tanah air, para kontributor opini yang karyanya belum layak dimuat di media tersebut, pihak media akan mengembalikan dengan sejumlah catatan/kriteria untuk diperbaiki di kemudian hari.
Hal ini menjadi jelas bagi pemilik opini bahwa, naskahnya belum layak untuk dimuat, dan yang bersangkutan berkesempatan memilih media lain yang cocok untuk jenis tulisannya.
Berdasarkan pengalaman saya, hal ini tidak dilakukan oleh Pos Kupang sejauh ini, sehingga naskah tersebut berpeluang termuat dobel di beberapa media sekaligus dalam waktu yang sama.
Kesannya sederhana, bahwa Pos Kupang belum menyiapkan format dan kriteria khusus untuk kolom ini. Dengan demikian, ada kepastian dari kontributor mengenai opininya termuat atau tidak.
Mendiamkan naskah kiriman kontributor dan memuatnya secara diam-diam adalah cara lain yang dilakukan Pos Kupang untuk mengaktualisasikan hakikatnya sebagai pemilik opini yang kompetitif. Namun, sebenarnya cara ini kurang komunikatif sebagai media yang hakikatnya komunikasi massa dan komunikasi sosial.
Semoga kehadiran bentuk daringnya sudah mendapatkan pembaharuan berupa komunikasi timbal balik yang baik antara kontributor opini dan pihak Pos Kupang. Dan semoga di usia yang baru ini, media ini semakin dibaharui secara terus-menerus oleh kritikan konstruktif lainnya. Selamat ulang tahun Pos Kupang. Dirgahayu! (*)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS