Berita Sumba Barat
Dampingan Save The Children, Sampah yang Menjijikkan kini menjadi Pundi-pundi Rupiah
sampah itu kotor dan menjijikkan. Kini, sampah membawa berkat bagi warga Lapale, menambah pundi-pundi pendapatannya.
Penulis: Petrus Piter | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM, WAIKABUBAK - ANAK-anak muda Sumba Barat yang tergabung dalam Tim Prairame Club dampingan Save the Children berhasil mendorong dan mengubah pola pikir warga Desa Lapale, Kelurahan Kota Waikabubak, Kabupaten Sumba Barat.
Pola pikir tentang mendaur sampah plastik di tempat pembuangan akhir atau TPA di Desa Lapale menjadi sesuatu bernilai ekonomis tinggi.
Lokasi TPA di Desa Lapale sekitar tiga kilometer ke arah selatan Kota Waikabubak, Sumba Barat.
Baca juga: Tim Polres Sumba Barat Amankan Pelaku Pencurian dan Sebuah Sepeda Motor
Selama ini, sampah biasanya dibakar atau dibiarkan berserahkan di TPA. Kini, warga mulai mengumpulkan dan memisahkan untuk membuat sesuatu yang bermanfaat.
Dulu, sampah itu kotor dan menjijikkan. Kini, sampah membawa berkat bagi warga Lapale, menambah pundi-pundi pendapatannya.
Dari sampah plastik, warga empat dusun di Desa Lapale berinovasi membuat beragam bunga dan lain-lain.
Dari hasil karya itu, warga Lapale berharap meraih rupiah sebanyak-banyaknya demi meningkatkan kesejahteraannya.
Kini, semua perjuangan dan karya itu mereka tampilkan dalam Festival Trash to Cash, Dari Sampah menjadi Rupiah di Aula GBI Rock Weekarou, Sumba Barat, Sabtu, 29 Oktober 2022.
Baca juga: Dompet Dhuafa Sosialisasikan Program Klaster Mandiri Pendidikan dan Kesehatan di Sumba Barat Daya
Intan dan Jenri, pelajar salah satu SMA di Kota Waikabubak dan Ribka, mahasiswi semester I Akademi Keperawatan Waikabubak, Sumba Barat yang tergabung dalam tim Prairame Club mengatakan, Festival Trash to Cash, Dari Sampah jadi Rupiah, lahir dari keresahannya akan menumpuknya sampah di sekitar Desa Lapale, Kecamatan Kota Waikabubak, Sumba Barat.
Hal itu karena Lapale merupakan satu-satunya lokasi TPA sampah. Sayangnya, warga tak hanya membuang sampah di TPA, tetapi juga di jalanan sekitar TPA sehingga menimbulkan bau menyengat selain lingkungan yang kotor.
Ketiganya juga menilai belum adanya pengelolaan sampah plastik yang efisien di TPA tersebut sehingga sampah anorganik yang nilai jualnya rendah seringkali dibakar.
Menurut ketiganya, isu sampah itu mulai dibawa Prairame Club pada kegiatan Solve-a-thon, sebuah kompetisi inovasi yang diselenggarakan Save the Children Indonesia bagi anak muda Sumba berusia 13-17 tahun yang diselenggarakan pada bulan Juni dan Juli 2022.
Baca juga: Tim Polres Sumba Barat Amankan Pelaku Pencurian dan Sebuah Sepeda Motor
Dalam lomba tersebut ketiganya bersama puluhan anak lainnya mengikuti workshop interaktif untuk merancang prototipe proyek perubahan bagi isu lingkungan atau sosial yang mereka rasakan dan harus diselesaikan di sekitar lingkungan tempat tinggal.
Dari hasil lomba itu, ketiganya keluar sebagai juara satu dan terus diimplementasikan di dalam masa inkubasi pada Agustus hingga Oktober 2022.
Bagi ketiganya, menjalani tugas baru ini tidak mudah karena harus pandai-pandai membagi waktu dengan sekolah agar tidak ketinggalan pelajaran sekolah.
Ketiganya juga mengaku sedikit menyesal karena semula berencana menggelar festival di Desa Lapale, terpaksa dipindahkan ke Aula GBI Rock Weekarou karena cuaca memburuk. Meski demikian, mereka mengaku bahagia karena festival berjalan aman dan lancar.
Lebih lanjut, ketiganya menyebutkan, acara Festival Trash to Cash, menampilkan dua gelaran utama, yakni pameran selamatkan lingkungan hidup (Pameran Selingkuh) terdiri bazar kerajinan daur ulang sampah karya warga Desa Lapale, serta pasar bebas plastik (Pasar Bestie), terdiri Pasar Jajanan Tradisional Sumba hasil masakan warga Lapale.
Baca juga: Dompet Dhuafa Sosialisasikan Program Klaster Mandiri Pendidikan dan Kesehatan di Sumba Barat Daya
Intan, Jenri dan Ribka berharap kegiatan ini tidak hanya berakhir dengan terselenggaranya Festival Trash to Cash, Dari Sampah jadi Rupiah, tetapi terus berlanjut demi Sumba Barat lebih baik ke depan, baik terhadap lingkungan maupun kehidupan ekonomi masyarakat.
Mengaku Bangga
Sementara itu, Mentor Kegiatan Lapale, Jervin Here, mengaku bangga dengan ketiga orang muda Sumba Barat yang melakukan upaya dan pendekatan dengan warga Lapale serta para pihak terkait tentang bagaimana mengubah pandangan masyarakat agar mau mengelola sampah plastik menjadi hal berguna bagi peningkatan ekonomi warga.
Sebagai mentor, tentu mendampingi dan memberikan pengetahuan dan pandangan agar ketiganya sukses mewujudkan mimpi mendaur ulang sampah Lapale menjadi sesuatu yang bermanfaat oleh masyarakat setempat. Selama ini, masyarakat sekitar hanya merasakan bau busuk sampah tanpa berbuat lebih memanfaatkan sampah itu.
Kini, warga Desa Lapale mulai sadar mengolah sampah plastik dengan beragam karya bunga dan lainnya. Harapan ke depan, warga terus menekuni usaha itu sehingga lingkungan terjaga dan tingkat kesejahteraan meningkat karena pendapatan bertambah dari usaha daur ulang sampah plastik TPA Lapale Sumba Barat.
Agustinus Mau Tukan, selaku Innovation and Child Rights Specialist, Save the Children dalam sambutannya ketika membuka Festival Trash to Cash, Dari Sampah jadi Uang, memberi apresiasi setinggi-tingginya kepada tiga anak perempuan muda Sumba Barat yang memiliki kepedulian sangat tinggi dengan menemukan masalah sosial yang ada di sekitar dan berupaya memecahkannya adalah generasi yang luar biasa hebatnya.
Ia berharap langkah tiga anak muda Sumba Barat, itu menjadi spirit bagi anak muda Sumba Barat umumnya untuk berbuat sesuatu yang lebih baik bagi Sumba Barat ke depan. (pet/adv)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS