Cerpen

Guru Anis Tertimpa Tangga

Nama itu mahal dan perlu dijaga. Meski tahu ada pelanggaran, namun harus diam supaya alam semesta tetap mendukung.

Editor: Agustinus Sape
shouselaw.com
Ilustrasi tertimpa tangga. 

Jam menunjuk angka 7.00. Anis teringat hari Senin upacara bendera. Ia terburu-buru siap lalu segera berangkat tanpa sarapan.

Sewaktu pulang dari sekolah di tengah jalan ia temukan Rambu Lodang berjalan gontai kepanasan. Dasar kasihan, Anis muat. Sebelum sampai di rumah Rambu Lodang, keduanya singgah makan siang di warung terdekat.

Dalam acara makan siang itulah ada bisikan cinta dalam hati nurani Anis. Sambil makan ia curi pandang Rambu Lodang dengan gaya duren yang khas miliknya.

Rambu Lodang tahu diri kurang pasaran tidak mau lewatkan kesempatan berahmat. Ketika Anis menyatakan cinta, ia spontan setuju.

Seminggu kemudian digelar acara masuk minta sekalian acara pindah. Anis tidak mau lama-lama, maklum sudah bertahun-tahun jadi orang tua tunggal urus tiga anak.

Dalam mengayuh bahtera rumah tangga dengan Rambu Lodang, Anis mendapatkan kedamaian hati. Postur tubuhnya seakan tidak tambah tua, dan jiwanya menumbuhkan semangat mengabdi yang prima.

Anis merasa sangat bahagia setelah hadirnya perempuan yang hidung pesek itu. Tidak hanya karena Rambu Lodang sangat hormat, taat, dan berhasil memenuhi seluruh kebutuhannya.

Namun yang lebih utama Rambu Lodang menerima dan memperlakukan ketiga anak Anis sebagai anak kandung Rambu Lodang.

Anak-anak begitu pula, merasa bangga sekali karena menemukan kasih sayang yang luar biasa dari Rambu Lodang yang disebut bukan lagi mama tiri tapi mama kandung.

Cuma saja Rambu Lodang umur pendek. Sepuluh tahun status istri, ia menderita kanker payudara. Setelah rujuk dan kemo ulang-aling di Sangla Bali, ujung-ujungnya tetap saja meninggal.

Mengenang betapa hebatnya Rambu Lodang mengasuh ketiga anak sampai meraih gelar sarjana, rasa-rasanya duka nestapa terus menguasai jiwa dan raga Anis.

Sulit mendapatkan perempuan pengganti diri Rambu Lodang, yaitu: perempuan laleba yang direstui nenek moyang.

Dua tahun lagi Anis akan purnakarya. Sekalipun sudah 2 kali duren, pemerintah tetap percaya Anis sebagai kepala sekolah terbaik yang perlu dipertahankan sampai umur 60 tahun.

Sebagai suatu kehormatan ia ditugaskan untuk ikuti pelatihan kepala sekolah penggerak di hotel Aston Kupang. Di sana ia bersama dengan kawan-kawan dari seluruh kota/kabupaten di NTT.

Pada hari yang kedua terjadilah perkenalan yang spesial Anis dengan Sri, seorang dosen tamatan Magister dari Universitas Indonesia.

Setelah kenal lebih dekat, ternyata Sri sudah status janda 5 tahun dan jadi orang tua tunggal kedua anaknya. Hebatnya, kedua anak sudah dewasa dan hidup di rumah tangga masing-masing. Tinggallah Sri seorang diri dengan perasaan kesepian dan kadang merasa ditelantarkan.

Dengan Anis menyatakan cinta, Sri merasa berada di langit yang ketujuh. Kepada kawan-kawan dengan bangganya ia menyatakan, bahwa suaminya yang sudah meninggal sekarang hidup kembali.

Sebagai ungkapan rasa bahagia yang sangat dalam, Sri menawarkan tempat resepsi pernikahan yang mewah, yaitu: hotel Aston. Anis setuju walaupun persiapan keuangan dari sakunya tidak seberapa.

Setelah nikah Anis boyong Sri ke Sumba melalui bandara Tambolaka dengan NAM AIR. Di sana Sri hidup serumah dengan ketiga anak Anis.

Mereka rukun-rukun saja, seperti halnya ketika Rambu Lodang masih hidup. Kadang antara mama-anak bergantian cari kutu kepala sambil cerita kupas bawang, tetapi tidak kupas nama orang.

Namun rasa bahagia keduanya hanya umur setahun jagung. Setelah Anis pensiun, Sri menampilkan gelagat yang berbeda dengan tuntutan yang beragam.

Satu permintaan yang terdengar aneh, Sri minta dibelikan mobil Fortuner nol kilometer. Anis tidak sanggup karena taspennya hanya 70 juta.

Dari mana dapat uang untuk barang yang nilai 500 juta? Anis menolak dan membujuk istrinya untuk rela pakai Avanza.

Namun Sri tetap ngotot dibelikan Fortuner. Karena Anis tetap bertahan dengan alasan tidak sanggup, maka Sri menangis.

“Saya pikir masih lama pensiun.”

Anis menanggapi dengan tersenyum walaupun hatinya kesal karena waktu awal perkenalan sudah disampaikan selain nama juga umur dan tempat domisili.

Sekarang dipersoalkan masa pensiun dan penghasilan untuk membeli Fortuner. Kalaupun akan pensiun 10 tahun yang akan datang upaya apa hari ini dapatkan uang sejumlah 500 juta. Mau pinjam bank sama halnya gantung leher untuk mati. Mau korupsi besar-besaran, itu berarti lebih jahat daripada perampok.

Satu bulan kemudian Sri beranjangsana ke kota Waingapu. Kabarnya selain cuci mata juga untuk membeli perlengkapan anak perempuan yang akan kawin. Suami tidak sempat ikut karena bertepatan hari perundingan untuk menetapkan jadwal perpindahan.

Nah, apa yang terjadi selanjutnya? Ternyata hanya modus untuk selamatkan diri. Sri meninggalkan Anis dan kembali ke Kupang. Tidak hanya diri Sri yang hilang, juga uang 40 juta dan barang-barang mewah seperti batu delima, anting, gading, dan mamoli.

Kini Anis dalam dilema: mau kejar Sri yang sudah minggat atau urus anak perempuan yang akan pindah adat? Ia mengeluh dan kecewa tetapi kekecewaannya hanya tersimpan dalam hati. Mau berbagi pada siapa lagi?

Nasib! Nasib..! Kawin dengan Wati hanya bahagia sesaat. Setelah dapat enaknya, cari lagi yang lebih enak dengan modus “perintah Tuhan untuk cerai”.

Kawin dengan laleba memang baik berhati mulia mengasuh anak-anak sampai ke gerbang pendidikan tinggi. Namun umur pendek dengan kanker payudara.

Kemudian belum tobat kawin. Anis kawin lagi dengan seorang perempuan gelar Magister dan dosen kawakan di salah satu universitas.

Mula-mula manis, bahkan lebih manis dari gula. Setelah habis isap madu dan bahkan minum tuntas darah guru Anis, perempuan kembali ke asal.

Rasa-rasanya perampok yang tidak sekolah masih baik ketimbang Sri yang Magister dan dosen kaliber. Mengapa tidak sejujurnya berkata. Kalau memang cinta harta, bilanglah.

Nasib..! Nasib..! Sudah jatuh, jatuh, dan jatuh tertimpa tangga.

Tambolaka, 12 November 2022

Keterangan

Laleba: anak dari paman

Aster Bili Bora, sastrawan tinggal di Tambolaka, Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT. Email: asteriusbilibora@gmail.com

Aster Bili Bora
Aster Bili Bora (Foto Pribadi)

Antologi cerpennya: Bukan sebuah jawaban (1988), Matahari jatuh (1990), Bilang saja saya sudah mati ( 2022), dan yang akan menyusul terbit: antologi cerpen Laki yang terbuang, dan antologi Lahore. Karya novel yang sedang disiapkan: Laki yang kesekian-sekian. Antologi bersama pengarang lain: Seruling perdamaian dari bumi flobamora tahun 2018 , Tanah Langit NTT tahun 2021, Gairah Literasi Negeriku tahun 2021.

Ikuti berita Pos-kupang.com di GOOGLE NEWS

Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved