Cerpen

Guru Anis Tertimpa Tangga

Nama itu mahal dan perlu dijaga. Meski tahu ada pelanggaran, namun harus diam supaya alam semesta tetap mendukung.

Editor: Agustinus Sape
shouselaw.com
Ilustrasi tertimpa tangga. 

Cerpen: Aster Bili Bora

POS-KUPANG.COM - Nama itu mahal dan perlu dijaga. Meski tahu ada pelanggaran, namun harus diam supaya alam semesta tetap mendukung.

Itulah yang terjadi antara Anis dan Wati. Memang mata tidak melihat; batin berbicara dan menyuruh Anis sejujurnya bongkar.

Tetapi Anis justru simpan rapi dalam lubuk hati terdalam semua rahasia demi sebuah nama dan demi “keutuhan aku dan dia.”

Apakah itu yang disebut laki takut istri? Entahlah. Kenyataannya perempuan itu susah dibendung dalam segala hal. Apa pun yang ia lakukan dan ke mana pun akan melangkah tidak boleh ada satu setan dua binatang yang melarangnya. Kaumati sayang!

Mula-mula Anis masih tunjuk jago. Program kegiatan tertentu yang hanya buang-buang waktu, Anis tegur supaya Wati stop. Wati juga jawab, “Siap papa.” Tetapi hanyalah dalam kata-kata. Secara diam-diam di belakang layar Wati tetap lakukan apa maunya.

Bertengkar terus, dan kadang Wati kena hajar karena tidak dengar-dengaran selama lima tahun menjadi istri.

Masuk tahun perkawinan yang keenam dan anak pertama sudah masuk sekolah dasar, Anis berkesimpulan, bahwa berhadapan dengan perempuan gila seperti Wati tidak ada untungnya.

“Kapan jadi orang baik, dan kapan naik kepala sekolah.”

Karena itu Anis ubah gaya. Kini ia kerbau dicocok hidung. Wati bilang apa, Anis tinggal siap ikut. Mau bilang tidak dan harus begini atau begitu, sudah sia-sia belaka, kecuali memang kerjanya baku robek. Tetapi siap terima rIsiko: nama baik rusak dan jadi guru bantu selamanya.

Anis mana mau. Sejak kuliah sudah latihan kepemimpinan sampai tingkat tinggi, lalu ketika bekerja hanya sebatas bawahan terus, sakit hati namanya. Karena itu, ia biarkan istri gilanya berjalan semaunya, dan Anis fokus kejar mimpi.

Dengan gaya persetan apa yang dibuat istri, ternyata benar ada hasilnya. Anis sah dilantik jadi kepala sekolah dan Wati sah jadi ketua tim doa. Hanya bedanya Anis dilantik Bupati, sedangkan Wati dilantik...

Setelah terpilih jadi ketua tim doa, aktivitas Wati makin bertambah. Kalau mula-mula Wati sudah bisa pulang jam 20.00, maka setelah ketua tim, ya untung-untungan jika pulang jam 21. Tetapi kebanyakan ia tiba rumah jam 22.00. Bahkan kadang Anis sudah mengorok tidur, baru Wati tiba.

Meski demikian suami tidak bertanya mengapa dan bagaimana. Karena Anis punya niat baik untuk selalu aman. Ini juga strategi jaga jabatan supaya makin langgeng. Kalau rumah tangga kacau balau, maka atasan mulai ragu dan bertanya.

“Urus rumah tangga saja tidak sanggup, apalagi pimpin ribuan orang.”

Setelah 6 tahun jadi ketua tim doa, suatu malam Wati tidak kunjung pulang. Suami aman saja, karena berpikir mungkin banyak pelayanan doa. Anis tanpa beban tidur mengorok sampai pagi.

Ketika bangun dan akan siap-siap ke sekolah, Anis didatangi tamu tak terundang. Doni namanya, guru salah satu SMP di kabupaten yang sama. Ia datang minta bantuan uang Rp 10.000.000 untuk bayar utang yang mendesak.

Setelah minum kopi dan sebelum menyampaikan maksud kedatangan, Doni bertanya, “Kapan Ibu Wati pulang dari Bima”. Anis kaget, karena pikirnya Wati masih dalam pelayanan doa.

Dengan kagetnya itulah, maka Doni menjelaskan lebih detail, bahwa ia bertemu ibu Wati di dermaga Waikelo, Kabupaten Sumba Barat Daya.

Ketika ditanya akan ke mana, Wati menjawab ke Bima untuk pelayanan. Doni percaya karena Wati bukan orang baru.

Di Kabupaten Sumba Tengah Wati sudah punya nama dan dikenal luas sebagai tim doa umum dan tim doa khusus. Yang khusus: tim doa penyembuhan orang sakit.

Kalau Wati sudah doa dan jamah dengan taruh tangan di kepala orang sakit, maka lewat beberapa jam orang yang sakit parah minta nasi. Itu tanda adanya kebebasan dari siksaan.

Dengan kagetnya Anis atas kepergian Wati ke Bima, maka Doni urung niat minta bantuan. Anis karena kepanikan, tidak tanya pula maksud kedatangan Doni pagi itu.

Ketika tiba di rumah, Doni menyampaikan berita kepanikan itu kepada keluarga. Anita, istri Doni kaget, bahwa ada perempuan sebegitu kurang ajarnya pada suami.

“Jangan sampai perempuan hobi selingkuh!”

“Tidaklah,” kata Doni menimpali dugaan macam-macam dari istrinya itu. Karena Doni sangat yakin, bahwa Wati perempuan baik, takut dosa, apa lagi sebagai tim doa yang setiap hari omong nama Tuhan.

Dengan Doni bergaya bela Wati, maka Anita membantah dengan nada sedikit kesal. Namun ia tetap yakin dan percaya, Doni adalah laki paling setia dan sayang amat padanya.

“Ya, saya omong saja! Karena sudah ada contoh. Omong nama Tuhan setiap saat, bergaya sangat suci. Ternyata di belakang layar jahat minta ampun. Syukur kalau Wati tidak seperti itu.”

Ketika sampai di sekolah, Doni yang sedikit berbakat kompor, pengumuman pada kawan-kawan. Guru-guru kaget, penasaran, dan curiga macam-macam pula.

Salah satu guru yang dikenal cerewet tapi banyak lucu bernama Nes. Dengan gaya humor ia menampakkan wajah marah namun sesungguhnya hati sedang tertawa terpingkal-pingkal.

“Perempuan sekarang bagatal minta ampun. Kalau hanya suami yang garu, gatal tidak hilang. Orang lain yang garu, baru gatalnya keluar semua.”

“Ou, ternyata begitu sekarang?” Kata Doni dengan gaya kagetnya yang dibuat-buat. Maka semua guru macam lumpuh nalar dan tidak ada satu pun yang menanyakan keadaan Anis dengan istri minggat tanpa berita.

Lewat satu bulan beredar berita pasti, bahwa Wati ke Bima memang tujuan utamanya doakan orang sakit.

Katanya ada satu pemuda ganteng umur 28 tahun berpendidikan sarjana akuntansi yang sakitnya sudah satu tahun. Sudah banyak orang yang pegang, namun tidak ada tanda-tanda sembuh, bahkan makin parah.

Tetapi dengan doa Wati, walaupun baru dua kali jamah kepala, pemuda itu sembuh total. Bahagianya luar biasa, hanya Tuhan yang tahu.

Ketika doa kali ketiga yang disebut doa penutupan kesembuhan, menurut cerita Wati sendiri yang disampaikan kepada Anis dan Anis ceritakan kepada banyak orang, bahwa Tuhan perintah Wati supaya Wati jamah seluruh badan pemuda itu.

Karena perintah demikian, maka Wati menjamah seluruh badan pemuda itu di kamar tertutup rapat dan rahasia, dengan cara: harus meletakkan tangan di sekujur tubuh pasien tanpa kecuali.

Sebelum selesai jamah, pasien kesurupan. Ia pingsan, bukan sedang berpura-pura pingsan. Semua orang yang hadir di sana dengar perintah Tuhan lewat mulut pasien yang sedang dijamah.

Perintah Tuhan itu tidak lain dan tidak bukan, Wati diperintah untuk harus kawin dengan pasien yang diselamatkan. Dengan perintah itulah, maka Wati dengan suka cita meninggalkan suami dan ketiga anak tersayang di tanah Sumba dan kawin baru dengan pria idaman lain.

Setelah dua tahun jadi duren (duda keren), Anis kawin dengan seorang perempuan dalam kecamatan yang sama, nama Rambu Lodang yang kecantikannya kalah jauh dari Wati yang postur tubuhnya ibarat artis mancanegara.

Kasarnya Rambu Lodang tidak masuk hitungan istri seorang kepala sekolah seperti Anis yang gantengnya tidak main-main. Bayangkan perempuan seperti Rambu Lodang hidung pesek, pantat tidak berisi, dan berjalan persis bebek kena lumpur.

Tetapi mengapa Anis memilih Rambu Lodang? Ternyata Anis taat perintah nenek moyang yang didapat lewat mimpi.

Suatu malam nenek moyangnya yang bernama Umbu Riada datang dan marah Anis.

“Hai, Anis, jangan cari perempuan yang seperti rembulan! Ambil saja laleba, biar sumbing asalkan hati baik urus engkau dan urus anak-anakmu yang ditinggalkan.”

Ketika bangun pagi, Anis buka pintu dan jendela. Ia melihat cahaya terang terbentang di luar. Hatinya berbunga-bunga sampai kelupaan minum kopi pagi.

Jam menunjuk angka 7.00. Anis teringat hari Senin upacara bendera. Ia terburu-buru siap lalu segera berangkat tanpa sarapan.

Sewaktu pulang dari sekolah di tengah jalan ia temukan Rambu Lodang berjalan gontai kepanasan. Dasar kasihan, Anis muat. Sebelum sampai di rumah Rambu Lodang, keduanya singgah makan siang di warung terdekat.

Dalam acara makan siang itulah ada bisikan cinta dalam hati nurani Anis. Sambil makan ia curi pandang Rambu Lodang dengan gaya duren yang khas miliknya.

Rambu Lodang tahu diri kurang pasaran tidak mau lewatkan kesempatan berahmat. Ketika Anis menyatakan cinta, ia spontan setuju.

Seminggu kemudian digelar acara masuk minta sekalian acara pindah. Anis tidak mau lama-lama, maklum sudah bertahun-tahun jadi orang tua tunggal urus tiga anak.

Dalam mengayuh bahtera rumah tangga dengan Rambu Lodang, Anis mendapatkan kedamaian hati. Postur tubuhnya seakan tidak tambah tua, dan jiwanya menumbuhkan semangat mengabdi yang prima.

Anis merasa sangat bahagia setelah hadirnya perempuan yang hidung pesek itu. Tidak hanya karena Rambu Lodang sangat hormat, taat, dan berhasil memenuhi seluruh kebutuhannya.

Namun yang lebih utama Rambu Lodang menerima dan memperlakukan ketiga anak Anis sebagai anak kandung Rambu Lodang.

Anak-anak begitu pula, merasa bangga sekali karena menemukan kasih sayang yang luar biasa dari Rambu Lodang yang disebut bukan lagi mama tiri tapi mama kandung.

Cuma saja Rambu Lodang umur pendek. Sepuluh tahun status istri, ia menderita kanker payudara. Setelah rujuk dan kemo ulang-aling di Sangla Bali, ujung-ujungnya tetap saja meninggal.

Mengenang betapa hebatnya Rambu Lodang mengasuh ketiga anak sampai meraih gelar sarjana, rasa-rasanya duka nestapa terus menguasai jiwa dan raga Anis.

Sulit mendapatkan perempuan pengganti diri Rambu Lodang, yaitu: perempuan laleba yang direstui nenek moyang.

Dua tahun lagi Anis akan purnakarya. Sekalipun sudah 2 kali duren, pemerintah tetap percaya Anis sebagai kepala sekolah terbaik yang perlu dipertahankan sampai umur 60 tahun.

Sebagai suatu kehormatan ia ditugaskan untuk ikuti pelatihan kepala sekolah penggerak di hotel Aston Kupang. Di sana ia bersama dengan kawan-kawan dari seluruh kota/kabupaten di NTT.

Pada hari yang kedua terjadilah perkenalan yang spesial Anis dengan Sri, seorang dosen tamatan Magister dari Universitas Indonesia.

Setelah kenal lebih dekat, ternyata Sri sudah status janda 5 tahun dan jadi orang tua tunggal kedua anaknya. Hebatnya, kedua anak sudah dewasa dan hidup di rumah tangga masing-masing. Tinggallah Sri seorang diri dengan perasaan kesepian dan kadang merasa ditelantarkan.

Dengan Anis menyatakan cinta, Sri merasa berada di langit yang ketujuh. Kepada kawan-kawan dengan bangganya ia menyatakan, bahwa suaminya yang sudah meninggal sekarang hidup kembali.

Sebagai ungkapan rasa bahagia yang sangat dalam, Sri menawarkan tempat resepsi pernikahan yang mewah, yaitu: hotel Aston. Anis setuju walaupun persiapan keuangan dari sakunya tidak seberapa.

Setelah nikah Anis boyong Sri ke Sumba melalui bandara Tambolaka dengan NAM AIR. Di sana Sri hidup serumah dengan ketiga anak Anis.

Mereka rukun-rukun saja, seperti halnya ketika Rambu Lodang masih hidup. Kadang antara mama-anak bergantian cari kutu kepala sambil cerita kupas bawang, tetapi tidak kupas nama orang.

Namun rasa bahagia keduanya hanya umur setahun jagung. Setelah Anis pensiun, Sri menampilkan gelagat yang berbeda dengan tuntutan yang beragam.

Satu permintaan yang terdengar aneh, Sri minta dibelikan mobil Fortuner nol kilometer. Anis tidak sanggup karena taspennya hanya 70 juta.

Dari mana dapat uang untuk barang yang nilai 500 juta? Anis menolak dan membujuk istrinya untuk rela pakai Avanza.

Namun Sri tetap ngotot dibelikan Fortuner. Karena Anis tetap bertahan dengan alasan tidak sanggup, maka Sri menangis.

“Saya pikir masih lama pensiun.”

Anis menanggapi dengan tersenyum walaupun hatinya kesal karena waktu awal perkenalan sudah disampaikan selain nama juga umur dan tempat domisili.

Sekarang dipersoalkan masa pensiun dan penghasilan untuk membeli Fortuner. Kalaupun akan pensiun 10 tahun yang akan datang upaya apa hari ini dapatkan uang sejumlah 500 juta. Mau pinjam bank sama halnya gantung leher untuk mati. Mau korupsi besar-besaran, itu berarti lebih jahat daripada perampok.

Satu bulan kemudian Sri beranjangsana ke kota Waingapu. Kabarnya selain cuci mata juga untuk membeli perlengkapan anak perempuan yang akan kawin. Suami tidak sempat ikut karena bertepatan hari perundingan untuk menetapkan jadwal perpindahan.

Nah, apa yang terjadi selanjutnya? Ternyata hanya modus untuk selamatkan diri. Sri meninggalkan Anis dan kembali ke Kupang. Tidak hanya diri Sri yang hilang, juga uang 40 juta dan barang-barang mewah seperti batu delima, anting, gading, dan mamoli.

Kini Anis dalam dilema: mau kejar Sri yang sudah minggat atau urus anak perempuan yang akan pindah adat? Ia mengeluh dan kecewa tetapi kekecewaannya hanya tersimpan dalam hati. Mau berbagi pada siapa lagi?

Nasib! Nasib..! Kawin dengan Wati hanya bahagia sesaat. Setelah dapat enaknya, cari lagi yang lebih enak dengan modus “perintah Tuhan untuk cerai”.

Kawin dengan laleba memang baik berhati mulia mengasuh anak-anak sampai ke gerbang pendidikan tinggi. Namun umur pendek dengan kanker payudara.

Kemudian belum tobat kawin. Anis kawin lagi dengan seorang perempuan gelar Magister dan dosen kawakan di salah satu universitas.

Mula-mula manis, bahkan lebih manis dari gula. Setelah habis isap madu dan bahkan minum tuntas darah guru Anis, perempuan kembali ke asal.

Rasa-rasanya perampok yang tidak sekolah masih baik ketimbang Sri yang Magister dan dosen kaliber. Mengapa tidak sejujurnya berkata. Kalau memang cinta harta, bilanglah.

Nasib..! Nasib..! Sudah jatuh, jatuh, dan jatuh tertimpa tangga.

Tambolaka, 12 November 2022

Keterangan

Laleba: anak dari paman

Aster Bili Bora, sastrawan tinggal di Tambolaka, Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT. Email: asteriusbilibora@gmail.com

Aster Bili Bora
Aster Bili Bora (Foto Pribadi)

Antologi cerpennya: Bukan sebuah jawaban (1988), Matahari jatuh (1990), Bilang saja saya sudah mati ( 2022), dan yang akan menyusul terbit: antologi cerpen Laki yang terbuang, dan antologi Lahore. Karya novel yang sedang disiapkan: Laki yang kesekian-sekian. Antologi bersama pengarang lain: Seruling perdamaian dari bumi flobamora tahun 2018 , Tanah Langit NTT tahun 2021, Gairah Literasi Negeriku tahun 2021.

Ikuti berita Pos-kupang.com di GOOGLE NEWS

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved